Mohon tunggu...
Aisyah
Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Membaca

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film "Belle : Ryuu to Sobakasu No Hime (2021)"

16 September 2024   20:42 Diperbarui: 16 September 2024   21:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Review Film "Belle : Ryuu to Sobakasu No Hime (2021)"


Film "Belle : Ryuu to Sobakasu No Hime (2021)" rilis untuk pertama kalinya pada tanggal 15 Juli 2021 di Festival Film Cannes 2021, dan mulai ditayangkan di Indonesia pada 12 Januari 2022, film ini di sutradarai oleh Mamoru Hosada di bawah naungan
rumah produksi Studio Chizu, beserta tokoh tokohnya yang terdiri dari Suzu Naito, Shinobu Hisatake, Shinjiro Chikami, Rumah Watanabe, Hiroka Betsuyaku, dan tokoh tokoh penting lainnya, film ini memiliki beberapa genre yang di inovasikan oleh sang
sutradara, namun genre yang paling utama ialah Fiksi Ilmiah.


Mengapa fiksi ilmiah? Karena film "Belle : Ryuu to Sobakasu No Hime (2021)" menunjukkkan dunia virtual yang canggih, dunia virtual "U" dalam film ini adalah sebuah media online yang membuat pengguna dapat menciptakan avatar sesuai keinginannya
sendiri, pengguna juga bisa berinteraksi dengan pengguna lain dari seluruh dunia secara online, tokoh utama film ini Suzu Naito, merupakan gadis remaja pemalu dan tertutup, namun dia menemukan dunia virtual "U" dan menjadikannya pelarian.
Suzu Naito menjadi penyanyi terkenal kelas dunia di dunia virtualnya "U", dengan karakter avatarnya yang cantik, dan di beri nama Belle, Suzu mendapat kepercayaan diri yang tak pernah ia miliki sebelumnya, di lain sisi, ketenarannya sebagai penyanyi justru mengundang perhatian sosok misterius, sosok yang digambarkan seram, atau menakutkan dan tidak seharusnya dikenal orang-orang, yang pada akhirnya Belle dan sang sosok misterius bertemu, Suzu sebagai sosok nyata dari Belle setelah
pertemuannya dengan sosok misterius mulai belajar, untuk menerima dirinya sendiri dan
menghadapi masa lalunya.


Film "Belle : Ryuu to Sobakasu No Hime (2021)" ini menonjol dengan kemampuannya menyajikan tema-tema universal seperti identitas, kehilangan, dan kekuatan musik melalui pendekatan yang sederhana namun mendalam. Cerita tentang Suzu, seorang gadis remaja yang mencari jati diri di dunia virtual, terasa sangat relatable dan mampu menggerakkan emosi penonton. Selain itu, karakter-karakter pendukung dalam film ini memberikan kontribusi signifikan yang memperkaya alur cerita. Pesan positif yang disampaikan, seperti pentingnya menerima diri sendiri, mengejar mimpi, dan nilai hubungan antar manusia, disampaikan dengan cara yang inspiratif, memotivasi penonton untuk meraih versi terbaik dari diri mereka.


Meskipun film "Belle : Ryuu to Sobakasu No Hime (2021)" menawarkan visual yang memukau dan alur cerita yang menarik, film ini tidak luput dari kekurangan. Salah satu kritik utama terletak pada perkembangan karakter Suzu, di mana transisinya dari
seorang gadis pemalu menjadi bintang virtual yang percaya diri terasa terlalu cepat dan kurang mendalam. Proses transformasi ini seolah dipercepat, membuat penonton sulit merasakan perubahan karakter secara natural. Selain itu, alur cerita yang terburu-buru dalam menjelaskan hubungan antara dunia nyata dan dunia virtual membuat beberapa
elemen terasa tidak terhubung dengan baik, sehingga penonton harus berupaya lebih keras untuk memahami konteks secara keseluruhan.


Ambisi film ini dalam menyatukan banyak tema, seperti identitas, kehilangan, cinta, dan musik, juga menjadi tantangan tersendiri. Walaupun tema-tema tersebut kaya dan relevan, banyak di antaranya yang kurang dieksplorasi secara mendalam, sehingga pesan yang ingin disampaikan terkadang terasa dangkal. Lalu keindahan visual, meskipun menjadi salah satu kekuatan film, dalam beberapa adegan terlihat lebih seperti pameran visual daripada elemen yang benar-benar membangun narasi, di sisi
lain, ending yang terbuka juga menjadi subjek perdebatan, karena meskipun memberikan ruang bagi interpretasi penonton, banyak pertanyaan penting yang dibiarkan menggantung tanpa jawaban memuaskan. Akibatnya, penonton mungkin
merasa kurang puas dengan penutupan cerita, seolah masih ada bagian yang belum terselesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun