Mohon tunggu...
Galeri Cerita Ani Wijaya
Galeri Cerita Ani Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - The taste of arts and write

Kisah cinta umpama sebuah buku. Kau tetap akan membaca selembar demi selembar meskipun telah tahu akhir ceritanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Kingkong

20 Februari 2016   09:17 Diperbarui: 20 Februari 2016   10:07 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cinta Kingkong

Oleh: Ani Wijaya

Cinta pada pandangan pertama? Aku percaya. Kualami sendiri, meskipun hanya sekali seumur hidupku.

Kala itu, aku berdiri kaku. Tak sanggup mengalihkan pandangan. Seperti di film-film romantis yang aku tonton. Semua bergerak lambat, Slow Motion. Mata, yang bulat berbinar. Wajah teduh, namun kehangatan memancar disana. Disertai senyuman yang tak mungkin kulupakan. Senyuman yang sengaja dilemparkan untukku. Semua itu terasa seperti sihir yang membuat aku menjadi patung.

Terjadi saat usiaku sepuluh tahun. Menurut kabar yang aku dengar; di usia ini, rata-rata seseorang akan mengalami “Cinta Monyet”. Dan gadis kecil itu, berusia dua tahun lebih tua dariku.

Tak lama kemudian, aku mendapat surat yang spesial. Bersampul merah jambu, wangi saat kuhirup. Sebuah undangan ulang tahun. Sapphira, sang cinta monyetku. Seketika hatiku berbunga-bunga. Keindahan taman di hatiku, mengalahkan Taman Bunga Nusantara.

“Ma, Ujang minta uang, boleh ya Ma,” rayuku pada euma,”nanti Ujang bantu nganterin baju jahitan.”

“Iya, Ujang kasep, boleh. Buat beli kado Neng Sapphira yah?”

Jawaban dari ibuku tersayang, membuat perutku tergelitik  senang. Aku mengangguk malu-malu.

Sebuah kado mungil terbalut kertas berwarna pink, polos tanpa gambar. Kuikat dengan pita merah agar lebih manis. Persis seperti penampilan Sapphira. Ia sangat suka mengenakan gaun berwarna merah muda. Dilengkapi bandana merah di rambut, yang ikal, panjang tergerai.

Aku memakai baju terbaik, terbaru, euma menjahitkan untukku. Memakai cream rambut biru muda, milik Apa. Kusisir, hingga benar-benar rapi. Dengan kepercayaan diri yang besar, akulah anak laki-laki terganteng disini. Beserta keyakinan, bahwa kado yang kubawa, paling cantik. Segera mengambil langkah tegap, menuju rumah megah milik orang tua Sapphira.

Ternyata aku salah besar, kadoku tenggelam diantara puluhan hadiah yang berukuran super besar. Dibungkus dengan kertas bermotif menawan, berhias pita berwarna-warni menjuntai. Pasti kado yang kubawa merasa tertindas, merana. Sama seperti aku, yang saat itu hanya bisa melihat gadis kecil pujaanku dari kejauhan. Tanpa sempat mengucapkan selamat ulang tahun, atau sekedar saling melempar senyum.

Ada sesuatu yang menonjok telak dadaku. Mungkin, beginilah yang dinamakan patah hati usia dini, sakit.

***

Sampai lima tahun kemudian, gerakan slow motion yang sama terulang. Tapi bukan seorang gadis kecil, seperti yang kulihat dulu. Ia telah berubah menjadi remaja, yang semakin membuatku membeku, tak berkutik.

Berkhayal, aku berlutut. Memberikan setangkai mawar, lalu berdansa dengan musik yang lembut. Tapi segera buyar, saat temanku menarikku dari khayalan. Kenyataan yang ada saat ini, kami berada di sekolah yang sama. Bukan ball room megah yang tak terlihat batasnya.

Barulah aku berani mengikrarkan diri dalam hati, aku jatuh cinta. Cinta kingkong, bukan cinta monyet, karena usiaku sekarang 17 tahun.

Dalam waktu setahun, sebelum kami kembali berpisah. Aku harus bisa menyampaikan asa yang selama ini terpendam. Pertanyaan muncul, apakah aku, seorang Ruby, berani berikrar di hadapan Sapphira.

Aku selalu berada didekat gadisku. Saat dia baru saja tiba ke sekolah, aku telah setia menunggu di muka gerbang. Menjaga pujaan hatiku, dengan berjalan di belakangnya. Saat hujan turun, aku meminjamkan payung. Membiarkan diriku sendiri basah kuyup. Tapi Sapphira tak pernah tahu, karena aku tak berani menampakkan diri.

Di perpustakaan, saat ia dengan serius membaca buku. Dan keringat membasahi kening halusnya. Perlahan, aku mengipasi dengan lembut. Bahagia melihat wajah teduh dihadapanku ini. Tak ada sapa, tanpa senyum. Tak pernah sekalipun kami bertatapan, ia bahkan tak tahu aku berada disana.

Selayaknya bulan, tanpa kau sadari, seakan terus bergerak mengikuti langkahmu. Ia memberikan cahaya, meskipun tak sebenderang matahari. Menghiasi langit malam di dampingi taburan gemintang. Sapphira, meskipun kau tak pernah melihatku, tapi aku selalu ada disana.

“Terima kasih, Ruby.”

Suara sebening kristal, meluncur dari bibir gadis pujaanku. Ketika aku membantu merapikan bukunya yang berserakan. Seseorang berjalan terburu-buru hingga menubruk Sapphira.

Saat itu hatiku bersorak, andai dapat terdengar. Di sanubariku mengalun sebait instrumen, lebih syahdu dari musik pengiring di film India.

‘Dia tahu namaku’, bisikku dalam hati. Untuk pertama kali, kami saling bertatapan. Dan ia melemparkan senyum, tapi, aku bagaikan tercekik. Tak sepatah pun, kata dapat kusuarakan.

Setahun berlalu sekejap mata, tetap tak mampu menyatakan semua perasaanku pada Sapphira. Gadis yang siluet keanggunannya, bersemayam dalam hatiku. Dengan wajah teduh dan senyuman sihir, yang setia membayangi pikiranku.

Aku masih terlalu egois terhadap perasaanku sendiri. Hanya seorang yang terlalu angkuh dalam lamunanku sendiri. Lisan dan qolbuku mengalah demi kepuasan mata saja.

Tidak, aku belum patah hati untuk kedua kali. Aku yakin, suatu saat memiliki keberanian untuk menyatakan cinta. Ruby akan memperjuangkan cinta kingkongnya pada Sapphira. Cinta sejati, maksudku.

###

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun