Peran perempuan dalam penyelamatan lingkungan tidak bisa dipandang sebelah mata. Telah banyak gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan yang dilakukan oleh Perempuan. Tak sedikit Perempuan Indonesia menjadi tokoh penggerak dan penyelamat lingkungan dan telah menjadi penerima kalpataru. Dilansir dari Wikipedia.org kalpataru adalah penghargaan yang diberikan kepada perorangan atau kelompok atas jasanya dalam melestarikan lingkungan hidup di Indonesia. Kalpataru memiliki 4 kategori penghargaan, yaitu: perintis lingkungan, pengabdi lingkungan, penyelamat lingkungan dan pembina lingkungan.
Salah satu tokoh perempuan penerima kalpataru ialah Nyi Eroh atau Ma Eroh yang merupakan perempuan pertama penerima penghargaan Kalpataru Lingkungan Hidup pada 1988. Beliau adalah seorang petani dari Desa Santanamekar, Cisayong, Tasikmalaya yang terkenal karena berhasil memapras bukit cadas di lereng gunung Galunggung.
Apa yang dilakukan oleh Ma Eroh merupakan bukti nyata peran perempuan dalam menyelamatkan lingkungan yang sudah dilakukan pada tahun 90-an. Meski generasi gen z dan gen alpha mungkin tidak mengetahui siapa Ma Eroh namun kiprahnya dalam penyelamatan lingkungan dapat kita jadikan contoh teladan. Bagaimana Ma Eroh yang dicibir tetangganya karena memapras kerasnya bukit cadas gunung Galunggung. Setiap hari beliau naik turun gunung dengan membawa alat belencong dan cangkul, peralatan yang digunakannya untuk memapras. Karena ketekunan dan keyakinannya beliau telah berhasil membuat saluran irigasi yang dapat mengairi sawah bukan hanya di kampungnya namun di dua desa tetangganya. Bukan hanya lingkungan yang diselamatkan, juga ketahanan pangan karena dengan adanya aliran irigasi menyelamatkan sawah di deanya yang terancam gagal panen karena mengalami kekeringan.
Perempuan lain penerima Kalpataru, Ibu Suswaningsih yang selama puluhan tahun sejak 1996 menyulap lahan tandus berbatu dan gersang, di Kelurahan Karangwuni dan Melikan di Kapanewon Rongkop Gunungkidul, menjadikan lahan hijau yang bermanfaat dan produktif. Beliau bekerja sebagai Penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kapanewon Rongkop. Pada 2021, Ibu Suswaningsih menerima Penghargaan Kalpataru.
Ibu Adelfina Pinga, perempuan asli pesisir Pulau Kera yang sehari-hari mencari kerang, gurita, rumput laut yang dibudidayakan di pesisir Pantai yang dijadikan sebagai mata pencahariannya. Hasil tangkapan dan budidaya laut dijualnya ke Kota Kupang. Beliau bersama Kelompok Menjaga Alam, rutin melakukan pembersihan sampah di pinggir pantai, melarang masyarakat buang sampah, melarang angkat kerikil pasir, juga menanam pohon waru. Praktik usaha yang dilakukan olehnya mengutamakan ekosistem secara berkelanjutan.
Lain halnya kisah Mama Petronela Maraudje, pegiat lingkungan asal Kota Jayapura, Provinsi Papua yang meraih penghargaan Kalpataru pada 2023. Â Mama Petronela Meraudje telah mengabdikan dirinya untuk hutan mangrove. Beliau memanfaatkan potensi alam yang ada di hutan mangrove, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, seperti mengambil kepiting, udang, kayu kering dan sebagainya.
Selain tokoh-tokoh di atas tentu masih banyak Perempuan lain yang melakukan gerakan-gerakan penyelamat lingkungan yang dapat dijadikan contoh teladan bagi kita dalam menyelamatkan lingkungan.
Perempuan memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga lingkungan. Dalam lingkup keluarga misalnya perempuan memiliki peran yang sangat besar dalam memilih produk rumah tangga yang ramah lingkungan, bagaimana pengelolaan sampah rumah tangga, mengajak keluarga untuk dapat memilah sampah organik dan non organik, memilih menggunakan dan memperkenalkan pembalut kain daripada pembalut sekali pakai. Menjadi penggerak bank sampah di lingkungan RT/RW atau kelurahan telah banyak digagas oleh Perempuan.
Perjuangan perempuan tidak sampai disitu saja, karena perjalanan masih sangat panjang. Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan terus mengintai dan sudah kita rasakan dampaknya. Perjuangan ini tentu tidak bisa kita lakukan sendiri. Perlu dukungan solidaritas yang tinggi, kebijakan lingkungan yang melibatkan perempuan, serta upaya penanggulangan ekosistem yang berkelanjutan.
Perjuangan tersebut juga telah diupayakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang menyuarakan, bahwa kesetaraan gender telah menjadi salah satu tujuan dalam pembangunan berkelanjutan yang harus diwujudkan pada tahun 2030. Hal ini melibatkan akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan menjadi elemen penting dalam mencapai target kelima pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs), yaitu Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan. Dalam mengevaluasi hasil pembangunan yang berperspektif gender digunakan beberapa indikator diantaranya Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H