Mohon tunggu...
aisyahnurrosidah
aisyahnurrosidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif yang tertarik berbagi opini berdasarkan pengalaman pribadi dan isu-isu terkini melalui media sosial. Berharap melalui tulisan-tulisan yang dibagikan, masukan dan pandangan teman-teman dapat tersampaikan dengan baik dan membangun.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Profesionalisme Perawat Menjadi Jawaban Dalam Menghadapi Tantangan Transkultural: Mengharmonisasi Tradisi dan Kesehatan Masyarakat Desa Silawan, NTT

27 Desember 2024   12:47 Diperbarui: 27 Desember 2024   12:58 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya yang luas, termasuk di wilayah timur yang kaya dengan adat istiadat luar biasa. Namun, di balik kekayaan budaya tersebut, budaya mabuk, minimnya gaya hidup sehat menjadi hadapan bagi perawat disana. Perilaku ini tidak hanya menyebabkan risiko kesehatan, tetapi juga berdampak pada produktivitas, hubungan sosial, dan keberlanjutan komunitas. Dalam menghadapi masalah ini, profesionalisme perawat menjadi kunci. 

Dalam tulisan ini akan menyampaikan dedikasi profesionalisme para perawat di desa silawan dan mencakup pentingnya pemahaman budaya, strategi intervensi berbasis masyarakat, dan kritik terhadap kurangnya kebijakan yang mendukung peran perawat serta pencapaian kemajuan taraf kesehatan yang lebih meningkat lagi. Tulisan ini didasarkan pada pengalaman langsung saat berkolaborasi dan berbincang dengan perawat di Desa Silawan, Nusa Tenggara Timur. Dari pengalaman tersebut, muncul pandangan penulis mengenai tantangan yang dihadapi serta peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di daerah tersebut.

Melalui teori keperawatan transkultural yang dikemukakan oleh Madeleine Leininger, pelayanan kesehatan yang efektif memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap nilai, keyakinan, dan praktik budaya masyarakat. Teori ini mengajarkan pentingnya menghormati budaya pasien untuk memastikan bahwa perawat dapat memberikan perawatan yang tidak hanya tepat secara medis, tetapi juga bermakna bagi pasien. Tiga konsep utama dalam teori ini, cultural care preservation or maintenance, cultural care accommodation or negotiation, dan cultural care repatterning or restructuring merupakan dasar yang kuat dalam merancang intervensi kesehatan yang selaras dengan budaya masyarakat setempat. Dari temuan penulis, budaya mabuk sering terjadi saat pesta pernikahan, menjelang perayaan, atau di siang hari di antara kelompok orang yang mungkin pengangguran, menjadi tantangan yang perlu ditangani dengan bijak. Budaya mabuk tidak hanya meningkatkan risiko penyakit seperti sirosis hati dan gangguan mental, tetapi juga memperburuk konflik sosial serta menurunkan produktivitas kerja (World Health Organization, 2018). Selain masalah mabuk, pola hidup yang kurang sehat juga masih menjadi tugas yang perlu diselesaikan.

Perawat di Desa Silawan berupaya menjaga tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan prinsip kesehatan, seperti tradisi-tradisi yang sudah terlahir ada. Namun, mereka juga menghadapi tantangan budaya yang dapat merugikan kesehatan. Budaya berkontribusi dalam pengembangan nilai profesionalisme dan setiap budaya memiliki penekanan berbeda dalam menanggapi etika individu. Di sisi lain, mereka juga menerapkan cultural care accommodation dengan mengedukasi masyarakatnya. Dalam hal ini, edukasi menjadi aspek penting yang tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga mendorong perubahan sosial yang lebih luas di tengah komunitas.

Penerapan pendekatan ini menghadapi sejumlah tantangan yang perlu mendapat perhatian serius. Salah satunya adalah kurangnya pelatihan pemahaman budaya dalam pendidikan keperawatan, yang menyulitkan perawat untuk memahami dan berinteraksi dengan masyarakat yang memiliki kebiasaan budaya tertentu. Selain itu, lemahnya koordinasi antara sektor kesehatan, pemerintah, dan komunitas adat menghambat implementasi kebijakan yang menyeluruh. Pendidikan keperawatan perlu mengintegrasikan teori transkultural tidak hanya sebagai konsep teoritis, tetapi juga sebagai praktik nyata yang diterapkan di lapangan. Langkah ini dapat memperkuat peran perawat sebagai agen perubahan, tidak hanya dalam pemberian layanan kesehatan, tetapi juga dalam memberdayakan masyarakat untuk mengadopsi pola hidup sehat dan sesuai dengan dinamika sosial yang berkembang.

Pengalaman perawat di Desa Silawan, ketika menangani pasien mabuk yang terluka akibat konsumsi alkohol, menunjukkan bagaimana mereka tetap mempertahankan profesionalisme dalam memberikan perawatan medis yang memadai di larut malam dengan menjemputnya ke lokasi, tanpa mengabaikan tantangan budaya setempat. Sebagai profesi, perawat diharuskan memberikan pelayanan yang berkualitas dan menjaga keselamatan pasien. Oleh karena itu, perawat memiliki kode etik dan nilai profesional (Ghadirian et al., 2014). Nilai-nilai profesional ini tidak hanya menjadi panduan dalam pengambilan keputusan, tetapi juga digunakan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman, berkualitas tinggi, serta meningkatkan kepuasan dan pengakuan dari pasien (Nelwati et al., 2019b).

Perawat di Desa Silawan juga berperan aktif dalam mempromosikan kesehatan melalui berbagai kegiatan edukasi yang melibatkan masyarakat dari berbagai usia, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya menjaga kebersihan diri, sanitasi lingkungan, dan gaya hidup sehat. Walaupun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya PHBS masih menunjukkan fluktuasi, perawat tetap berusaha tiada lelah dalam membagikan berbagai ilmu, juga melibatkan masyarakatnya secara langsung, dan memotivasi masyarakat agar lebih peduli terhadap kesehatan mereka dan keluarga. 

Program kesehatan seperti posyandu remaja di Desa Silawan baru berjalan dan dirancang untuk membantu remaja memahami pentingnya hidup sehat. Program ini sangat baik dan perlu terus berjalan untuk mendukung perkembangan remaja menjadi dewasa yang sehat. Perawat dan tenaga kesehatan lainnya di sana sangat peduli dengan kesehatan masyarakat. Dedikasi perawat seperti ini perlu adanya dukungan dari kebijakan hukum yang mendukung kesehatan masyarakat dan kolaborasi lintas sektor antara sektor kesehatan, pemerintah daerah, dan masyarakat adat. Dengan begitu, perawat dapat berperan lebih signifikan dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Hal ini mencerminkan nilai altruism yang tinggi pada perawat, dengan menolong tanpa pamrih meski melihat penghasilan yang didapat rendah, tetapi mereka terus berorientasi pada kebutuhan pasien di atas segalanya. 

Nilai human dignity juga terlihat dalam tindakan mereka yang menjaga martabat pasien. Perawat tidak hanya memberikan perawatan fisik, tetapi juga menunjukkan empati dan penghormatan, meskipun perilaku pasien bertentangan dengan nilai kesehatan yang mereka promosikan. Dalam budaya kehidupannya yang masih kuat, seperti kebiasaan konsumsi alkohol dalam acara tertentu, perawat di Desa Silawan tidak bersikap konfrontatif, tetapi mengambil pendekatan edukatif yang konstruktif. Mereka berusaha memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang risiko konsumsi alkohol berlebihan, sembari tetap menghormati tradisi yang ada. Selain itu, perawat juga mempraktikkan nilai social justice dengan memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa, mendapatkan akses yang sama terhadap edukasi kesehatan. Sikap ini mencerminkan penghormatan terhadap autonomy masyarakat untuk secara mandiri mengadopsi pola hidup sehat.

Integritas yang dimiliki perawat terlihat dari dedikasi mereka untuk terus memberikan pelayanan berkualitas meskipun menghadapi berbagai keterbatasan. Mereka tetap konsisten dalam mematuhi standar etika dan menjaga kualitas asuhan keperawatan, baik dalam situasi mendesak maupun dalam program-program kesehatan yang dirancang untuk jangka panjang. Jika profesionalisme seperti ini tidak diterapkan, dampaknya dapat sangat merugikan. Ketidakprofesionalan dapat menyebabkan munculnya diskriminasi, kurangnya perhatian terhadap pasien, dan keluhan masyarakat yang berujung pada rusaknya citra profesi keperawatan. Pasien juga dapat mengalami dampak psikologis, seperti merasa diabaikan, atau dampak fisik akibat asuhan yang tidak optimal. Selain itu, ketidakprofesionalan dapat memunculkan stigma terhadap perawat, yang pada akhirnya merugikan sistem kesehatan secara keseluruhan.

Namun, meskipun ada sejumlah kemajuan, tantangan lainnya adalah bagaimana menyelaraskan kebijakan pemerintah dengan budaya lokal yang sudah ada. Pemerintah perlu secara lebih intensif melakukan kajian terhadap budaya-budaya yang ada di masyarakat untuk mencari solusi yang dapat menguntungkan kedua belah pihak: baik untuk masyarakat setempat yang tetap dapat mempertahankan budaya mereka, maupun untuk kebijakan kesehatan yang tidak hanya peduli terhadap dampak negatif bagi kesehatan, tetapi juga memperhatikan faktor ekonomi dan sosial yang melibatkan warga lokal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun