Mohon tunggu...
Aishah Wulandari
Aishah Wulandari Mohon Tunggu... Freelancer - Writing for legacy

Belajar Belajar Belajar Instagram @aishahwulandari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setetes Peluh di Antara Setangkup Cinta

4 Januari 2023   17:40 Diperbarui: 4 Januari 2023   17:44 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dari belakang rumah dia menatap Mbok Ni sedang merebus air untuk tamu istimewa mereka. Karjo menggelengkan kepala, heran dengan sang istri yang tiada penat.

"Biarkan aku yang membuat kopi untuk Paiman. Lebih baik kamu istirahat." Lembut suara Karjo menyusup indra pendengar Mbok Ni, dia meraih gelas di tangan sang istri, lalu membuat secangkir kopi dan teh.

"Ni, kamu minum teh hangat ini biar tenagamu pulih," ucap Karjo seraya membawa secangkir kopi untuk Paiman yang masih setia menunggu di teras rumah.

Mbok Ni menyeruput teh hangat buatan suaminya, menyusul ke teras. Tangannya membawa setoples kerupuk untuk camilan tamu istimewa yang setiap sore selalu meluangkan waktu untuk mengeluarkan aksara dari pikirannya.

"Ni, kamu temani Paiman sebentar." Karjo bergegas ke dapur, dia hampir lupa kalau ingin merebus air untuk mandi sang istri. 

* * *

"Jo, tadi malam Pak RT mengatakan akan ada saluran air. Tapi ya gitu, tiap bulannya warga harus bayar," tutur Paiman sedikit menggerutu. 

Saat arunika baru menyembul dari balik bumantara, Paiman sudah mengepulkan asap dari bibir hitamnya di bawah pohon mangga, depan rumah Mbok Ni.

"Man ... Man. Pagi-pagi kamu sudah ngobral asap dan omongan disini. Apa kamu tadi malam tidak tidur? Apa yang kamu pikirkan hanya air dan air saja? Kamu kok seolah-olah tidak menerima adanya program saluran air desa. Ingat, Ini demi seluruh warga," omel Mbok Ni sambil menyuguhkan secangkir kopi dan ketela rebus untuk suaminya dan Paiman. 

Walaupun Mbok Ni kesal dengan omongan Paiman yang terkadang melantur, tetapi masih saja dia menghidangkan kopi pahit untuk Paiman. Sementara suaminya masih mendekam di jamban. 

 "Bukannya tidak terima, tapi kita dibebani biaya pemakaian air setiap bulan, Ni," cetus Paiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun