Penasihat terdekat Jokowi, terutama Luhut dan Sukma, bersikap pragmatis dalam pendekatan mereka dan hanya memiliki sedikit waktu untuk hasutan tentang masalah diplomatik dan keamanan. Tulisan Sukma dan tindakan Luhut di Singapura membuktikan hal itu. Mereka berusaha untuk melanjutkan pendekatan perdamaian dan kooperatif SBY yang luas terhadap hubungan Indonesia dengan negara tetangga dan negara-negara besar.
Akan tetapi, yang lain termasuk beberapa diplomat senior di kementrian luar negeri dan para pemimpin PDIP, lebih terpikat dengan retorika nasionalis yang dimaksudkan untuk menempatkan negara-negara tetangga ditempat mereka, dan kebijakan luar negeri yang menekankan kemerdekaan dari pengaruh barat.
Sementara kedekatan Luhut dan Sukma dengan presiden menunjukan bahwa mereka kemungkinan akan menang dalam debat kebijakan, mereka mungkin tidak menang dalam debat kebijakan internal secepat atau setegas yang mereka miliki di bawah SBY, yang keinginan utamannya untuk menghindari ketegangan dengan para pemimpin asing lainnya. Kurangnya minat Jokowi dalam urusan luar negeri akan memperbesar perbedaan pendapat.
Kaum nasionalis di PDIP, kementrian luar negeri, dan legislatid dapat mendorong kebijakan luar negeri Indonesia ke arah yang lebih nasionalis, mereka tidak berusaha untuk merombak kebijakan luar negeri Indonesia secara lebih luas. Falam orientasi umumnya, Indonesia dapat diharapkan untuk mempertahankan sedikit condong ke barat yang didirikan di bawah SBY, sambil mengambil sikap yang nasionalis pada isu-isu spesifik. Isu-isu yang telah dilakukan di masa lalu termasuk kebijakan perdagangan dan ekonomi mikro, yang cenderung ke arah proteksionis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H