Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai pilihan aktivitas yang bisa kita lakukan. Dari yang bersifat rutin hingga yang lebih spesifik, seperti kegiatan sosial, pendidikan, atau hobi. Namun, tidak jarang kita merasa bingung dalam menentukan mana yang sebaiknya diprioritaskan. Dalam konteks ini, fikih prioritas dapat menjadi pedoman yang berharga untuk memilih aktivitas yang lebih bermanfaat.
Fikih prioritas, atau ilmu yang membahas tentang urutan kepentingan dalam menjalankan suatu tindakan, sangat relevan dalam membantu kita menentukan langkah yang tepat. Prinsip ini pentingnya memilih aktivitas yang tidak hanya memberikan manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain dan masyarakat secara keseluruhan.
1. Prinsip Maslahat
Fikih menekankan pentingnya mempertimbangkan maslahat (kebaikan atau manfaat) dalam setiap aktivitas. Ketika dihadapkan pada dua pilihan, seseorang diharapkan memilih yang menghasilkan maslahat yang lebih besar. Misalnya, jika seseorang dihadapkan pada pilihan untuk melakukan amal sunnah atau membantu orang lain yang membutuhkan, maka membantu orang lain mungkin lebih diutamakan karena memiliki maslahat sosial yang lebih luas.
2. Kaidah Fiqhiyah:
"Dar'ul Mafasid Muqaddam 'Ala Jalbil Mashalih"
Kaidah ini menyatakan bahwa mencegah keburukan lebih diutamakan daripada mengambil manfaat. Dalam konteks memilih aktivitas, jika ada dua pilihan yang melibatkan keburukan dan kebaikan, maka mencegah keburukan lebih diprioritaskan meskipun ada kebaikan dalam pilihan tersebut.
3. Skala Prioritas (Aulawiyat)
Dalam menentukan pilihan, fikih mengajarkan skala prioritas. Aktivitas yang berkaitan dengan kebutuhan pokok (dharuriyyat) lebih didahulukan daripada aktivitas yang bersifat tambahan (hajiyyat) atau penyempurna (tahsiniyyat). Misalnya, menjaga kehidupan (seperti menyelamatkan nyawa) lebih diutamakan daripada hal-hal yang bersifat sekunder atau tersier.
4. Kesesuaian dengan Tujuan Syariat (Maqasid Syariah)
Setiap tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan utama syariat Islam, yang mencakup menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Ketika memilih aktivitas, seseorang harus mempertimbangkan apakah tindakan tersebut mendukung salah satu atau lebih dari lima tujuan ini. Aktivitas yang lebih mendukung tujuan syariat akan lebih diutamakan.
5. Timbang Menimbang Antara Kewajiban dan Sunnah
Jika dihadapkan pada pilihan antara kewajiban (fardhu) dan ibadah sunnah, maka kewajiban harus selalu diutamakan. Misalnya, seseorang yang harus menunaikan kewajiban mencari nafkah bagi keluarganya tidak boleh mengabaikan kewajiban tersebut hanya untuk melakukan amalan sunnah yang bisa ditunda atau dilakukan di waktu lain.
Contoh nya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa agar umat Islam sementara waktu melaksanakan shalat Jumat di rumah selama masa pandemi COVID-19. Ini didasarkan pada pertimbangan kesehatan masyarakat yang lebih luas, untuk menghindari penyebaran virus di tempat-tempat ibadah yang ramai.
Terkait Fikih : Keputusan ini adalah bentuk penerapan kaidah fikih dalam memilih aktivitas yang lebih bermanfaat: meninggalkan aktivitas yang berisiko terhadap kesehatan masyarakat (shalat berjamaah di masjid) untuk maslahat yang lebih besar, yaitu menjaga keselamatan dan kesehatan orang banyak.
Kesimpulan
Memilih aktivitas yang lebih bermanfaat berdasarkan fikih prioritas adalah langkah yang bijak dalam menjalani kehidupan. dengan melihat prinsip mashlahat, kaidah fiqhiyah, skala prioritas, maqshid syariat, timbang menimbang antara kewajiban dan sunnah, kita dapat mengambil keputusan yang lebih baik. Pada akhirnya, pilihan yang kita buat tidak hanya akan membawa kebaikan bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi masyarakat dan dunia di sekitar kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H