Dewasa ini, edukasi atau pendidikan tentunya semakin meningkat, bersamaan dengan teknologi yang meningkat juga, serta pendidikan pun harus dijunjung tinggi. Karena akhir-akhir ini semua selalu mengutamakan tentang pendidikan, sukses, dan masa depan yang gemilang. Tapi dibalik itu, ada satu pendidikan yang terasa kian pudar dengan seiring berkembangnya zaman yaitu pendidikan moral.
Pendidikan moral yang bisa disebut dengan "Cara memanusiakan manusia" adalah pendidikan untuk menjadikan manusia bermoral atau bermanusiawi. Artinya pendidikan moral ini bukan mengajarkan tentang akademik, namun non akademik, khususnya sikap dan etika yang dipakai dikehidupan sehari-hari.
Mengingat akhir-akhir ini kian banyak kasus-kasus karena kurangnya pendidikan moral tersebut. Salah satu contoh kasusnya yaitu kasus Kekerasan Gender Berbasis Seksual. Istilah kekerasan berbasis gender digunakan untuk membedakan kekerasan umum dari kekerasan yang menargetkan individu atau kelompok atas dasar jenis kelamin atau identitas gender mereka. Gender dan seksualitas adalah sesuatu yang sampai sekarang masih menjadi hal yang kurang dipahami banyak orang.
Tidak banyak yang menyadari bahwa gender dan seksualitas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kasus-kasus kekerasan. Sebelumnya perlu dipahami bahwa gender dan seksualitas adalah dua hal yang berbeda. Jika gender adalah hal yang merujuk pada karakteristik sosial yang ditugaskan kepada seseorang karena identitasnya sebagai perempuan, laki-laki, maupun lainnya.
Sedangkan seks berbicara atau merujuk tentang hal-hal atau karakteristik biologis perempuan, laki-laki, dan lainnya. Secara sederhana gender adalah hal sosial sedangkan seks adalah hal biologis. Kekerasan berbasis gender merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh peran pelabelan berdasarkan jenis kelamin. Faktanya, kasus kekerasan ini mayoritas dialami oleh perempuan.
Kenapa mayoritas perempuan?
Sama seperti hal lainnya yang juga berlaku pada masyarakat kita, kehidupan sosial ini melihat perempuan sebagai makhluk yang lemah dan berada di bawah kontrol laki-laki. Adalah salah satu pemahaman yang melatarbelakangi timbulnya kasus kekerasan ini. Pelecehan seksual yang dialami perempuan biasanya masih sering direspon dengan sangat tidak bijaksana oleh lingkungan sosial yang budaya patriarkinya masih kuat, seperti catcalling yang dialami perempuan biasanya dianggap sebagai hal yang biasa saja dan terkadang  menyalahkan korbannya.
Sungguh miris yang menjadi korban. Tidak hanya dianggap lemah, tetapi juga ditambah sebagai pihak yang salah. Mungkin inilah yang membuat banyak perempuan lebih memilih untuk bungkam. Anggapan - anggapan masyarakat yang seperti sudah menjadi "budaya" itulah yang sepertinya karena kurang menerapkan pendidikan moral. Beberapa kasus kekerasan berbasis gender yang sering terjadi di lingkup masyarakat antara lain pelecehan seksual, perbudakan, catcalling, gender shaming, dan juga pelaksanaan kebijakan yang diskriminatif.
Ada pula dampak yang timbul karena tindakan diatas ialah terhadap individu, kelompok, atau bahkan masyarakat itu sendiri. Yang dapat mengalami khawatir berlebih, menyalahkan korban, stigma sosial, depresi, dan meningkatnya ketidaksetaraan gender. Untuk penyebab terjadinya kasus - kasus ini belum diketahui pasti. Sama seperti kasus kekerasan gender atau pelecehan seksual ini yang masih saja menjadi masalah yang belum tuntas.
Namun, ada beberapa hal yang mungkin bisa jadi penyebab adanya kasus tersebut diantaranya: anggapan pria tentang wanita lebih lemah atau korban yang mudah ditaklukan, adanya trauma masa kecil yang berhubungan dengan kekerasan seksual, pernah atau bahkan sering menonton konten - konten porno, dan lain - lain yang mungkin lebih beresiko menjadi penyebab. Entah karena kurang pengawasan atau kurangnya parenting. Yang jelas semua masalah bergantung pada dirinya sendiri.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Ada beberapa cara untuk mengindari pelecehan seksual yaitu dengan bersikap waspada terhadap sekeliling apalagi dengan orang - orang yang belum dikenal, tunjukkan bahwa kamu & kita semua kuat. Serta bila terasa mengganggu, hindari kontak mata pada yang bukan kerabat ketika di jalanan. Lebih baik dicap sebagai seseorang yang cuek atau bahkan sombong daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.Â
Dalam kasus ini sering kali pihak berwajib mengabaikan. Dengan alasan karena bisa jadi pihak perempuan yang menjadi "penggoda". Padahal jika kasus - kasus ini dibiarkan begitu saja, pelaku tidak akan sadar dan bahkan bisa melakukan hal yang lebih di luar batas wajar. Seharusnya kasus kekerasan gender dan seksual ini lebih dipertimbangkan lagi dalam penanganannya. Dengan harapan semua anggota masyarakat baik yang sudah menjadi korban ataupun pelaku bisa lebih bertoleransi (menghargai) satu sama lain.
Di era globalisasi yang sudah canggih seperti sekarang, kasus - kasus ini bisa terjadi dimana saja, salah satunya media sosial. Dengan dampak yang begitu besar jika sudah terjadi, terkadang pelaku kekerasan di media sosial menganggap kasus kekerasan ini hanya gurauan semata. Yang bisa saja dianggap menyeramkan dan mengganggu berlangsungnya kehidupan bagi korban. Semakin hari semakin terasa menghawatirkan, sebaiknya dilakukan pencegahan.
Salah satunya dengan cara diadakan penyuluhan tentang pendidikan moral yang mengajarkan sikap - sikap terhadap sesama, yang lebih muda, dan tentunya terhadap yang lebih tua. Etika - etika baik yang berlaku di masyarakat ini yang sebenarnya harus dipertahankan, bahkan dijunjung tinggi. Terumata toleransi. Dengan adanya toleransi sesama makhluk hidup golongan manusia, In Syaa Allah semua kasus - kasus mengenai gender dan kekerasan seksualitas ini tidak akan terjadi lagi, dimanapun dan kapanpun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI