Dalam kehidupan modern, banyak orang terjebak dalam sikap konsumtif yang berlebihan dan kurang menghargai apa yang dimiliki. Sikap ini dapat memengaruhi ketenangan jiwa dan kualitas hidup seseorang. Islam mengajarkan keseimbangan antara usaha duniawi dan rasa syukur sebagai wujud penghargaan terhadap nikmat Allah. Dengan hidup berkecukupan, seseorang dapat menikmati ketenangan yang mendalam, mempererat hubungan dengan Allah, dan menjaga keharmonisan sosial.
Berkecukupan berarti merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah, tanpa berlebihan dalam mengejar hal-hal duniawi. Sedangkan bersyukur adalah mengapresiasi dan menggunakan nikmat Allah dengan cara yang benar, baik melalui hati, ucapan, maupun perbuatan. Dalam ajaran Islam, bersyukur dan berkecukupan secara finansial dipandang lebih utama daripada menjadi fakir yang hanya bersabar. Dalil-dalil yang mendukung pandangan ini menunjukkan pentingnya kemampuan finansial yang disertai rasa syukur sebagai prioritas utama.
Dalil Pendukung
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Bekerjalah, wahai keluarga Dawud, untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur." (QS. Saba': 13)
Selain itu, dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud r.a., Nabi Muhammad saw. berdo'a:
"Yaa Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian jiwa, dan kecukupan finansial." (HR. Muslim)
Kedua sumber ini menekankan pentingnya bekerja dan memanfaatkan nikmat dengan penuh kesadaran kepada Allah.
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk menerapkan konsep berkecukupan dan bersyukur antara lain:
1. Bekerja secara totalitas dan profesional sebagai bentuk ikhtiar untuk memperoleh pendapatan yang cukup guna memenuhi kebutuhan keluarga dan tanggung jawab sosial.