Keluarga Berencana Membuat Angka Kelahiran Turun? Bagaimana sih Pandangan Islam terhadap Keluarga Berencana? Yuk, Simak Penjelasannya!
Belakangan ini sedang ramai tentang adanya tren penurunan angka kelahiran di Indonesia. Hal tersebut merupakan isu yang sangat menarik untuk dibahas karena banyaknya pendapat dari berbagai sudut pandang akan topik tersebut. Dengan adanya tren penurunan angka kelahiran, akankah ini menjadi keuntungan atau malah ancaman bagi Indonesia?
Terlepas dari keuntungan atau ancaman bagi sebuah negara, penurunan angka kelahiran di Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh dengan pemakaian alat kontrasepsi. Â Alat kontrasepsi adalah alat yang berguna untuk mencegah atau menunda kehamilan.
Dalam sebuah kehidupan rumah tangga, pilihan untuk memiliki anak merupakan sebuah keputusan besar yang perlu dipertimbangkan. Sebab, pilihan tersebut akan berpengaruh selama kehidupan berjalan, baik dari segi sosial, ekonomi, ataupun kesehatan. Oleh karena itu, Keluarga Berencana (KB) menjadi pilihan bagi pasangan suami istri untuk menunda, membatasi jumlah anak atau bahkan memilih untuk tidak memiliki anak.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang banyak. Mayoritas warga negara Indonesia pemeluk agama Islam. Dalam Islam pun, masih cukup sensitif pendapat tentang praktik Keluarga Berencana (KB) ini. Lalu, bagaimana sih sebenarnya pandangan Agama Islam terkait dengan Keluarga Berencana (KB)? Yuk, simak penjelasan berikut.
Dalam Islam, terdapat beberapa ayat Al-Quran yang dapat dijadikan landasan tentang praktik KB.
Q. S. An-Nisa' ayat 9:
Artinya: "Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya)"
Ayat di atas menjelaskan untuk memperhatikan Nasib anak-anak mereka apabila menjadi yatim. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan di kemudian hari anak-anak yang lemah dalam keadaan yatim yang belum mampu mandiri di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan-nya lantaran mereka tidak terurus, lemah, dan hidup dalam kemiskinan. Untuk itu selalu bertaqwa kepada Allah dan gunakan perkataan yang lembut.
Q. S. Al-Baqarah ayat 233:
Artinya: "Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan"
Islam sebagai agama secara mendalam telah memberikan konsep hak asasi manusia (HAM) dalam ajaran-ajarannya. Imam al-Ghazali merumuskan lima hak dasar yang melekat pada setiap manusia, yang disebut al-Kulliyyat al-Khamsah. Kelima hak tersebut mencakup: hak untuk mempertahankan hidup (hifzh al-nafs), hak untuk memiliki harta benda (hifzh al-mal), hak untuk kebebasan berpikir (hifzh al-aql), hak untuk mempertahankan keturunan (hifzh al-nasl), dan hak untuk kebebasan beragama (hifzh al-din). Jika kelima hak tersebut dapat terpenuhi dengan baik dan adil, maka kemaslahatan masyarakat akan tercapai. Sebaliknya, apabila hak-hak tersebut belum terakomodasi, atau bahkan tidak ada sama sekali, berarti kemaslahatan dalam kehidupan publik belum dapat terwujud.
Lalu dari sudut pandang ulama, terdapat beberapa ulama yang memperbolehkan KB antara lain, Yusuf Qaradhawi, Imam Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut. Mereka berpendapat bahwa praktik KB boleh dilakukan dengan adanya ketentuan antara lain: untuk menjaga kesehatan ibu, menghindari kesulitan ibu, dan untuk menjarangkan anak.
Sedangkan beberapa ulama yang melarang antara lain Madkhour, Abu A'la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan. Dan Syaed Abi Bakr berpendapat diharamkannya penggunaan suatu alat kontrasepsi yang memutuskannya kehamilan melalui sumbernya.
Dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan program Keluarga Berencana (KB) selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. MUI menekankan pentingnya kesehatan reproduksi, jarak kelahiran, dan kesejahteraan keluarga. Namun, MUI juga memberikan batasan, seperti melarang penggunaan metode KB permanen kecuali jika ada alasan medis yang sah.
Jadi kesimpulannya, Keluarga Berencana (KB) dalam pandangan agama Islam diperbolehkan dengan adanya syarat tertentu seperti tujuan dan metode kontrasepsi yang digunakan. Beberapa ulama setuju penggunaan alat kontrasepsi asalkan tidak memutus kehamilan secara permanen selain dengan alasan medis yang jelas. Selain itu, KB juga diperbolehkan asal tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H