Mohon tunggu...
Aisa SekarAyu
Aisa SekarAyu Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya seorang mahasiswa

saya suka menulis dan belajar hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lambatnya Penanganan Pemerintah terhadap Kasus Covid-19

18 April 2021   13:25 Diperbarui: 18 April 2021   13:41 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus virus corona yang menghebohkan dunia tidak pernah berhenti untuk dibicarakan baik oleh publik maupun media massa. Kasus ini dimulai pada akhir tahun 2019, virus corona ini berasal dari Wuhan di China. Banyak peneliti yang melakukan riset untuk mencari penyebab dari adanya virus covid-19 ini dan bagaimanakah caranya virus ini bisa menyebar ke manusia. Hasil penelitian pun bermacam- macam, seperti kontak langsung dengan kelelawar, penularan lewat makanan beku, menular melalui spesies perantara dan lainnya[1]. Namun tidak ada yang menyangka bahwa virus dari Wuhan ini akan menyebar hingga ke negara --negara di seluruh dunia. Pada awal tahun 2020 kasus covid-19 ini semakin parah, WHO menyebutkan bahwasanya sudah ada sekitar 2.245.872 jiwa di seluruh dunia yang terinfeksi virus corona ini pada Januari 2020. Melihat dari banyaknya orang yang terinfeksi virus corona kita bisa melihat bahwa penyebaran dari virus ini sangat cepat. Selain itu, dampak dari adanya virus ini terutama untuk kesehatan sangat membahayakan terutama dalam masalah penafasan yakni di paru-paru, namun virus ini juga bisa menginfeksi organ lainnya seperti jantung,otak, dan lainnya. Bahkan yang paling parah virus ini bisa menyebabkan kematian. Hal ini dibuktikan dengan jutaan orang meninggal akibat virus covid-19 ini di berbagai penjuru dunia.

 

Melihat bahayanya virus covid-19 ini tentu semua negara melakukan usaha terbaiknya untuk menghentikan kasus penularan virus corona di negara mereka agar tidak semakin banyak rakyatnya yang terinfeksi bahkan kehilangan nyawanya. Misalnya China sebagai negara awal mula corona pasti melakukan usaha terbaiknya untuk menyelesaikan permasalahan ini.[2]Pemerintah di China menanggapi kasus ini dengan menambah fasilitas kesehatan khusus pasien covid dengan merubah beberapa fasilitas gedung olahraga, aula sekolah menjadi rumah sakit untuk sementara, China juga melakukan rapid test dan pengisolasian kota atau lockdown. Sama halnya dengan Korea Selatan yang juga melakukan tes rapid secara masal dan juga meliburkan kegiatan pendidikan untuk melakukan  lockdown. Begitu juga dengan negara-negara lain di Asia tenggara,namun di Indonesia sendiri tergolong lambat dalam merespon dan menanggapi kasus corona ini. Hal ini dibuktikan saat negara lain sibuk membuat kebijakan untuk mencegah penularan dengan menutup jalur migrasi mereka namun Indonesia malah membuat kebijakan yang seolah mengundang wisatawan maupun bisnis dari negara -- negara yang menutup negara mereka untuk dikunjungi dan menjadi destinasi.

 

Respon dan kebijakan tersebut mebuktikan bahwasannya pemerintah Indonesia kurang tanggap dalam kasus corona. Adapun respon dari menteri kesehatan pada awal Januari yang mengatakan "Masyarakat enjoy saja, tidak perlu panik terkait dengan penularan virus corona, jaga imunitas saja"[3]. Menko Polhukam juga mengklaim bahwasanya Indonesia merupakan negara satu-satunya negara di Asia yang belum memiliki permasalahan tentang covid-19. Bahkan salah seorang professor dari Harvard mengatakan sangat mungkin apabila virus corona sudah ada di Indonesia karena penumpang dari China juga masuk ke Indonesia, namun pernyataan ini ditentang oleh manteri kesehatan. Selain professor dari Harvard, World Health Organization atau WHO juga telah menetapkan bahwasannya kasus corona atau virus covid-19 ini telah menjadi epidemi dunia.Namun lagi -- lagi pihak pemerintah yakni menteri perekonomian mengatakan "Virus covid-19 tidak akan bisa masuk ke Indonesia karena perizinan di Indonesia juga berbelit - belit"[4]. Selain itu wakil presiden republik Indonesia juga memberkan tanggapannya, beliau mengatakan bahwasanya virus corona tidak akan masuk ke ranah Indonesia karena doa dari para ulama[5].

 

Dari pernyataan -- pernyataan diatas bisa kita simpulkan bahwasannya pemerintah seolah bersikap antisains karena cenderung tidak percaya dengan hasil riset dan penelitan dari peneliti maupun organisasi kesehatan dunia, selain itu meskipun Indonesia memang belum terjangkit kasus corona pada saat itu, seharusnya dengan melihat banyak negara di Asia Tenggara yang sudah terkena virus covid-19 melakukan berbagai upaya untuk memberhentikan penularan virus corona, Indonesia juga harusnya melakukan gerakan antisipatif juga untuk mencegah munculnya dan menularnya virus corona di Indonesia, dan terkait dengan pendapat dari wakil presiden Indonesia yang berasumsi bahwa corona tidak masuk ke Indonesia karena doa para ulama, kita tahu sendiri besarnya kekuatan doa namun alangkah lebih baik jika dibersamai dengan upaya --upaya untuk mencegahnya.

 

Akibat respon pemerintah yang cenderung lambat, mulai banyak warga atau masyarakat Indonesia yang terkena virus corona. Pemerintah pun mulai mengeluarkan kebijakan yakni keputusan presiden nomor 12 tahun 2020 terkait dengan penetapan bencana non alam yang disebabkan olhe virus covid-19. Namun penetapan kebijakan ini tergolong terlambat dikarenakan pada saat itu sudah banyak masyarakat yang terkena virus corona, ada sekitar 6.760 orang yang positif covid bahkan kurang lebih ada 590 orang yang meninggal dan semakin hari kasus terus maningkat dengan pesat, dan baru saat itulah pemerintah mulai menerapkan beberapa kebijakan untuk mencegah penularan virus corona ini semakin bertambah.salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah yakni PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar yang dicantukan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2020 yang memaparkan bahwasannya PSBB bisa dan berhak membatasi pergerakan masyarakat yang akan pergi ke luar kota, provinsi, dan daerah lainnya.

 

Dalam kebijakan PSBB ada beberapa kebijakan lagi didalamnya seperti Work From Home (WFH) yakni kebijakan yang mengatur masyarakat bekerja dari rumah  dan membatasi untuk pergi ke kantor, Selain WFH dalam PSBB juga memaparkan terkait dengan pelibura sekolah dan pembelajaran online, kegiatan keagamaan juga cenderung dibatasi karena melibatkan banyak orang selain itu juga ada penutupan tembat dan fasilitas mum misalnya mall,tempat wisata, perpusatkaan dan tempat lainnya.[6] Dengan diterapkannya kebijakan PSBB ini pemerintah tentu berharap agar tidak banyak lagi masyarakat yang terkena virus namun penerapan PSBB ini nyatanya juga membawa beberapa dampak yang cederung negative. Penerapan sekolah online mengakibatkan pembelajaran menjadi kurang efektif karena banyak gangguan misalnya sinyal, diterapkannya WFH membuat banyak orang tidak bisa bekerja dengan maksimal, dan sama halnya dengan banyaknya tempat wisata dan fasilitas yang ditutup hal ini tentu bisa mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat maupun negara menjadi menurun. Selain itu penerapan PSBB di masyarakat juga mengundang adanya pro dan kontra, misalnya untuk melakukan PSBB daerah harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pemerintah pusat yakni meneri kesehatan, dan persetujuan pun juga mempunyai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi da nada beberapa daerah juga yang mengalami penolakan[7]. Hal ini sangat disayangkan karena cenderung membuat masyarakat sulit di tengah pandemi ini.

 

Selain menerapkan PSBB pemerintah akhirnya menerapkan PPKM karena menilai bahwasannya PSBB masih kurang efektif untuk menghentikan kasus penularan, hal ini dibuktikan dari meningkatnya kasus covid-19 walaupun sudah menerapkan PSBB. PPKM sendiri merupakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat , sebenarnya agak mirip dengan PSBB namun yang membedakan dalam PPKM hanya saja lebih ketat. Dalam pelaksanaan PPKM mikro melibatkan sistem zonasi wilayah hingga ke RT. Dalam kebijakan ini tedapat pembagiaan zona wilayah yang diklasifikasikan seperti, zona hijau dimana tidak ada kasus covid-19 dalama lingkungan RT. Lalu ada zona kuning yakni saat ada sekitar 1-5 rumah yang positif covid dalam lingkungan RT, dan ada juga zona oranye yaitu saat ada 6-10 rumah yang terinfeksi virus serta yang terakhir adalah zona merah dimana saat ada lebih dari 10 rumah ynag terinidikasi positif covid selama 7 hari terakhir[8]. Dalam zona merah tentunya aktivitas masyarakat sekitar semakin dibatasi misalnya harus isoloasi mandiri, tidak memperbolehkan ada kerumunan lebih dari 3 orang , ditutupnya tenpat ibadah dan tempat umum lainnya. Diterapkannya kebijakan PPKM juga mengundang banyak penilaian dari masyarakat, sebagian masyarakat menilai penerapan PPKM ini tidak efektif dan tidak berjalan secara maksimal bahkan juga diakui oleh presiden karena kasus covid tidak menurun malah semakin naik, misalnya pada 26 Januari 2021 sudah ada lebih dari 1 juta kasus positif covid dan sekitar 28 ribu orang meninggal dunia.

 

Bisa kita lihat dari beberapa pemaparan diatas bahwasannya memang pemerintah cenderung lambat dalam menanggapi dan menangani kasus covid ini. Hal ini dikarenakan disaat sudah banyak negara yang prosentase kasus corona menurun, Indonesia malah semakin naik walaupun sudah melakukan berbagai upaya pencegahan penularan menyebabkan pandemi dalam kurun waktu yang lama hingga kurang lebih satu tahun, hal ini menuai kritikan dari masyarakat menganggap bahwasanya pemerintah kurang tanggap dalam merespon kasus covid saat amsih awal, masyarakat beranggapan apabila pemerintah lebih tanggap sedikit tentu kita bisa melakukan berbagai upaya preventif untuk mencegah virus covid masuk ke Indonesia. Selain itu banyak masyarakat yang bingung terkait dengan kebijakan yang seringkali berubah tiap waktu atau periode misalnya PSBB menjadi PSBB mikro lalu ada PPKM dan PPKM mikro hal ini tentu membuat masyarakat bingung meskipun aturannya sama yakni membatasi pergerakan atau mobilitas masyarakat hal ini menjadikan partisipasi masyarakat berkurang.

 

Disamping melakukan berbagai upaya pencegahan penularan pemerintah juga menerapkan kebijakan terkait dengan perbaikan ekonomi yang represif akibat dari corona. Namun hal ini juga menuai banyak kritikan dari berbagai pihak misalnya menurut direkrut dari Walhi yakni Nur Hidayati yang mengatakan "Pemerintah tidak bisa mengendalikan penyebaran dari virus covid-19" . Walhi beranggapan bahwasannya pemerintah tidak fokus pada kebijakan dan pengendalian penyebaran virus corona melainkan fokus pada perbaikan keadaan ekonomi.[9] Sama halnya dengan Faisal Basri seorang ekonom senior yang menilai bahwa fokus pemerintah saat pandemi yang terjadi di Indonesia seakan mengesampingkan aspek kesehatan dan mengedepankan aspek ekonomi. Kita tahu sendiri bahwasanya tidak hanya di Indonesia saja yang keadaan ekonominya mengalami represif melainkan hampir seluruh negara yang terkena kasus covid karena hal ini sudah wajar mengingat banyaknya mobilitas dan kegiatan yang dibatasi terutama sektor perekonomian. Namun banyak negara sudah berhasil menekan angka kasus covid dengan memprioritaskan pencegahan penularan karena itulah banyak masyarakat yang membandingkan Indonesia dengan negara lain dalam penanganan kasus covid-19 ini. Banyak masyarakat meyakini bahwa jika pemerintah hanya berfokus dalam upaya pencegahan penyebaran covid maka pandemi akan segera berakhir dan tentunya aktivitas ekonomi bisa berjalan dengan baik lagi sehingga bisa menaikkan kembali keadaan perekonomian Indonesia, oleh karena itu alangkah lebih baik jika pemerintah  lebih tanggap lagi dan juga bijak dalam membuat peraturan atau kebijakan agar permasalahan ini cepat selesai.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Holy Kartika, "4 Skenario Asal Mula Virus Corona di Wuhan Menurut WHO" Kompas.com, 2021

 Agustino Leo, "Analisis Kebijakan Penanganan Wabah Covid-19 Pengalaman Indonesia", Jurnal Borneo Administrator Volume 16 (2), Tahun 2020, hlm259

 Jefry Nandy, "Minta MAsyarakat Tak Panik Soal Penyebaran Virus Corona" Detik.com, 2020

 Garjito Dany, "Kelakar Menteri Airlangga : Izinnya berbelit Virus Corona Tak Masuk" Suara.com, 2020

 Lizsa, "Berkat Doa Qunut Corona Menyingkir dari Indonesia" Liputan 6, 2020

 Mashabi Sania, "6 Bulan Pandemi Covid-19 Catatan tentang PSBB dan Penerapan Protokol Kesehatan" Kompas.com 2020

 Irwandy, "Setahun Pandemi ini 5 Riset Penting di Indonesia" The conversation, 2021

Bayu Dandi, "PPKM Mikro Mulai Berlaku 9 Februari ini Bedanya Dengan PSBB" Kompas.com,2021

 Sandy Agung, "Walhi : Pemerintah Indonesia Gagal Atasi Pandemi Corona" Suara.com, 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun