Mohon tunggu...
Dyah Ayu Satiti
Dyah Ayu Satiti Mohon Tunggu... -

Saat pohon dan kodok terakhir telah hilang..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Profesionalitas dan Nurani

2 Oktober 2013   17:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:05 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskusi sore hari di kantor menghantarkan sebuah pemikiran yang lama tenggelam. Profesionalitas dan nurani. Sebutlah acara rekreasi kantor yang selalu menjadi perdebatan. Bukan hanya berdebat tentang tujuan rekreasi, namun bahkan sampai berdebat tentang siapa peserta rekreasi. Siapa??? Kenapa harus memperdebatkan siapa pesertanya? Bukankah sudah jelas jika peserta rekreasi suatu kantor adalah karyawan kantor tersebut, yang setiap hari bekerja membanting tulang di tempat yang sama. Itulah logikanya...

Apa hal? Rupanya semua menjadi berbeda ketika apa yang orang katakan status kepegawaian itu berbeda pula. Contoh sepele saat rekreasi ternyata hanya untuk karyawan perusahaan A, dan bukan karyawan perusahaan B sebagai perusahaan pencari tenaga kerja, yang secara kebetulan karyawannya ditempatkan di perusahaan A tersebut. Orang bilang apa itu, outsourcing kah? Labour supply kah? Ahh.. entahlah... Segala nama boleh disematkan, pada intinya sama.

Yaaa... Terasa aneh juga terkadang. Setiap hari bekerja di ruangan yang sama, tempat yang sama. Namun selalu ada pembeda. Ironisnya jika ternyata pekerjaan yang dibebankan terasa lebih besar, sementara reward yang diperoleh sama atau bahkan lebih sedikit. Heyyy... mari Kita kembali pada masalah rekreasi.

Semisal perusahaan A ini mampu memberangkatkan karyawannya rekreasi ke luar negeri. Sementara karyawan perusahaan B yang bekerja di perusahaan A tidak diperkenankan ikut dan tetap bekerja. Jika kita berpikir profesional, dari perusahaan yang menaungi masing-masing karyawan saja sudah berbeda. Yakni karyawan A dan karyawan B yang ditempatkan di A. Dengan demikian jelas-jelas lah jika hak dan kewajiban masing-masing karyawan juga berbeda tergantung perusahaan mana yang menaungi mereka.

Baik, sekarang Kita tarik ke belakang. Akar dari semua ini adalah sistem. Yaaa... sistem antara masing-masing perusahaan. Jika sudah berbicara sistem maka akan lari ke persoalan kebijakan. Kebijakan itu ranah bagian atas, alias manajemen. Nah, dari karyawan itu sendiri, apa yang bisa dilakukan? Demo? Hal yang menguras tenaga sepertinya. Mediasi? Bisa, butuh orang kuat pengaruh di sini. Petisi? Ga masalah, cuma kesannya jadi seperti NGO yang sibuk melindungi satwa-satwa yang bahkan mungkin belum pernah mereka jumpai.

Kontrak. Kesepakatan antara karyawan dan perusahaan. Gampangnya seperti ijab qobul antara penjual dan pembeli. Inilah awal mula semua bisa terjadi. Di dalam kontrak semestinya mencakup hak dan kewajiban kedua belah pihak, berikut ketentuan bila salah satu pihak mengingkari. Terkadang orang menganggap remeh kontrak, asal tanda tangan, lalu bekerja. Ternyata di situlah point pentingnya. Coba jika calon karyawan mempertanyakan perihal hak rekreasi mereka. Tentunya kejadian seperti di atas tak perlu terjadi. Atau yang lebih baik lagi jika pemberi kerja [perusahaan] sudah menyertakan poin rekreasi itu pada kontrak yang akan calon karyawannya tanda tangani. Mungkin itu akan lebih baik.

Bilang profesionalitas itu berarti mengaminkan bahwa semua sesuai prosedur saja. Apa yang tertera berarti apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing. Jika di lingkungan kantor karyawan dituntut untuk bekerja profesional, bukan berarti mengindahkan nuraninya kan? Apa ya tega bergembira ria rekreasi sementara yang biasanya bekerja setiap hari tidak boleh ikut karena perbedaan status saja. Ahh.. lagi-lagi semua kembali ke pribadi masing-masing. Saya punya kemampuan, kalau mau Anda beli, kalau ga sesuai ya Saya cabut. Begitu orang apatis pikir, termasuk Saya mungkin :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun