Innovative Credit Scoring dalam Rangka Meningkatkan Inklusi Keuangan
Pendahuluan
Inklusi keuangan adalah kemampuan individu dan komunitas untuk mengakses layanan keuangan formal yang berkualitas dengan biaya terjangkau dan cara yang mudah. Inklusi keuangan menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi yang berkelanjutan karena dapat membuka peluang ekonomi baru, mengurangi kesenjangan sosial, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.Â
Menurut Bank Dunia, akses terhadap layanan keuangan formal memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang.
Namun, realitasnya menunjukkan bahwa banyak masyarakat, terutama di negara-negara berkembang, masih belum memiliki akses ke layanan keuangan formal. Data dari Global Findex 2021 menunjukkan bahwa sekitar 1,4 miliar orang di seluruh dunia masih termasuk dalam kategori unbanked, yaitu tidak memiliki rekening bank atau akses ke layanan keuangan formal.Â
Di Indonesia, meskipun indeks inklusi keuangan telah meningkat menjadi 85,10% pada 2022, angka ini masih di bawah target nasional 90% yang dicanangkan pemerintah untuk tahun 2024.
Mengapa Inklusi Keuangan Penting? Â Â Â Â
Inklusi keuangan berfungsi sebagai katalisator dalam menggerakkan roda ekonomi. Dengan akses ke layanan keuangan seperti tabungan, pinjaman, dan asuransi, masyarakat memiliki alat yang lebih baik untuk menghadapi risiko keuangan, mendukung kebutuhan sehari-hari, dan membangun bisnis yang berkelanjutan.Â
Inklusi keuangan juga memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), yang menyumbang lebih dari 60% PDB Indonesia dan menyerap 97% tenaga kerja.
Hambatan Inklusi Keuangan     Â
Salah satu hambatan utama dalam meningkatkan inklusi keuangan adalah keterbatasan akses masyarakat terhadap kredit. Sistem penilaian kredit tradisional yang mengandalkan riwayat kredit formal menyulitkan banyak orang untuk mendapatkan pinjaman. Misalnya, individu yang bekerja di sektor informal atau yang tidak memiliki rekening bank sering kali dianggap berisiko tinggi oleh lembaga keuangan karena tidak memiliki data kredit yang terdokumentasi dengan baik.Â
Akibatnya, kelompok ini, yang sebagian besar terdiri dari unbanked dan underbanked, sulit mendapatkan akses ke layanan keuangan formal.