Lagi-lagi kamu
Dan kamu lagi-lagi
Kemarin menyetujui untuk pergi
Tapi kini datang tanpa permisi
Kamu datang saat hatinya perlahan bersih
Saat dia sudah berpaling pada sebuah hati
Ish, nggak sopan!
Itu kalimat yang aku mau bilang
Kemana kamu waktu keringat peluhnya bercucuran buat kamu?
Kemana kamu waktu airmatanya menetes karena mengkhawatirkanmu?
Dia yang memikirkanmu waktu itu
Dia yang merindukanmu kala itu
Dan dia yang tetap menyayangimu
Meski dia tau bahwa semua itu hanya semu
Tapi mengapa sekarang berubah?
Saat dia benar-benar ingin pergi
Kamu justru datang lagi
Kamu paksa harapan indah itu untuk kembali lagi padamu
Lalu bagaimana dengan aku?
Yang berusaha dengan susahpayah menyembuhkan lukanya
Melukis indah senyum bibirnya
Kenapa kamu tega?
Kenapa kamu mau ambil dia lagi?
Kenapa dia harus bimbang mikirin kamu lagi
Dan secara sadar perlahan mengabaikanku
Tega kamu!
Jahat kamu!
Nggak cuma bikin dia nangis
Secara nggak langsung kamu juga bikin aku teriak sakit
Aku sakit lihat dia beda
Aku sakit lihat senyumnya perlahan hilang
Kamu nggak tau nona!
Gimana usahaku, usahanya buat bahagia bareng beberapa waktu lalu
Mungkin aku memang tersenyum
Tapi itu Cuma palsu
Biar dia nggak makin sakit
Biar dia nggak makin gila
Gara-gara kamu aku harus rela
Pelan-pelan aku mulai terabaikan
Aku tersingkir karena hadirmu
Raganya emang bareng aku, tapi jiwa dan pikirannya kembali lagi ke kamu
Hebat kamu!
Aku nggak kenal sama kamu
Tau rupamu juga baru kemarin sabtu
Tapi dengan cepat kamu bisa bikin aku hancur
Aitmataku netes gara-gara kamu nona!
Iya gara-gara kamu!
Yang lebih dewasa dari aku,
Iya kamu!
Masalalunya yang kembali lagi tanpa permisi
Dan tanpa pernah berpikir tau apa itu arti hati ...
Baris puisi diatas ditemukan diatas tempat tidur Nava sebelum ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menggantungkan dirinya di langit-langit kamarnya. Bunuh diri menjadi pilihannya setelah ia tak lagi sanggup menahan beban pikiran yang sejak beberapa hari lalu mengganggu otaknya. Ketakutan akan ditinnggalkan oleh kekasihnya membuat ia tak lagi dapat berpikir bahkan berperilaku sehat. Saran dan masukan dari sahabat-sahabatnya hanya masuk telinga kanan, lalu keluar telinga kiri.
"Aku pamit rek!", itu kalimat terakhir yang keluar dari bibir Nava sebelum ia ditemukan tak bernyawa.
Miris, dann tak habis pikir. Masa depan cerah seorang manusia, kali ini seorang gadis harus terpaksa berakhir, bahkan diakhiri hanya karena gelapnya cerita cinta. Sungguh disayangkan.... ~
Malang. Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H