Mohon tunggu...
Aisyah Amira Wakang
Aisyah Amira Wakang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Airlangga

Cogito ergosum

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Di Balik Film "Lara Ati" Karya Bayu Skak terdapat Kritik dan Gebrakan untuk Berkarya

13 September 2022   12:19 Diperbarui: 13 September 2022   12:21 4586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Poster Lara Ati (Instagram @base.id)

Di sore hari yang sedikit redup nan sejuk, kantor Harian Disway didatangi oleh rombongan pemain lokadrama "Lara Ati". Mereka adalah Bayu Skak (sebagai Joko), Dono Pradana (Fadli), Indra Pramujito (Riki), Sahila Hisyam (Farah), dan Ciccio Manassero (Alan). 

Baru saja berkumpul di halaman depan, mereka langsung berfoto di depan mural Harian Disway dan melanjutkan bincang-bincang bersama kami di dalam kantor.

Lokadrama Lara Ati sendiri berhasil menempati urutan 10 besar rating televisi nasional sejak penayangannya. Hal ini tentu menjadi kejutan bagi Bayu dan kawan-kawan sebab mereka tidak pernah mengira antusias masyarakat akan setinggi itu. Apalagi lokadrama ini menjunjung budaya lokal Jawa Timur yang menggunakan bahasa Jawa asli dalam penayangannya. 

"Bayangkan nih di film Lara Ati ada Jawa, ketemu Sunda, Madura, dan itu full. Ketika orang madura ngomong bahasa madura itu full," ujar Dono Pradana yang berperan sebagai Fadli sahabat Joko, pada Selasa (7/9/2022).

Alih-alih pesimis karena takut candaan yang tidak masuk atau bahasa yang tidak dimengerti walaupun terdapat subtitle, lokadrama ini justru mendapat perhatian hangat dari masyarakat Indonesia.

"Upaya yang dilakukan oleh kami ini adalah upaya yang dilakukan untuk mendisrupsi apa yang selama ini disajikan di pertelevisian kita. Dan syukur sekali, banyak masyarakat yang komentarnya itu gila 'aku udah lama lo nggak nonton TV, gara-gara ini aku nonton TV lagi.'" Ujar Bayu yang juga antusias mendapat cerita dari followers-nya. 

Disana, Bayu juga mempertegas bahwa series Loro Ati yang tayang di SCTV tidak bisa disamakan dengan sinetron, oleh karena itu dirinya menyebut series tersebut sebagai lokadrama. Lokadrama sendiri merupakan istilah kiasan yang ia ciptakan untuk membedakan teknis produksi sinetron dan hasil karyanya. 

"Karena aku menentang sekali ketika ini dinamakan dengan sinetron. Aku tidak sedang membuat sinetron. Yang kami lakukan adalah, kami sudah jelas di kontrak itu kami akan berhenti sejumlah 30 episode," jelas Bayu. 

Bayu selaku sutradara film juga menjelaskan bahwa pertelevisian di Indonesia terlalu sentralis karena selalu menayangkan kehidupan masyarakat ibu kota Jakarta. Sementara masyarakat di daerah ibarat dihambat untuk berkarya.

Dengan mengangkat budaya lokal Jawa Timur, Bayu memilih Kota Surabaya sebagai lokasi syuting. Berbeda dengan film-film yang pernah berhasil ia buat, seperti Yowis Ben yang berlokasi di Kota Malang, Surabaya dipilih sebagai Ibu Kota Jawa Timur yang memiliki nilai historis panjang. Bahkan dirinya juga bercerita bahwa kakek-neneknya pernah berjuang matek-matek an dalam peristiwa 10 November. Kedekatan sejarah itulah yang membuat Bayu akhirnya tertarik mengangkat Kota Pahlawan tersebut.

Baginya, Surabaya adalah tempat di mana ia tersadar bahwa masyarakat di daerah kurang memiliki kesempatan untuk berkarya karena desentralisasi yang sebelumnya ia singgung. 

"Itu adalah gebrakan, suarakan, ke ibu kota (Jakarta) bahwa 'Ayo kene yo isok iki!' Lak mbiyen awakdewe iki dicelok karo bung Tomo lak saiki arek-arek iku tak celok, ayo iki perang yoan. Gak perang masalah tembak-tembak an lo yo. Iki perang berkarya iki," ujarnya bersungut-sungut.

Hal ini pun terbukti ketika melihat antuasias masyarakat untuk casting di Lendmarc Mall Surabaya. Dari 60 orang yang dicari, sebanyak 1.437 orang dari berbagai suku telah mendaftar dan atri. Namun, Bayu sendiri memperjelas bahwa dirinya tidak ingin masyarakat salah paham tentang 'mengunggulkan' budaya Jawa.

"Yang saya ingin suarakan itu adalah semangat hiperlokalnya, ya saya mengangkat identitas saya sendiri, saya orang Jawa. Namun, jadikan ini sebagai semangat kepada semuanya di seluruh tanah air. Bahwa ya, kalau misalkan kalian punya kedaerahan dari manapun asalnya, itu junjung tinggi, jangan malu-malu," terang Bayu.

Menimpali pendapat Bayu, Dono, Ciccio, dan Sahila juga sependapat bahwa kedaerahan harus dijunjung tinggi. Bahkan masyarakat juga harus tolerir dengan keragaman di Indonesia. Bayu dan kawan-kawan berharap, kesuksesan Lara Ati tidak hanya berhasil dalam lokadrama saja tetapi juga pada film Lara Ati yang akan tayang di bioskop tanggal 15 September 2022 nanti. 

Lara Ati sendiri merupakan drama komedi yang menceritakan kehidupan tiga sahabat, yakni Joko, Riki, dan Fadli. Mulai dari masalah karir, keluarga, pertemanan, hingga romance dibalut epik di sini.  Berbeda dengan lokadramanya, kisah di film mungkin akan lebih plot twice dibandingkan ending seriesnya. 

Penulis: Aisyah Amira Wakang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun