Mohon tunggu...
Aisya Amelia
Aisya Amelia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Prodi S-1 Akuntansi

Today is your opportunity to build the Tomorrow you want.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dugaan Praktik Korupsi PT INDOFARMA Tbk Serta Dampaknya Terhadap Etika Bisnis Dan GCG

30 Juni 2024   20:49 Diperbarui: 1 Juli 2024   08:10 2370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus korupsi yang terus terjadi dan terungkap menjadikan Indonesia sebagai negara yang masih bermasalah dengan korupsi dan pencegahannya. Hal ini diperparah dengan beberapa kasus yang terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dilakukan oleh para petinggi atau manajemen tingkat atas yang seharusnya diharapkan dapat membantu perekonomian Indonesia ini malah menimbulkan kerugian negara.

Dilansir dari databoks, menurut hasil pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) jumlah kasus korupsi BUMN yang masuk pada tahap penyidikan periode 2016-2021 mencapai 119 kasus. Dan sampai sekarang masih bertambah. Hal ini membuktikan bahwa implementasi Good Corporate Governance pada BUMN di Indonesia masih sangat lemah.

Pada tanggal 20 mei 2024, BPK melaporkan PT Indofarma Tbk (INAF) dan anak usahanya PT Indofarma Global Medika mengenai terjadinya potensi fraud atau kecurangan. Dilansir dari bpk.go.id, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara senilai Rp 371M pada PT Indofarma dan anak usahanya. Temuan terindikasi fraud atau kecurangan meliputi: Transaksi jual-beli fiktif, pinjaman online (fintech) menggunakan nama pribadi karyawan, pengadaan alat kesehatan tanpa adanya studi kelayakan, penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer, dan penempatan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara.

Dugaan praktik korupsi dari kasus PT Indofarma ini menunjukan salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pengawasan dari kementerian BUMN. Korupsi akan berdampak signifikan terhadap penerapan etika bisnis dan Good Corporate Governance. Dalam konteks etika bisnis, korupsi menyebabkan hancurnya integritas dan hilangnya kepercayaan yang seharusnya menjadi dasar hubungan bisnis dan sehat. Seperti yang dilakukan PT Indofarma Tbk yang melakukan pinjaman online (fintech) dengan menggunakan nama pribadi karyawan untuk kepentingan perusahaan termasuk dalam pelanggaran etika bisnis yang tidak menuntut transparansi dan integritas dalam pengelolaan perusahaan. Kemudian dari sisi Good Corporate Governance, korupsi mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan oleh manajemen dan menunjukan lemahnya mekanisme kontrol dan pengawasan yang seharusnya memastikan berjalannya prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance seperti transparansi, akuntabilitas dan keadilan dalam operasional perusahaan. Kemudian berakhir pada kestabilan operasional dan finansial perusahaan, serta mengurangi daya saing perusahaan di pasar. Selain itu, perusahaan yang terlibat dalam praktik korupsi berisiko menghadapi sanksi hukum dan kehilangan kepercayaan dari pemangku kepentingan, yang dapat berdampak negatif pada kelangsungan bisnis jangka panjang.

Merancang kebijakan anti korupsi dapat menjadi solusi yang tepat bagi perusahaan untuk mencegah, mendeteksi, dan menindak praktik korupsi di perusahaan. Kebijakan ini harus sesuai dengan nilai-nilai perusahaan, peraturan yang berlaku, dan industri tempat perusahaan beroperasi. Merancang kebijakan anti-korupsi untuk sebuah perusahaan memerlukan pendekatan yang komprehensif dan menyeluruh. Pertama, kebijakan tersebut harus dimulai dengan komitmen tegas dari manajemen tertinggi, menciptakan lingkungan yang mendukung integritas dan transparansi. Kebijakan ini harus mencakup definisi yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai tindakan korupsi, seperti penyuapan, gratifikasi ilegal, dan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, perusahaan harus menetapkan prosedur yang jelas untuk melaporkan dan menangani insiden korupsi, termasuk perlindungan bagi pelapor (whistleblower) untuk memastikan bahwa mereka tidak akan mengalami pembalasan.

Selanjutnya, kebijakan anti-korupsi harus diintegrasikan ke dalam budaya perusahaan melalui pelatihan reguler dan komunikasi yang efektif kepada semua karyawan. Perusahaan harus menerapkan sistem audit dan pemantauan yang ketat untuk mendeteksi dan mencegah tindakan korupsi. Selain itu, sanksi yang tegas harus diberlakukan bagi pelanggaran kebijakan ini, menunjukkan bahwa perusahaan serius dalam menegakkan integritas. Kolaborasi dengan pihak eksternal, seperti pemerintah dan organisasi non-pemerintah, juga penting untuk memperkuat upaya anti-korupsi dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat membangun reputasi yang baik dan menciptakan lingkungan bisnis yang etis dan transparan.

PENULIS (Kelompok 7)

Aisya Amelia Muhammad       (201011201253)

Devy Anasefitri                            (201011200938)

Viona Selia Mazid                       (201011201010)

Delsiana Dendo                            (201011201405)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun