Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Bankir - SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Google Didenda 202,5 Miliar, Tantangan Baru untuk Dominasi Teknologi

22 Januari 2025   16:38 Diperbarui: 22 Januari 2025   16:38 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Google Didenda Rp 202,5 Miliar, Tantangan Baru untuk Dominasi Teknologi

Kasus denda Rp 202,5 miliar yang dijatuhkan kepada Google oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Indonesia menarik perhatian besar. Langkah ini diambil setelah Google dianggap melakukan praktik bisnis yang tidak adil dengan mewajibkan pengembang aplikasi menggunakan sistem pembayaran Google Play Billing. Dengan pangsa pasar Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara masyarakat Indonesia berinteraksi, berbisnis, dan berinovasi. Dalam ekosistem ini, platform teknologi besar seperti Google memiliki peran dominan yang tidak bisa diabaikan. Dengan pangsa pasar yang mencapai 93% di Indonesia, dominasi Google menciptakan tantangan besar bagi pengembang lokal untuk bersaing secara adil. Keputusan ini menjadi langkah penting dalam memastikan keadilan dalam ekosistem digital yang semakin berkembang pesatsektor aplikasi digital, Google telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital masyarakat Indonesia. Namun, dominasi ini tidak lepas dari kontroversi. Salah satu isu utama yang muncul adalah kebijakan sistem pembayaran Google Play Billing, di mana pengembang aplikasi diwajibkan menggunakan sistem ini dengan potongan hingga 30% dari pendapatan mereka.

Kebijakan ini memicu protes dari berbagai pihak, terutama pengembang aplikasi lokal yang merasa terbebani oleh biaya tinggi dan kurangnya alternatif. Dalam konteks inilah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Indonesia melakukan investigasi mendalam sejak tahun 2022. Investigasi ini akhirnya berujung pada keputusan untuk menjatuhkan denda sebesar Rp 202,5 miliar kepada Google, yang dianggap telah melakukan praktik bisnis yang tidak adil.

Langkah ini menjadi tonggak penting dalam upaya Indonesia untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih adil dan kompetitif. Dengan semakin banyaknya pelaku usaha yang bergantung pada platform digital, perlindungan terhadap persaingan usaha yang sehat menjadi semakin krusial. Keputusan ini juga menunjukkan keberanian Indonesia untuk menghadapi raksasa teknologi global, sebuah langkah yang jarang diambil oleh negara-negara berkembang.

Namun, kasus ini juga membuka ruang diskusi yang lebih luas. Bagaimana regulasi dapat menyeimbangkan perlindungan terhadap pelaku usaha lokal dengan tetap menarik investasi dari perusahaan global? Bagaimana cara menjaga inovasi tetap berkembang tanpa mengorbankan keadilan dalam ekosistem digital? Dengan latar belakang inilah kasus ini menjadi salah satu isu terpenting dalam transformasi digital Indonesia.

Latar Belakang Kasus

Dominasi Google di pasar aplikasi digital Indonesia telah berlangsung selama bertahun-tahun, membuat perusahaan ini memiliki pengaruh yang hampir tak tertandingi. Dengan pangsa pasar sebesar 93%, Google telah menjadi platform utama bagi distribusi aplikasi di negara ini. Ketergantungan pengembang pada Google Play Store menciptakan situasi di mana Google memiliki kontrol yang besar atas bagaimana pengembang aplikasi dapat menjalankan bisnis mereka.

Salah satu kebijakan yang menuai kritik adalah kewajiban menggunakan sistem pembayaran Google Play Billing. Melalui kebijakan ini, setiap pengembang aplikasi yang ingin menjual produknya melalui Google Play Store harus menggunakan sistem pembayaran milik Google, yang mengenakan potongan hingga 30% dari setiap transaksi. Bagi pengembang aplikasi kecil dan menengah, biaya ini dianggap sangat memberatkan karena mengurangi margin keuntungan mereka secara signifikan. Selain itu, pengembang tidak memiliki alternatif lain karena tidak ada platform distribusi aplikasi lain yang memiliki skala sebanding dengan Google Play Store.

Keluhan ini memicu investigasi oleh KPPU pada tahun 2022. Pengembang lokal mengungkapkan bahwa kebijakan ini tidak hanya memberatkan secara finansial tetapi juga membatasi inovasi. Potongan yang tinggi membuat mereka sulit untuk mengalokasikan dana bagi pengembangan fitur baru atau peningkatan layanan. Selain itu, kurangnya transparansi dalam mekanisme pembagian keuntungan semakin memperburuk situasi. Dalam konteks ini, KPPU menemukan bahwa Google telah menyalahgunakan posisi dominannya untuk mendapatkan keuntungan maksimal, tanpa memperhatikan dampak pada pengembang lokal maupun konsumen.

Hasil investigasi menunjukkan bahwa praktik ini juga merugikan konsumen. Biaya tinggi yang dikenakan kepada pengembang sering kali diteruskan kepada pengguna dalam bentuk harga aplikasi atau langganan yang lebih mahal. Hal ini tidak hanya memengaruhi daya beli konsumen tetapi juga menciptakan hambatan bagi aksesibilitas layanan digital di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun