Mohon tunggu...
aisyah laila
aisyah laila Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hacker Kok Bodoh?

29 Agustus 2024   09:15 Diperbarui: 29 Agustus 2024   09:29 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pusat Data Nasional (PDN) telah diretas mulai Kamis (20/6/2024) hingga Rabu (3/7/2024). Server ini diretas oleh siber jenis ransomware yang bernama "Brain Chiper". Kemkominfo (Kementrian Komunikasi dan Informatika) selaku pengelola pusat data mengakui tak memiliki back up (pencadangan) data. "Di dalam tata kelolanya, pihak Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) tidak membuat keharusan untuk membuat cadangan. Jadi, menurut saya ini kekonyolan yang sangat luar biasa," kata Sukamta dalam diskusi daring, Sabtu (29/6/2024). Menkominfo mengelak dengan alasan keterbatasan anggaran hingga menjadi sulit untuk melakukan back up data.

Padahal, menurut data yang beredar Anggaran Kominfo di tahun 2024 memiliki total Rp. 4,9 Trilyun. Dari anggaran itu, 700 miliar di rencanakan untuk belanja pengembangan Pusat Data Nasional. Sudah semestinya, anggaran sebesar 700 miliar itu sudah sangat cukup untuk melakukan back up data. Bahkan, menurut saya back up data tidak memerlukan biaya karena pasti dari pemerintah pusat telah memberikan ruang penyimpanan untuk data-data tersebut. Lantas kemana hilangnya uang sebesar 700 miliar itu? Penggelapan dana? Korupsi lagi? Negara Lucu!

Kelompok pembobol atau biasa disebut hacker meminta tebusan senilai US$ 8 juta atau setara Rp. 131 miliar. Pemerintah mengabaikannya dan menganggap hal tersebut hanya untuk menakut-nakuti saja. Pemerintah lebih memilih melakukan penyelidikan, siapa oknum dibalik pembobolan situs PDN? Apa motif dari oknum tersebut? Pihak Kementerian Kominfo agaknya sudah mengetahui identitas pelaku di balik serangan dari para hacker, tetapi hingga saat ini belum ada pernyataan khusus yang dapat diterima oleh publik. 

Sekelompok hacker digadang-gadang sebagai 'oknum pintar' karena memiliki keahlian lebih perihal teknologi, seperti meretas data-data penting negara. Beribu-ribu data dapat dilumpuhkan dalam sekejap saja. Bagaimana bisa 'oknum pintar' melakukan hal konyol dan tidak berpikir panjang akan dampak diretasnya situs PDN?

Diretasnya PDN yang mengelola layanan umum seluruh masyarakat tentu menimbulkan kericuhan dalam beberapa bulan terakhir. Beberapa layanan umum yang terdampak, yakni layanan E-KTP, BPJS kesehatan, dan layanan pendidikan. Masyarakat merasa khawatir akan data pribadi mereka jika digunakan untuk hal-hal yang tidak diinginkan.

Mengulik kembali dari pernyataan sebelumnya, jika memang hacker PDN bertujuan meminta dana kepada pemerintah, lantas mengapa mereka tidak mencoba membobol judi online saja? Judi online belakangan ini merajalela di kalangan masyarakat. Bahkan, sekarang anak SD (Sekolah Dasar) sudah mengenal yang namanya judi online. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan perputaran uang dalam judi online di Indonesia mencapai Rp327 triliun sepanjang tahun 2023.

Mirisnya lagi, judi online di Indonesia kebanyakan dimainkan oleh kaum menengah ke bawah. Bukannya mencari uang halal, mereka justru lebih memilih cara yang instan dan praktis. Hal itu dikarenakan persyaratan dalam mencari kerja yang susah serta sedikitnya lapangan pekerjaan yang memadai. Permainan ini berdampak pada permasalahan finansial, mental hingga dampaknya dapat melibatkan negara Indonesia.

Pecandu judi online cenderung menggunakan keuangannya untuk memenuhi kebiasaannya dalam berjudi. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan ekonomi seseorang. Kemudian, kerugian yang ditanggung oleh negara akibat judi online senilai Rp. 200 triliun pada 2023. Hal tersebut akan terus bertambah jumlahnya jika permainan judi online tidak segera ditangani dengan baik. Sedangkan, mengenai permasalahan mental yang diakibatkan beberapa diantaranya:

1. Ketergantungan, sama halnya dengan mengkonsumsi alkohol, sekali mencoba akan keterusan ingin mencobanya lagi.

2. Perasaan cemas, perasaan cemas yang berlebihan akan menimbulkan depresi jika tidak segera ditangani.

3. Mengalami stres, dalam permainan judi online itu tidak selalu menang ada kalanya seseorang mengalami kekalahan. Kekalahan yang ditimbulkan cenderung membuat seseorang mudah stres.

Dari ciri - ciri diatas, tindakan yang paling mungkin dilakukan oleh seseorang yakni self harm (menyakiti diri sendiri) hingga bunuh diri dan kemungkinan yang lebih buruk, yaitu membunuh orang lain akibat hilangnya kesadaran. Dapat disimpulkan bahwa judi online menimbulkan dampak yang signifikan bagi penggunanya. Pertanyaannya, apakah situs judi online susah dibobol oleh para hacker?. Berdasarkan pernyataan Putra Aji Adhari, seorang hacker terkenal asal Indonesia yang berhasil membobol situs NASA saat usianya masih 15 tahun, situs judi online kemungkinan besar bisa diretas, karena bagaimanapun situs itu dibuat oleh manusia dan mereka pasti memiliki celah. Berikut beberapa keuntungan yang diperoleh jika situs judi online berhasil diretas:

1. Penegakan hukum, peretasan bisa membantu penegak hukum mengidentifikasi aktivitas ilegal, seperti pencucian uang atau perjudian ilegal, dan menghentikannya.

2. Meningkatkan kesadaran publik, peretasan ini bisa membuka mata masyarakat terhadap risiko menggunakan situs judi online, sehingga mereka menjauhi praktik tersebut.

3. Pengurangan aktivitas illegal, jika peretasan mengakibatkan penutupan atau penurunan operasi situs, hal ini bisa mengurangi aktivitas perjudian ilegal.

Jadi, hacker itu pintar atau bodoh? Sebenarnya, huru-hara hacker ini bisa dijadikan pertimbangan bagi pemerintah Indonesia. Tugas pemerintah di sini untuk memberikan wadah bagi para hacker agar bisa menggunakan kemampuannya untuk hal yang lebih bermanfaat. Dengan memberikan ruang kerja bagi para hacker tersebut, situs-situs di Indonesia yang sekiranya kurang aman menjadi lebih aman karena mereka lebih ahli dalam bidang teknologi.

Pemerintah dapat memberikan upah yang setara berdasarkan tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan oleh para hacker. Namun kembali lagi, bagaimana pemerintah akan menyikapi hal ini? Apakah potensi sebesar itu akan dibiarkan begitu saja? Indonesia tidak kekurangan orang pintar, hanya saja pemerintahnya yang kurang mumpuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun