Mohon tunggu...
Aisyah Gaswati
Aisyah Gaswati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi STEI SEBI

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Kaidah Fiqhiyah dalam Transaksi Keuangan

17 Januari 2024   09:27 Diperbarui: 17 Januari 2024   09:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Kaidah di atas berasal dari hadits, berdasarkan hadits-hadits larangan yang bermakna adanya tambahan pada pinjaman. Makna larangan "mengambil hadiah atau tambahan dari pinjaman" ini diriwayatkan pula dari sejumlah shahabat. Bahkan, tiada silang pendapat di kalangan ulama tentang keharaman hal tersebut.

Contoh Penerapan dalam Kaidah:

     Bila si peminjam memberi tambahan atau hadiah pada awal akad pinjaman atau pada masa pertengahan peminjaman, hukum terhadap tambahan atau hadiah tersebut adalah riba sebagaimana yang telah dijelaskan. Namun, bila si peminjam memberi tambahan atau hadiah setelah melunasi pinjaman, tanpa ada kesepakatan sebelumnya, hal tersebut tidaklah mengapa.

"Allah Menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba"

     Kaidah ini menunjukkan bahwa Islam menjunjung tinggi kegiatan ekonomi berdasarkan prinsip keadilan, kerjasama dan saling menguntungkan, serta melarang kegiatan ekonomi berdasarkan prinsip penindasan, penipuan dan saling merugikan.

Contoh penerapan dalam kaidah;

Dalam bertransaksi seseorang harus memenuhi syarat2 tertentu untuk melakukan perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang dan jasa sesuai dengan kesepakatan bersama tanpa adanya riba.

"Pengikut itu hukumnya mengikuti sesuatu yang dia ikuti"

Maksud dari kaidah ini adalah apabila ada sesuatu yang keberadaannya mengikuti sesuatu yang lain, maka hukumnya juga mengikuti sesuatu yang lain tersebut.

Contoh penerapan dalam kaidah;

     Ketika kita menyembelih misalnya sapi dan ternyata ketika disembelih sapinya dalam keadaan ada anaknya di dalam perutnya. Ketika kita sembelih dan anaknya ketika keluar sudah mati, maka anak yang belum disembelih tersebut boleh kita makan walaupun sudah mati. Justru ketika sudah mati itulah hukumnya mengikuti sembelihan ibunya. Kalau induknya mati karena disembelih dengan cara yang syar'i, maka janin yang sudah mati tersebut boleh kita makan. Hal ini karena sembelihannya tersebut mengikuti sembelihan induknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun