Â
Bedeng milik Agus. Foto:
MANTAN narapidana yang kini telah menjadi ustadz, Anton Medan memperkirakan, hukuman yang bakal didapat Agus Dermawan, pemerkosa dan pembunuh P, bocah 9 tahun di Kalideres, Jakarta Barat, di dalam penjara nanti akan sangat berat.
Menurut Anton, untuk kasus pemerkosaan, para pelakunya akan sangat tersiksa, sejak masih berada di tahanan kepolisian. Beberapa hukuman yang sangat berat tersebut antara lain, para tahanan lain akan memaksanya memakan kotoran manusia, kemaluannya diolesi minyak gosok, dan bahkan disodomi oleh tahanan lain.
Beratnya siksaan saat berada di sel tahanan dan saat di dalam penjara, akan membuat napi kasus perkosaan agak mengalami gangguan jiwa. "Yang begini terganggu kejiwaannya, 3-4 tahun baru kelihatan," kata Anton.
Â
Membaca berita rekonstruksi kasus pembunuhan P, memang membuat hati panas dan geram. Sangat sulit rasanya membayangkan adegan demi adegan ketika Agus dengan biadab memperkosa lalu kemudian menghabisi nyawa bocah nahas tersebut dengan cara dicekik menggunakan kabel charger telepon genggam lalu kemudian memasukkannya ke dalam kardus dan membuangnya.
Rasanya, hukuman seperti yang diutarakan Anton Medan, memang sangat pantas didapat oleh Agus dan para pelaku kejahatan seksual lainnya. Walaupun tidak bisa membayar kesedihan keluarga yang ditinggalkan, dan juga tidak akan mengembalikan tawa dan keceriaan P lagi, hukuman sadis yang bakal didapat Agus di dalam penjara nanti akan membuatnya sangat-sangat tersiksa.
Semakin parahnya kejahatan seksual pada anak memang harus membuat negara memikirkan hukuman baru yang sangat berat yang bisa membuat para pelaku kejahatan tersebut jera. Apalagi jika mengingat dampak dan efek luar biasa yang akan dialami korban sepanjang hidup mereka.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 15 disebutkan bahwa anak berhak mendapat perlindungan dari kejahatan seksual. Dalam undang-undang itu pun disebutkan ganjaran hukuman yang lebih berat dalam hal denda kepada para pelaku.
Denda maksimal untuk para pelaku kejahatan seksual pada anak naik dari Rp300 juta menjadi Rp5 miliar, sedangkan sanksi penjara hingga 15 tahun. Tapi kenyataannya, hukuman berat yand ada di undang-undang tersebut tidak menghalangi para predator-predator tersebut memangsa anak. Kejahatan seksual pada anak tetap ada.
Menanggapi hal ini, Presiden Joko Widodo telah menyetujui untuk memberikan hukuman tambahan kepada para pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak. Hukuman tambahan tersebut adalah pengebirian syaraf libido.
"Munculnya kekerasan seksual terhadap anak, beliau (Presiden Jokowi) setuju pengebirian saraf libido," ujar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Selasa (20/10/2015).
Pengebirian saraf libido tersebut adalah dengan cara menyuntikkan hormon wanita, supaya nafsu hasrat para pelaku hilang. Nantinya, dengan tambahan hukuman ini, diharapkan para paedofil jera dan berpikir 1.000 kali jika ingin menyakiti anak-anak. Untuk meloloskan rencana hukuman kebiri ini, pemerintah telah menyiapkan draf perppu. Penambahan hukuman ini juga didukung oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Awalnya saya berpikir, hukuman kebiri yang direncanakan pemerintah ini adalah memotong alat kelamin para pelaku. Dan saya akan sangat setuju jika memang hukuman ini yang akan ditambahkan. Namun ternyata hukuman kebiri tersebut hanyalah menghilangkan nafsu hasrat pelaku saja.
Â
Sebagai salah satu orang yang geram dengan kejahatan seksual pada anak, saya sangat mendukung dan setuju dengan tambahan hukuman tersebut jika nanti benar-benar menjadi undang-undang. Tapi jika saja saya sebagai masyarakat boleh dimintai pendapat atau usul mengenai hukuman yang pantas bagi pelaku, saya pasti akan mengusulkan pemotongan alat kelamin buat para pelaku.
Bukan bermaksud melucu, alasan saya mengusulkan hukuman tersebut sederhana. Bila alat untuk melakukan kejahatan selalu disita sebagai barang bukti oleh negara, maka saya berpikir alat untuk melakukan kejahatan seksual pada anak alias alat kelamin pelaku pun harus disita (dipotong) sebagai barang bukti. Saya rasa dengan hukuman ini, para pelaku bukan saja kapok, melainkan akan menyesal selama-lamanya.
Tapi, apapun nanti. Hukuman untuk pelaku kejahatan seksual anak tetap harus ditambah dan harus diperberat.Dan itu harus kita setujui dan dukung. Dan dengan memberikan hukuman tambahan yang lebih berat akan menunjukkan kehadiran negara dalam kejahatan yang biadab ini.
Sambil menunggu hukuman tersebut menjadi undang-undang, kita sebagai warga tetap harus ikut melawan kejahatan ini. Caranya dengan meningkatkan kewaspadaan menjadi cara kita semua dalam memerangi kejahatan ini. Jangan ada lagi, acuh tak acuh denagn suasana sekitar. Selalu mengingatkan dan menjaga dalam lingkungan tempat tinggal menjadi cara yang efektif dalam hal ini. Mungkin, jika saja warga sekitar di tempat tinggal P, ada yang sadar dengan kelakukan Agus, kisah tragis ini pasti tidak akan terjadi. Jika saja mereka peduli, dengan cara menjaga anak-anak mereka, tidak mungkin bedeng tempat tinggal Agus menjadi pos untuk melakukan pesta narkoba dengan bebas oleh anak-anak mereka.Â
Padahal kisah tragis Angeline, bocah perempuan yang juga tewas akibat dibunuh setelah sebelumnya mengalami penyiksaan oleh ibu angkatnya, harusnya menjadi pelajaran bagi kita semua agar waspada. Kuncinya, kepedulian kita semua yang akan mampu melindungi anak-anak kita, masa depan kita, dari predator-predator biadad.
--------
Pagi itu, P, mungkin tidak berpikir kalau dirinya telah menjadi incaran nafsu setan yang telah mengintainya. Dengan senyum polos dan tawa riang, bocah 9 tahun itu tidak berpikir macam-macam, ketika sang iblis durjana memanggilnya, ketika dirinya pulang dari sekolah.
Dengan sopan, gadis kecil berkerudung itu mencium tangan si iblis dan masuk ke dalam perangkapnya. Tanpa curiga sedikitpun, ia mengikuti ajakan si iblis yang telah memendam nafsu birahi.
Dalam sekejap, dengan menggunakan kain kerudung si iblis membekap P sambil kemudian melampiaskan nafsunya. Tidak hanya itu, kabel charger telepon genggam pun diambilnya untuk menjerat bocah nahas tersebut hingga akhirnya meninggal dunia.
Tanpa ada beban, si iblis dengan tenang kemudian mengikat tubuh mungil P dengan lakban dan memasukkannya ke dalam kardus. Dengan menggunakan sepeda motornya, si iblis membawa kardus tersebut untuk dibuangnya di sebuah gang sempit di daerah Kamal, Kalideres, Jakarta Barat.
Seharusnya pagi itu P pulang ke rumahnya, untuk bertemu Ibu, Bapak, dan kakak-kakaknya. Seharusnya pagi itu, P bisa bercerita tentang pelajaran yang ia dapatkan di sekolah, harusnya ia bisa bercerita mengenai aktivitasnya bersama teman-teman. Tapi kenyataannya, semuanya direnggut oleh kebiadaban si iblis.
Referensi:
http://mediaindonesia.com/editorial/view/561/Melindungi-Kunci-Masa-Depan/2015/10/21
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H