Mohon tunggu...
Dyah Ayu Satiti
Dyah Ayu Satiti Mohon Tunggu... -

Saat pohon dan kodok terakhir telah hilang..

Selanjutnya

Tutup

Nature

Lupa Harta Tuhan [baca: Kayu]

30 Oktober 2013   18:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu apa yang Kita bahas? Tentang kejayaan masa lalu? Di mana surga kayu memang pernah diturunkan Tuhan di tanah khatulistiwa ini. Lantas, saat sekarang para pemuda datang, mencoba napak tilas, yang tersisa hanya kejayaan masa lalu. Jika memang masa lalu benar-benar berjaya. Lihatlah deretan pabrik yang menjadi bangkai kosong ditumbuhi lelumutan hanya bersisa tonggaknya. Atau saat di udara Kita lihat hehijauan menjadi petak-petak yang tanaman semusim  atau bahkan gundul sama sekali.

Jika Kita pikirkan, mungkin sekarang bukan saatnya meratapi es cendol yang terlanjur jatuh di gurun pasir. Tapi berpikir bagaimana Kita mendapatkan oase di gurun yang sama sehingga mengatasi rasa haus Kita. Manusia kadang lupa. Tuhan memberikan sumber daya alam yang tak terperi, tak berbatas, menjadikan setiap jengkal tanahnya adalah surga dunia yang mampu menghidupi anak cucu beberapa keturunan ke bawah. Namun penyakit lupa, yang memang bibitnya ada pada setiap manusia, menjadikan diri mereka alpa pada tugas menjaga dan merawatnya. Apa yang tersedia dipakai sebanyak-banyaknya. Tak jarang rasa sombong menjalar, jumawa bahwasanya harta Tuhan itu tidak akan habis. Barulah saat hampir habis, manusia baru merasa kehilangan. Perbaikan mulai dilakukan. Panataan kembali aset-aset Tuhan yang dipinjamkan pada manusia mulai diperketat. Banyak orang kelimpungan dengan masa yang mendekati perubahan. Sedikit penyelewengan itu biasa. Maklum sudah berpuluh tahun, sudah jadi kebiasaan menahun tradisi-tradisi yang mungkin jika diterapkan kini agak bikin sesak orang-orang pembela hak asasi hutan.

Sesekali terpikirkan bagaimana mengembalikan kejayaan masa lalu. Perubahan menjadi lebih baik tentunya telah ditelurkan orang-orang di atas sana. Tinggal para pelaksananya saja yang sudah siap belum menerima perubahan itu? Dan bukan pelaksananya saja sepertinya, tapi juga orang-orang di atas sana. Sudah siap belum perubahan yang ditelurkan itu di kritik? Di beri masukan yang membangun? Terlebih lagi, jika semua ditelurkan tanpa tendensi.

*Tentunya masih ada beberapa pengusaha kayu yang masih berjaya, tidak semua seperti di ceritakan di atas. tapi itupun bisa dihitung dengan jari di tanah khatulistiwa ini, yang konon katanya sempat menjadi surga kayu dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun