Mohon tunggu...
aisyah maulidina
aisyah maulidina Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya memasak dan tidur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diabetes Melitus Pada Remaja

25 Desember 2024   21:22 Diperbarui: 25 Desember 2024   21:22 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak

Diabetes Melitus (DM) atau biasa disebut diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah (glukosa) yang tinggi, akibat gangguan pada produksi atau kerja insulin. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh pankreas untuk membantu sel-sel tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Penderita diabetes mengalami peningkatan setiap tahunnya dan satu dari dua penderita diabetes tidak mengetahui bahwa mereka telah terkena penyakit tersebut. Diabetes yang menyerang remaja umumnya diabetes tipe 1 karena sel beta pankreas menghasilkan sedikit hormon insulin yang disebabkan oleh faktor keturunan dan autoimun. Oleh karena itu, deteksi dini diabetes melitus pada anak usia remaja harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis dan keterlambatan yang berujung pada kematian.

Pendahuluan

            Persentase penderita diabetes melitus ini termasuk tinggi jika dibandingkan pada tahun 1980-an yang hanya mencapai 1,5-2,3%, namun saat ini pada tahun 2000an sudah tercatat lebih dari 40% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Proporsi remaja di Indonesia pada 2010 sebesar 18% atau sekitar 43,5 juta jiwa. Sebanyak 426.786remaja usia 10-19 di Surabaya. Jumlah remaja yang sangat besar memiliki risiko yang sangat besar pula terhadap penyakit diabetes melitus. Pola hidup remaja kini cenderung kurang teratur yang berisiko menyebabkan diabetes di kemudian hari. Sebanyak 87% remaja gemar mengkonsumsi fast food maupun junk food. Makanan/jajanan yang tersedia di pedagang kaki lima dan kantin sekolah tersebut umumnya mengandung lemak yang tinggi serta rendah akan serat, vitamin dan mineral. Penderita DM tipe 2 dianjurkan melakukan aktifitas fisik 30 menit dalam sehari sebanyak 3-4 kali dalam seminggu seperti berjalan kaki dan lari ringan.

            Selain faktor fisik, faktor psikososial juga dapat mempengaruhi risiko DM tipe 2. Menurut Shawn Talbott, dijelaskan bahwa pada umumnya individu yang sedang stress cenderung memiliki berat badan berlebih. Orang yang mengalami stres psikososial merupakan salah satu faktor risiko menderita DM (pre-diabetic risk factor). Data yang dikumpulkan dalam survei pendahuluan yaitu terkait aktivitas fisik, paparan asap rokok, pola makan, istirahat, dan stress pada siswa dan siswi. Terdapat tiga masalah kesehatan dengan jawaban tertinggi yaitu tidak menjaga pola makan, aktivitas fisik yang kurang, dan terkena paparan asap rokok. Ketiga masalah kesehatan tersebut merupakan faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus. Data juga dikumpulkan melalui pemeriksaan fisik dan kadar glukosa darah. Karakteristik responden dan riwayat kesehatan serta status kematian responden beserta anggota keluarganya didapatkan melalui pengisian formulir biodata dan kuesioner yang diberikan sebelum pemeriksaan.

Pembahasan

            Hasil penelitian menujukkan bahwa diagnosis normal kadar glukosa darah pada remaja adalah 42%, sedangkan diagnosis risiko diabetes (prediabetes) mencapai 58%. Hal ini terjadi karena kecenderungan remaja yang kurang bijak dalam mengonsumsi makanan yang disertai dengan kurangnya aktivitas olahraga secara rutin. Mayoritas responden adalah perempuan (59%). Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, dimana perempuan cenderung lebih berisiko memiliki penyakit diabetes melitus dan diabetes gestasional Usia responden terbanyak adalah pada rentang 15-19 tahun (96%). Remaja termasuk dalam kelompok usia yang konsumtif sehingga cenderung untuk mengonsumsi berbagai jenis kuliner tanpa diimbangi dengan gaya hidup sehat. Kondisi ini disebabkan karena kelelahan yang dialami oleh sel beta sehingga tidak mampu memproduksi insulin dengan jumlah yang cukup. Produksi insulin yang tidak cukup tidak dapat mengimbangi kelebihan kalori yang masuk. Akibatnya adalah kadar glukosa dalam darah terus meningkat yang akhirnya akan menjadi DM.

            Pengetahuan responden merupakan hal yang penting, karena dengan pemahaman mengenai pengetahuan tersebut, responden dapat menentukan langkah untuk mencegah diabetes melitus. Pola hidup yang tidak sehat seperti serba instan, canggih, dan santai sebagai akibat timbulnya diabetes. Pengetahuan merupakan hal yang penting untuk membentuk sebuah perilaku. Begitu pula dalam melakukan pencegahan terhadap penyakit diabetes mellitus yang memerlukan pengetahuan berupa pengertian, tanda dan gejala, faktor risiko, dan cara untuk mencegah terjadinya diabetes melitus itu sendiri. Usia remaja merupakan usia yang tepat untuk melakukan pencegahan tingkat dasar. Ini dilakukan untuk mencegah generasi yang sedang bertumbuh untuk tidak meniru atau melakukan kebiasaan hidup yang tidak sehat yang dapat memicu kesakitan/penyakit.

Kesimpulan

Pengetahuan merupakan hal mendasar untuk menyadarkan masyarakat berperilaku sehat, sehingga deteksi dini dari gejala yang ditimbulkan akan diketahui. Deteksi dini diabetes mellitus adalah tindakan awal sebagai upaya kemungkinan terkena diabetes melitus secara dini agar dapat ditangani secara memadai, sehingga kesakitan/komplikasi dapat dicegah. Deteksi dini dapat dilakukan oleh seseorang apabila mempunyai tanda dan gejala yang meliputi perubahan berat badan yang terus bertambah melebihi berat badan ideal, gejala-gejala lain seperi sering kencing, sering minum dan sering makan. Apabila terdapat tanda dan gejala tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih cepat atau secara dini diabetes mellitus melalui skrining dengan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu.

Daftar Pustaka

Andini, A., & Awwalia, E. S. (2018). Studi Prevalensi Risiko Diabetes Melitus Pada Remaja Usia 15–20 Tahun Di Kabupaten Sidoarjo. Medical and Health Science Journal, 2(1), 19-22.

Silalahi, L. (2019). Hubungan pengetahuan dan tindakan pencegahan diabetes mellitus tipe 2. Jurnal promkes, 7(2), 223.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun