Mohon tunggu...
Ais Aljumah
Ais Aljumah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa angkatan 2012 di Uin Alauddin Makassar jurusan Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Potret Pendidikan di Indonesia: Antara Realita dan Idealita

31 Desember 2014   03:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:08 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak mengenal ataupun mengetahui sinetron, GGS (Ganteng-ganteng Srigala), Diam-diam suka, dan beberapa sinetron lebay lainnya yang sangat ironis terhadap pesan moral, sinetron tersebut sesungguhnya adalah potret pelajar kita hari ini. "Oh M G Hellow, kamseupay " istilah-istilah alay ini yang menjadi tontonan rutin sebagian besar pelajar khususnya pelajar putri, bahkan tidak jarang kita menemukan istilah-istilah itu menjalar ke anak-anak yang belum paham makna.

Pelajar selalu diindentikan dengan remaja, dan remaja adalah wakil dari semangat pemuda. Kita tentunya menaruh harapan yang cukup besar terhadap pelajar, kita tentunya berharap bahwa pendidikan formal dan informal mampu mengiring langkah para pemuda untuk meraih masa depan bangsa yang lebih gemilang.

Namun sayangnya pendidikan di Indonesia tidak menaruh simpati lebih besar terhadap problematika pelajar yang pelajar putri, khususnya. Tidak bisa dipungkiri Pendidikan di Indonesia adalah bentuk aktualisasi dari ideologi bangsa ini yang berideologikan demokrasi-sekuler, sehingga pendidikan membawa pemahaman yang sama. Dimana agama hanya berada antara manusia dan Tuhannya, tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, dan kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik.

Bobroknya sistem pendidikan dan bius media memusnahkan ke-idealan pelajar hari ini, yang tercermin adalah maraknya tawuran atau perkelahian, munculnya genk-genk yang sangat merugikan dan tidak produktif, sex bebas dan fenomena lainnya yang setidaknya membukakan mata kita untuk prihatin dan terlibat aktif dalam mencerdaskan bangsa ini.

Saya ingin mengutip apa yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad Quthb beliau mengatakan." Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal mendapatkan pengasuhan dri Ibu yang baik, sebaliknya seorang Ibu yang rusak akhlaknya hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya itulah mengapa, orang pertama yang ingin dihancurkan Yahudi adalah perempuan".

Sebuah konspirasi luar biasa, maka tidak salah kalau budaya barat, mulai dari fashion, food, hiburan seperti film, music, dan life style menyerang kaum hawa, yang memang populasinya lebih besar, adalah bentuk penjajahan yang tidak kita sadari, Fenomena memiriskan tersebut menggerogoti perempuan terlebih dahulu, karena ditangan perempuanlah peradaban akan tercipta.

Bayangkan betapa dahsyatnya pendidikan sekuler membentuk karakter pelajar hari ini, beberapa hari yang lalu saya menemukan sebuah gambar tentang seorang pelajar SMA menembak mantan pacarnya ditengah lapangan disaksikan oleh teman-teman sekolahnya, sambil membawa spanduk berisi tulisan "balikan saja ". Ketika kita mengatakan bahwa hal ini biasa saja, maka secara tidak langsung kita terjebak dalam pengaruh media yang sudah agitatif.

Pendidikan yang sekuler-materialistik tersebut tentunya tidak mampu mencetak generasi sholeh dan mampu menjawab tantangan zaman, dikotomi pendidikan islam dan umum telah berjalan puluhan tahun sekaligus membuktikan betapa wujud pancasila mengesahkan dan menunjukan dirinya sebagai penganut paham sekuler. Dikotomi antara sekolah pesantren dan umum, menciptakan pelajar yang memiliki pengetahuan umum luar biasa namun awam akan pengetahuan agama, dilain sisi santri terkungkung pada doktrin agama yang membinasakan pengetahuan diluar nilai-nilai agama yang bersifat sistematis.

Pendidikan di Indonesia bisa saja membentuk pelajar yang memiliki kemampuan yang menguasai tekhnologi namun gagal dalam membentuk karakter yang beriman dan mengilmui nila-nilai islam dan memberdayakan pengetahuan sains dan tekhnologi dalam kerangka yang lebih sempurna.

Kebobrokan pendidikan di Indonesia yang berdampak pada jatuhnya moral pelajar tidak hanya buah dari sistem pendidikan yang sekuler-materialistik tapi juga pada sumber daya pendidik, yang seharusnya mereka mendidik bukan sekedar menumpahkan ilmu tanpa memperhatikan wadahnya. Mereka lebih layak disebut sebagai pengajar dibandingkan pendidik.

