Mohon tunggu...
Aisyah Putri Salsabila
Aisyah Putri Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Mulawarman

Saya adalah seorang mahasiswi dengan minat dalam menulis. Saat ini, saya sedang menjalani perkuliahan sembari menulis karya-karya saya, baik untuk dimuat dalam buku antologi puisi maupun untuk perlombaan karya tulis ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Melestarikan Budaya Lokal di Era Digital: Integrasi Muatan Lokal dalam Pendidikan

12 Desember 2024   07:39 Diperbarui: 12 Desember 2024   07:39 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Budaya lokal adalah cerminan identitas bangsa yang kaya dan beragam. Di tengah derasnya arus globalisasi, budaya lokal sering kali menghadapi ancaman keterpinggiran. Perubahan sosial dan modernisasi yang masif membawa pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, termasuk kecenderungan untuk mengabaikan nilai-nilai tradisional. Hal ini menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan budaya bangsa, yang salah satu solusinya adalah dengan mengintegrasikan muatan lokal ke dalam sistem pendidikan.

Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah baru-baru ini mengusulkan agar pengajaran budaya Dayak dimasukkan ke dalam jam kredit guru sebagai bagian dari langkah strategis untuk menjaga eksistensi budaya lokal (Hamdi, 2024). Usulan ini perlu diapresiasi sebagai langkah penting untuk melindungi warisan budaya di tengah arus modernisasi yang kian deras. Pendidikan menjadi salah satu cara paling efektif untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya budaya lokal kepada generasi muda, sehingga warisan budaya tidak hanya dipertahankan, tetapi juga terus berkembang.

Pendidikan sebagai Penjaga Warisan Budaya

Pendidikan memiliki peran strategis dalam melestarikan budaya lokal. Melalui proses pembelajaran di sekolah, nilai-nilai budaya dapat ditanamkan sejak usia dini. Sayangnya, dalam struktur kurikulum saat ini, muatan lokal sering kali dipandang sebelah mata, hanya sebagai pelajaran tambahan yang kurang mendapat perhatian serius. Padahal, dengan menjadikannya bagian inti dari kurikulum, budaya lokal bisa mendapat tempat yang layak dalam pembentukan identitas generasi muda (Saenal, 2020).

Jhon Retei Alfrisandi, Ketua Tim Perumus Mata Pelajaran Muatan Lokal Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah, menegaskan bahwa muatan lokal adalah media yang sangat penting untuk mengenalkan nilai-nilai adat istiadat dan kearifan lokal kepada siswa (Hamdi, 2024). Pendapat ini sejalan dengan Nahak (2019:171), yang menyatakan bahwa kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal masih minim, terutama di kalangan generasi muda. Tanpa intervensi melalui pendidikan, budaya lokal berisiko tergeser oleh pengaruh budaya asing yang semakin dominan.

Guru, sebagai ujung tombak pendidikan, memiliki peran sentral dalam menyampaikan materi budaya lokal kepada siswa. Namun, hambatan yang sering dihadapi adalah kurangnya insentif formal untuk mengajarkan muatan lokal. Di banyak daerah, seperti Kalimantan Tengah, muatan lokal belum termasuk dalam jam kredit guru, sehingga motivasi untuk mengajarkannya menjadi rendah (Hamdi, 2024). Dengan adanya pengakuan formal dalam bentuk jam kredit, guru dapat lebih termotivasi untuk mendalami dan mengajarkan nilai-nilai budaya lokal secara optimal.

Kurikulum yang Mendukung Pelestarian Budaya Lokal

Langkah strategis untuk memasukkan muatan lokal dalam jam kredit guru harus diiringi dengan kebijakan pendidikan yang lebih terstruktur. Kurikulum muatan lokal perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan budaya setempat dan melibatkan komunitas lokal dalam proses penyusunannya. Hal ini penting agar materi yang diajarkan relevan dan benar-benar mencerminkan kearifan lokal daerah tersebut.

Selain itu, pelatihan khusus bagi guru juga sangat diperlukan. Guru harus dibekali dengan keterampilan untuk menyampaikan materi budaya lokal dengan cara yang menarik dan mudah dipahami siswa. Misalnya, metode pembelajaran berbasis proyek dapat digunakan untuk melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan seperti membuat kerajinan lokal, mempelajari seni tari tradisional, atau mendokumentasikan cerita rakyat (Nahak, 2019). Dengan pendekatan ini, pembelajaran muatan lokal menjadi lebih hidup dan bermakna.

Teknologi sebagai Pendukung Pelestarian Budaya

Dalam era digital, teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mempromosikan dan melestarikan budaya lokal. Platform digital seperti YouTube, podcast, atau aplikasi khusus dapat digunakan untuk mendokumentasikan dan menyebarluaskan budaya lokal, termasuk adat istiadat, seni, dan tradisi Dayak. Teknologi tidak hanya membantu menjaga keberlanjutan budaya, tetapi juga menjangkau audiens yang lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional (Hamdi, 2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun