Tarian Kabasaran : Warisan Perang Memesona
Tarian Kabasaran adalah sebuah warisan budaya dari suku Minahasa yang kaya akan nilai sejarah dan simbolisme. Menurut Rafael Christofel Wuaya Taroreh, salah satu keturunan penari Kabasaran yang menjadi informan bagi peneliti, tarian Kabasaran merupakan tarian perang yang dulunya dibawakan oleh para prajurit Minahasa sebelum dan sesudah medan perang. Pada masa lampau tarian ini memiliki tradisi khusus yaitu penarinya harus berasal dari keturunan penari Kabasaran. Mereka tidak hanya mewarisi kemampuan menari, tetapi juga senjata khusus yang digunakan dalam tarian.
Namun, seiring perkembangan zaman, tarian Kabasaran kini dapat ditarikan oleh siapa saja, tidak terbatas pada keturunan penari. Kostum para penari yang didominasi warna merah berasal dari kain tenun khas Minahasa, melambangkan keberanian. Penari tampil garang dengan wajah tanpa senyum, mata melotot, dan gerakan yang penuh semangat. Dilengkapi dengan pedang dan tombak, mereka terlihat seperti prajurit yang siap bertempur. Gerakan mereka sering kali melibatkan lompatan, maju-mundur, serta ayunan senjata yang penuh energi. Pada akhir pertunjukan, penari biasanya memperlihatkan gerakan yang lebih ceria sebagai simbol pelepasan amarah dan perayaan kemenangan.
Makna dan Struktur Tarian Kabasaran
Secara etimologi, tari Kabasaran atau tarian Kawasaran berasal dari dua kata : 'kawa' yang berarti melindungi dan 'asaran' yang berarti mengikuti. Gabungan kata ini memiliki bermakna “mengikuti jejak pelindung.” Pada masa lalu, tarian ini hanya dilakukan oleh para waranei atau ksatria, yaitu rakyat yang bertugas menjaga keamanan desa sekaligus menjadi prajurit perang. Untuk menjadi penari Kabasaran, seseorang harus berasal dari darah ksatria, yang biasanya merupakan prajurit bayaran Belanda yang terlatih dalam seni bertarung.
Kostum merah dan riasan wajah garang melambangkan keberanian dan kepercayaan diri prajurit. Tarian Kabasaran mengandung enam unsur utama: tradisi, seni musik, seni tari, budaya, bela diri, dan unsur magis. Pertunjukan ini diiringi oleh suara tambur, gongkecil, atau kolintang yang disebut 'pa' 'wasalen' dan penarinya disebut kabasaran, yang para penarinya tidak pernah tersenyum dan bergerak seperti orang yang hendak berperang dengan mengayunkan pedang atau tombak dengan meniru ayam jantan yang sedang bertarung.Hal ini, menciptakan suasana yang penuh semangat dan mistis.
Teknik dan Gerakan Tarian
Menurut Wenas dalam bukunya Sejarah dan Kebudayaan Minahasa (2007), gerakan dasar tarian Kabasaran terdiri dari sembilan jurus pedang (santi) dan sembilan jurus tombak. Para penari bergerak dengan langkah kuda-kuda 4/4, terdiri dari dua langkah ke kiri dan dua langkah ke kanan. Mereka menari dengan ekspresi ganas, mata melotot, dan gerakan meniru ayam jantan yang sedang bertarung. Tarian ini menggambarkan jurus-jurus memotong dan menusuk dengan senjata, namun penari tetap menjaga jarak sehingga tidak benar-benar saling melukai. Jika ada penari yang terluka, biasanya karena kesalahan dalam menguasai jurus.
Tarian Kabasaran memiliki empat babak utama:
- Kumiwe/Makiwe – Babak pembuka yang berupa doa atau permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
- Sumakalele/Cakalele – Babak di mana tarian dimulai dengan semangat tinggi.
- Kumoyak/Semule – Babak untuk menenangkan diri dan melepaskan amarah setelah perang.
- Lumaya/Lalayan – Babak penutup yang melambangkan kemenangan dan ungkapan syukur.
Namun, beberapa komunitas hanya menampilkan tiga babak, yaitu cakalele, kumoyak, dan lalayan, menyesuaikan kebiasaan masing-masing.
Inklusi Gender dalam Tarian Kabasaran
Seiring waktu, tarian Kabasaran juga menjadi simbol inklusi gender. Pada awalnya, tarian ini hanya dilakukan oleh laki-laki. Namun, Linda Watulingas, seorang mahasiswi Universitas Sam Ratulangi, menjadi perempuan pertama yang menarikan tarian Kabasaran. Langkah ini membuka jalan bagi perempuan untuk terlibat dalam pelestarian budaya ini.
Tarian Kabasaran tidak hanya menjadi representasi budaya Minahasa, tetapi juga simbol keberanian, kekuatan, dan kebersamaan. Dengan terus berkembangnya bentuk dan makna tarian ini, Kabasaran menjadi bukti bahwa tradisi dapat beradaptasi tanpa kehilangan esensinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H