Apa ini yang disebut bahwa aku harus pergi untuk mengalah?
Mengapa harus kurasakan bahagia ini hanya sementara?
Bagaimana aku harus menyikapi semua yang ada?
Lalu dengan apa aku harus menyembuhkan sesuatu yang kusebut itu luka?
Mungkin kau sedang bimbang
Kau tak tau kemana harus membawa kapal pesiarmu
Yang didalamnya berisi ribuan bahkan jutaan canda tawa cinta
Yang didalamnya tersedia tumpukan karung pujian manis
Kau tak tau kemana harus menghentikan kapal pesiarmu bukan?
Saat tiba-tiba badai ombak masalalu mu menerjang hatimu
Yang kala itu (mungkin) sedang bahagia bersamaku
Apa yang salah?
Dimana letak kesalahannya?
Mungkinkah saat awal memulainya?
Kala itu memang hanya iseng, hanya main-main kau singgahkan pesiarmu itu dihatiku
Aku yang awalnya ragu pun perlahan mulai tenggelam dan berani melangkahkan kakiku untuk menyambutmu
Namun mungkin itu hanya dulu
Sebelum kau ragu karena hadirnya masalalu mu
Sebelum kapal pesiarmu goyah karena terjangan badai itu
Ku hanya bisa diam
Terduduk lesu sambil menunggu
Dalam rinai airmataku, kuselalu memohon pada Penciptaku
Agar muncul  jawaban atas segala tanyaku
Jika kapal pesiar itu pantas untuk kusentuh, aku ingin kau kembali menjemputku
Namun jika aku tak pantas bahkan tak layak ada di dalamnya, maka usirlah aku ..
Detikmenit hariku berlalu begitu cepat
Jawaban yang ku tunggu pun tak kunjung terlihat
Hingga perlahan lelah menghampiriku
Berjuta kata menari-nari  dalam otakku
Merangkai kata yang ku sebut itu entah
Akankah kau hentikan deru kapal pesiarmu lalu berputar balik pada (mungkin) pahitnya masalalumu?
Atau kau lanjutkan deru kapal pesiarmu itu berjalan terus kearah hatiku yang (mungkin) menjadi masadepanmu?
Atau tidak keduanya? Dan justru kau akan mencari pelabuhan indah yang baru?
Entah ...
Hanya itu yang menjadi jawaban dari gundahnya hatiku kini
Entah ...
Akan sekuat apa aku, sampai kapan luka itu
Jika pahit kenyataan harus mengghampiriku
Lagi-lagi Entah ...
Biar waktu yang menjawab segala kelabu ku
Agar segera kembali menjadi mejikuhibiniu
Dan untuk Entah yang terkahir ,
Biarkan luka yang perlahan mendewasakanku
Yang mengajarkan aku apa itu arti berjuang seperti katamu dulu ....
Mungkinkah? Entah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H