Selain itu fasilitas pendidikan dibeberapa daerah yang tidak layak menciptakan pelajar yang tidak produktif dan biaya sekolah yang mahal masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat akibatnya, anak-anak masih banyak berada diluar sekolah dan memilih membantu kehidupan keluargnya dengn menjadi pemulung ataupun pengamen dibandingkan menghabiskan dana untuk bersekolah.

Sementara islam membawa solusi terhadap problematika pelajar hari ini. Remaja sebagai sumber daya terbesar pembentuk sebuah peradaban lihatlah betapa mujahid, Ali ibn Abi Tholib, menghentakan zamannya saat membela Rasulullah di medan perang.

Dikalangan perempuan kita melihat Aisyah ra. Kita tidak hanya  mengenalnya sebagai seorang Istri Rasulullah, Aisyah adalah seorang yang sangat cerdas, masa kanak-kanak dan remajanya bisa dikatakan dihabiskan bersama Rasulullah SAW. Namun demikian ia mampu menghafal begitu banyak Hadits dan juga ayat Al Qur'an, padahal saat itu belum populer alat tulis dan buku catatan sebagai sarana penyimpan informasi. Tak kurang dari 2.210 hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah.

Tidak hanya itu, ia juga mampu memberikan solusi berbagai permasalahan agama yang mucul kemudian, berdasarkan apa yang dialaminya bersama Rasulullah SAW. Apa yang disabdakan dan dilakukan beliau, menjadi dasar acuannya dalam memberikan solusi. Tak jarang beberapa sahabat terkemuka mendatangi Aisyah untuk meminta pertimbangan.

Kita tentunya tidak ingin berlari seketika di zaman Rasulullah, saat kita berada di era post modern bukan lagi era modern saat ini, dimana kebenaran juga mengalami perkembangan kita tidak bisa menemukan adanya kebenaran yang hakiki, sekalipun itu berasal dari Al-Qur'an, kaum relativisme, dan pluraslime berteriak mematahkan kemurnian islam yang dibawa oleh Rasulullah. Hari ini kita kehilangan adab dalam hidup, kita melupakan nilai-nilai yang dibawa oleh Rasulullah.

Sehingga yang bisa dilakukan hari ini adalah senantiasa menyuarakan kebenaran hakiki islam, ummat islam seharusnya bersatu, sayaangnya hari ini kita belum menanamkan islamic worldview sehingga yang terjadi adalah tatanan kehidupan ummat muslim jauh dari nilai-nilai islam semestinya bukankah Allah subhanhu wa ta'ala telah berfirman pada QS. Al-Maidah : 3 " pada hari ini aku telah menyempurnakan kepadamu agamamu, dan aku telah mencukupkan nikmat Ku untukmu dan aku telah meridhoi islam sebagai agama bagimu"

Sehingga jelas bahwa pendidikan islam tanpa adanya dikotomi antara sekolah umum dan pesantren adalah solusi fundamental dalam membangun peradaban. Menurut Abu A'la Maududi Islam adalah suatu sistem kehidupan yang sempurna, mengandung 5 sub sistem yaitu : sistem spiritual, moral, politik, ekonomi, dan sosial

Apabila ke-lima sub tersebut dirinci akan terdapat gambaran sebagai berikut :

1. Sistem spiritual   : Sistem keyakinan, pemikiran, filsafat, sains dan tekhnologi,

Mistis, ibadah/ ritual

2. Sistem moral     : Sistem moral terhadap Allah, diri sendiri, keluarga, tetangga,

Masyarakat dan lingkungan hidup

3. Sistem politik     : Kedaulatan dalam negara, hukum dalam negara, tujuan dalam

Negara. Sistem hak asasi manusia, golongan minoritas, pemb-

agian kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), pemba-

ngkangan sipil, peperangan, perdamaian, sumber pendapatan

negara.

4. Sistem ekonomi   : Sistem sumber daya alam, pemilikan, usaha, tenaga kerja, dan

pengelolahan.

5. Sistem sosial     : Sistem pendidikan, keluarga, budaya, dan seni, serta sistem

kemasyarakatan.

Masuknya paham sekuler, liberal dan pluralis tidak lain adalah bagian dari psy war  atau uzl fikr  atau perang pemikiran. Sehingga menjadi kewajiban bagi ummat islam untuk memeranginya. Cita-cita atau kejayaan islam adalah sebuah keniscayaan, karena Allah yang menjanjikannya. Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun