Mohon tunggu...
Ai Rosita
Ai Rosita Mohon Tunggu... Relawan - Menjadi seseorang yang memiliki arti dan berguna untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitar

Orang yang merasa kesepian dan tidak memiliki arti, mencoba menyelami sedikit arti dalam dirinya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Mudah Berputus Asa, Pesan dari Ibuku

26 November 2022   21:05 Diperbarui: 26 November 2022   21:27 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ibuku hanya seorang perempuan yang berasal dari desa, ibuku tidak terkenal karena memang dia bukan selebriti ataupun publik figur. Dia hanya lulusan madrasah tsanawiyah, yang menikah pada usia 18 tahun. Pada usia 36 tahun Ibuku berpulang, 12 Desember 1997 tanggal kepergian ibukku. Saat itu usiaku baru 15 tahun, aku masih duduk di bangku SMP kelas 3.

Hanya 15 tahun memang kebersamaanku dengan ibu. Tapi banyak kenangan, petuah dan nasihat dari ibuku baik yang disampaikan secara lisan maupun yang dia tunjukan dengan perbuatan. Ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga, Bapakku penjual bakso keliling yang mencari peruntungannya di Ibukota.

Meskipun hanya seorang Ibu rumah tangga, Ibuku tidak mau diam begitu saja. Kata ibuku perempuan juga harus bisa mandiri, tidak hanya bergantung pada nafkah suami. 

Untuk membantu perekonomian keluarga ibu berjualan gorengan keliling, menjajakan dagangannya dari rumah ke rumah. Setelah semua pekerjaan rumah selesai, ibu mulai membuat adonan gorengan. Jika libur sekolah aku biasa membantunya menyiapkan bahan-bahan. Biasanya dia mulai keliling pada siang hari. 

Dagangannya tidak selalu habis, jika masih ada sisa dia memberikan pada tetangga. Aku tak pernah mendengarnya mengeluh capek, dia selalu mengajariku untuk bersyukur, apapun yang didapatkan. Dulu, aku malu ibuku penjual gorengan keliling. Aku tak pernah mau ikut ibu jualan, karena malu, takut diejek teman-teman. Ibu tidak pernah memintaku untuk jualan, ibu juga tidak pernah memaksaku untuk ikut jualan dengannya.

   Tidak banyak keuntungan yang dihasilkan dari jualan gorengan, ibuku mencoba peruntungan lain dengan jualan baju dan perabot rumah tangga. Sama seperti jualan gorengan, diapun berkeliling untuk menjual baju dan perabotannya. 

Untuk menjual baju dan perabotan dia tidak hanya berkeliling di kampung kami tinggal, dia coba mencari pelanggan baru dengan berkeliling ke kampung lainnya. Menjual baju dan perabot secara tunai di kampung tidaklah mudah, ibupun menawarkan kredit.

Pada saat bulan puasa, Ibu mencoba mencari lapak di emperan pasar. Karena untuk menyewa kios Ibu tidak sanggup. Banyak kendala yang dihadapi Ibu saat berjualan baju dan perabot, kredit macet sehingga membuat modalnya sulit untuk berputar kembali. Berjualan baju dan perabot, membutuhkan modal yang lumayan besar. Kredit macet membuat Ibu tidak mampu melanjutkan jualannya. Namun, Ibu tidak berputus asa untuk terus berusaha.

Ibu pintar membuat kue, dia memanfaatkan kemampuannya dan mulai mencoba jualan kue. Saat itu di desaku, tidak ada yang jualan kue dan hanya sedikit orang yang bisa membuat kue, salah satunya Ibuku. Keadaan di tahun 90-an tidak seperti sekarang, siapapun dengan mudah bisa membuat kue karena ada banyak tutorial cara membuat kue melalui media sosial.

Yang menjadi pelanggan ibu, tadinya hanya tetangga terdekat saja, namun testimoni dari mulut ke mulut merupakan promosi gratis yang membuat pelanggan ibu mulai bertambah. Apalagi jika mendekati hari raya idul fitri, banyak pelanggan datang langsung ke rumah untuk membeli kue ibu. Kue-kue yang ibu bikin kue nastar, kue cinta, kue sagon, kue semprit.

Ibu juga menerima pesanan bolu.  Ibu mencoba mencari pasar yang lebih luas. Berbeda halnya dengan jualan gorengan, baju dan perabot yang harus berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya, dari satu kampung ke kampung lainnya.

Ibu menitipkan kue-kue buatannya ke toko-toko besar yang ada di kecamatan dekat pasar. Ibu menitipkan kue-kuenya di toko-toko pada dua kecamatan. Awalnya, yang membantu ibu hanya keluarga saja. Namun, seiring bertambahnya pelanggan, ibu mulai mengajak tetangga untuk membantu membuat kue. Ibu bisa memberdayakan para ibu rumah tangga lainnya untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Tidak terlalu lama, bisnis kue ibu berkembang. Ibu bisa membangun toko di depan rumah. Di tokonya, Ibu tidak hanya menjual kue, Ibu membuat toko serba ada. Dulu, toko serba ada di kampung sangatlah jarang. Jika ingin belanja kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap harus pergi ke pasar terlebih dahulu.

Sosok ibuku yang kutahu dan yang masih terkenang, dia tidak hanya sebagai pekerja keras, namun dia juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. Setiap Jum'at, dia memberikan sedekah untuk anak yatim dan dhuafa. Dia yang mengantarkannya langsung kepada mereka. Ibu selalu ringan tangan untuk membantu saudara-saudara dan orang yang membutuhkan.

Selain itu, ibuku yang aku kenal dan aku tahu, dia seorang pemberani. Dia berani mengemukakan pendapatnya. Dalam suatu rapat sekolah yang dia hadiri. Saat aku pertama kali masuk SMP. Pihak sekolah mengadakan rapat untuk membahas sumbangan gedung. 

Meski sekolahku di sekolah negeri, di tahun 90-an setiap masuk SMP atau SMA harus bayar sumbangan gedung di tahun pertama masuk dan membayar SPP tiap bulan. Menurut ibuku, nominal yang dibebankan pihak sekolah terlalu besar dan membebani para orang tua.

Dengan berani ibuku menolak pungutuan itu dan melakukan lobi ke pihak sekolah untuk menurunkan nominal sumbangan biaya Gedung. Orang tua lain sangat berterima kasih kepada ibuku karena merasa aspirasinya tersampaikan.

Ibu, kini memang telah tiada. Tapi sikap berani, pantang putus asa dan kepedulianmu dengan sesama akan selalu menjadi inspirasi bagiku. Aku bangga menjadi anakmu.  Ibu, semoga bahagia di surga-Nya. Tak banyak engkau berucap untuk memberikan contoh yang baik. Engkau berikan contoh dengan tindakanmu. Al Fatihah, untuk Ibu Yayat Rohayat bin H. Ata Juanda.

Bekasi, 26 November 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun