Mohon tunggu...
aisyahcahyani
aisyahcahyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Di balik setiap tulisan, ada percikan hati yang tak terucapkan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Perjalanan Emosi Dalam Luka dan Harapan: Resensi Novel Namaku Alam Karya Leila S. Chudori

16 Desember 2024   12:00 Diperbarui: 16 Desember 2024   12:02 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Aisyah Cahyani

Namaku Alam tidak hanya berkisah tentang penderitaan, tetapi juga perjuangan untuk memaafkan dan menerima diri sendiri. Luka yang Alam bawa membuatnya menyimpan dendam, tetapi di sisi lain, dendam itu menjadi bahan bakar untuk bertahan. Selain itu juga Alam mengalami diskriminasi, Alam menyimpan dendam terhadap mereka yang telah menyudutkan keluarganya, tetapi ia juga terus mencari cara untuk berdamai dengan kenyataan. Pembaca dibawa pada perjalanan emosional yang penuh liku, melihat bagaiamana dendam dan pengampunan dapat berjalan beriringan dalam diri seseorang.

Leila menghadirkan perjalanan batin yang penuh liku. Pembaca diajak untuk memahami bahwa dendam bukan sekadar ekspresi kemarahan, tetapi juga refleksi dari rasa sakit yang belum terobati. Di sisi lain, buku ini menunjukkan bahwa perjalanan menuju penerimaan dan pengampunan tidak pernah mudah, tetapi selalu mungkin. Leila dalam penulisan menggunakan gaya bahasa yang khas, memadukan narasi yang puitis dengan deskripsi yang tajam. Setiap kata terasa hidup, membuat pembaca tenggelam dalam pergulatan batin Alam. Buku ini menjadi cermin bagi banyak orang, terutama mereka yang memiliki luka emosional yang belum termaafkan.

Menghidupkan Sejarah Melalui Perspektif Personal

Salah satu kekuatan utama Namaku Alam karya Leila S. Chudori adalah kemampuannya menyajikan sejarah besar Indonesia melalui kisah pribadi yang menyentuh hati. Dalam novel ini, tragedi politik tahun 1965 menjadi latar belakang yang kuat, tetapi bukan sekadar sebagai kronik peristiwa. Leila membawa pembaca ke dalam kehidupan Segara Alam, seorang anak yang tumbuh di tengah tekanan sosial akibat stigma terhadap ayahnya, seorang eksil politik.

Melalui perspektif personal ini, pembaca diajak memahami dampak panjang tragedi politik pada individu dan keluarga. Segara Alam tidak hanya harus menanggung beban masa lalunya sendiri, tetapi juga harus menghadapi stigma sosial dan diskriminasi yang diwariskan oleh sejarah. Ayahnya, yang dicap sebagai pengkhianat bangsa, menjadi alasan keluarga mereka dipandang rendah. Stigma ini tidak hanya memengaruhi kehidupan sosial mereka, tetapi juga membentuk kepribadian Alam.

Pengalaman Alam menggambarkan bagaimana peristiwa besar dalam sejarah nasional dapat menghancurkan kehidupan individu secara personal. Ingatan-ingatan pahit, ketidakadilan yang terus terjadi, dan rasa kehilangan yang mendalam dihidupkan melalui kemampuan photographic memory-nya. Pembaca tidak hanya membaca sejarah sebagai fakta, tetapi juga merasakan dampaknya melalui sudut pandang seorang anak yang tumbuh dengan luka yang sulit disembuhkan.

Leila S. Chudori berhasil menunjukkan bahwa sejarah tidak hanya milik mereka yang tercatat dalam buku-buku pelajaran. Sejarah juga hidup di dalam ingatan orang-orang kecil, yang suaranya sering kali tak terdengar. Perspektif personal inilah yang membuat Namaku Alam menjadi begitu relevan dan menggugah, menghubungkan peristiwa besar dengan emosi dan pengalaman manusia.Leila S. Chudori, melalui novelnya Namaku Alam, menghadirkan kisah yang penuh emosi tentang Segara Alam, seorang anak laki-laki yang hidup dalam bayang-bayang trauma, diskriminasi, dan dendam. Di tengah pergulatan batinnya, Alam tumbuh menjadi pribadi yang tempramental, dilengkapi dengan kemampuan photographic memory yang lebih sering menjadi kutukan daripada anugerah.

Namaku Alam adalah novel yang menyentuh, reflektif, dan penuh makna. Melalui sosok Segara Alam, Leila S. Chudori mengajak pembaca menyelami pergulatan batin seorang anak yang hidup dalam bayang-bayang sejarah, diskriminasi, dan trauma. Buku ini tidak hanya menawarkan cerita tentang penderitaan, tetapi juga harapan, persahabatan, dan perjuangan untuk menerima kenyataan. Bagi Anda yang mencari bacaan yang memadukan kisah personal dengan konteks sejarah yang kuat, Namaku Alam adalah pilihan yang tepat. Novel ini memberikan ruang untuk merenungkan luka kolektif dan cara kita sebagai manusia berusaha untuk terus melangkah, meski hidup penuh dengan luka dan kenangan pahit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun