Mohon tunggu...
Aisyah Anggita
Aisyah Anggita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya

Saya adalah seorang mahasiswi aktif di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya sejak tahun 2021, memilih program Studi jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Saya merupakan orang yang aktif dan memiliki minat yang tinggi dalam segala bidang terutama membaca dan menulis, guna menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan serta bakat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jepang dan Asia Timur, Kebijakan Keamanan Internasional

3 Maret 2023   04:20 Diperbarui: 3 Maret 2023   08:02 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan AS dapat bermata dua bagi keamanan kawasan Asia Timur, pada satu sisi dapat menjadi stabilisator dengan menciptakan perimbangan kekuatan namun disisi lain dapat memicu meruncingnya persaingan diantara negara-negara dikawasan tersebut karena merasa terancam dengan kebijakan yang ditujukan AS khususnya kepada negara sekutunya dikawasan ini seperti Jepang dan Korea Selatan. 

Serta tidak dapat dipungkiri juga bahwa saat AS merasa sudah tidak mampu atau tidak lagi memiliki kepentingan di kawasan Asia Timur, AS akan menarik diri dari kawasan tersebut dan membuka pintu persaingan secara terbuka khususnya dalam bidang militer dikawasan ini. Hingga Jepang memiliki kekhawatiran sendiri di kawasan Asia Timur, dimana adanya ancaman nuklir dari Korea Utara, kebangkitan militer China, selain itu kekhawatiran terhadap komitmen Amerika Serikat terhadap strategi di kawasan Asia-Pasifik. Untuk mengurangi ancaman resiko tersibut, Perdana Menteri Koizumi memperkuat aliansi keamanannya dengan Amerika Serikat. 

Pada tahun 2003, diputuskan untuk memperbaiki sistem Ballistic Missile Defense (BMD) yang memerlukan pembagian informasi, perintah bersama, kontrol dengan Amerika Serikat dan menawarkan kemungkinan operasi pertahanan militer bersama.  Pada tahun 2004, disahkan Tujuh Undang-Undang Kontijensi mengenai kedaruratan militer dan koordinasi dengan pasukan Amerika Serikat. Akan tetapi, hubungan aliansi Amerika Serikat-Jepang sempat mengalami ketegangan pada masa Partai Demokrat Jepang (DPJ) tahun 2009-2012. 

Partai Demokrat Jepang menafsirkan bahwa aliansi berarti mengalami kesetaraan peran yang lebih independen dan aktif. Partai Demokrat Jepang menarik misi MSDF di Samudra Hindia pada tahun 2010 dan lebih berfokus kepada dukungan sipil di Afghanistan. Untuk memastikan hubungan kerjasama militer dengan Amerika Serikat, pemerintah mencoba mengurangi jumlah pangkalan Amerika Serikat di Okinawa. 

Kemudian, dalam Status of Forces Agreement (SOFA) menekan Amerika Serikat untuk menyerahkan personil militernya yang dicurigai melakukan kejahatan kepada pihak berwenang Jepang. Namun, Partai Demokrat Jepang gagal menerapkan kebijakannya dan meninggalkan masalah yang belum terselesaikan

Pada tahun 2012 terpilih Perdana Menteri Shinzou Abe. Pada masa pemerintahannya, Jepang mendukung kebijakan pertahanan Amerika Serikat di China. Pada tahun 2013, Perdana Menteri Abe mengadakan kerjasama dengan Amerika Serikat mengenai kontingen zona abu-abu, yaitu situasi dimana tidak terjadi damai atau konflik bersenjata melalui Undang-Undang Rahasia Negara yang memungkinkan pembagian intelejen dengan AS.

Dalam kasus serangan rudal di Amerika Serikat, Jepang dapat memberikan bantuan militer melalui penyebaran sistem BMD di laut. Walaupun banyak yang berpendapat bahwa keputusan Jepang kemungkinan besar akan dibuat dibawah tekanan Amerika Serikat.

Jepang memiliki keinginan untuk memiliki kebijakan keamanan yang sah dan memiliki peran bagi kawasannya. Akan tetapi, dalam prosesnya diplomasi keamanan Jepang bertentangan dengan keinginan China dan Korea untuk menjaga Jepang agar terlepas dari kecenderungan dan peran keamanannya dari Amerika Serikat. Salah satu permasalahan yang terjadi di Semenanjung Korea, menggambarkan perjuangan Jepang untuk ikut terlibat.

Perubahan dalam kebijakan keamanan Jepang dilihat dari penilaian Tokyo yang melihat bahwa lingkungan keamanan kawasan semakin keras. Faktor penting yang menjadi pertimbangan kebijakan keamanan dan pertahanan Jepang adalah kebangkitan China yang mengakibatkan adanya pergeseran keseimbangan kekuatan di Asia Timur akibat konflik Laut China Selatan dan konflik teritorial yang semakin meningkat. Pergeseran perimbangan kekuatan yang terjadi di Asia Timur memiliki konsekuensinya sendiri. 

China sudah mampu mempercepat moderniasasi pertahanannya, melalui sikap yang lebih tegas dalam lingkungan kawasannya dan klaim wilayah di Laut China Timur dan Selatan. Kebijakan keamanan Jepang dibentuk dengan aliansinya yaitu Amerika Serikat. Kebangkitan China, membuat Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Barack Obama mengeluarkan strategi penyeimbangan kembali di Asia dengan Jepang sebagai batu lompatannya. Asia Timur dipilih sebagai sub regional Asia dengan konsentrasi kekuatan militer yang besar dan di mana negara-negara memiliki pandangan keamanan yang beragam, serta sistem politik yang berbeda. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun