Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Skripsi Tidak Lagi Wajib dan Realita Dunia Kerja

15 September 2023   15:45 Diperbarui: 24 September 2023   08:47 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan Pak Nadiem Makarim namanya, kalau tidak membuat kebijakan yang tidak menggemparkan masyarakat Indonesia. Belum juga selesai masalah PPDB Zonasi yang perlu dievaluasi, sekarang kebijakan baru yang membuat heboh muncul kembali.

Pada Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023, dikatakan bahwa skripsi tidak wajib atau skripsi dihapuskan kewajibannya sebagai syarat kelulusan untuk mahasiswa S1. Wah! Skripsi sekarang tidak lagi wajib? Semua mahasiswa tingkat akhir sudah pasti langsung bersorak-sorai kegirangan.

Tunggu, jangan terlalu senang dulu! Keputusan tetap ditentukan pihak kampus. Apabila perguruan tinggi terkait menginginkan syarat kelulusan tetap menggunakan skripsi, maka Pak Menteri juga menghormati. 

Jadi, skripsi tidak mutlak dihapuskan dari dunia perkuliahan, hanya lebih bersifat fleksibel saja.

Kesan mengerjakan skripsi saat duduk di bangku kuliah

Pengerjaan skripsi selalu membawa cerita yang punya banyak kesan untuk seluruh mahasiswa. Banyak sekali cerita suka duka hingga yang menyedihkan di balik pengerjaan skripsi saat duduk di bangku kuliah.

Jujur saja, skripsi merupakan mata kuliah tersulit yang harus diselesaikan mahasiswa tingkat akhir sebagai syarat kelulusan sejak zaman dulu. Saya yang merupakan mantan mahasiswa di salah satu universitas juga pernah merasakan sulitnya menyelesaikan skripsi.

Bahkan saya sudah mulai berkonsultasi skripsi dengan dosen pembimbing pilihan saya dari semester enam, agar lulus tepat waktu kala itu. Sebenarnya bukan konsultasi resmi, lebih kepada pengenalan tema dan kerangka yang akan dipilih untuk skripsi.

Kebetulan memang dosen pembimbing pilihan saya sangat baik, sehingga sangat welcome jika ada mahasiswa yang ingin mengerjakan skripsi sejak awal. Walaupun belum mengambil mata kuliah skripsi.

Sayangnya, mengerjakan skripsi tidak akan berjalan semulus itu, sobat! Perbedaan pendapat antara dosen pembimbing, revisi puluhan kali, dan sulit bertemu dosen untuk berkonsultasi sudah pasti akan dialami mahasiswa tingkat akhir yang sedang menjadi pejuang skripsi. Belum lagi, sidang skripsi yang paling menegangkan menjadi penentu kelulusan kita para mahasiswa.

Saya termasuk mahasiswa yang beruntung, bisa lulus tepat waktu di semester delapan. Mendapatkan nilai yang baik pada skripsi, dan cukup lancar mengerjakan skripsi. Berbeda dengan beberapa teman, yang harus mati-matian mengerjakan skripsi sampai merelakan lulus kuliah di tahun kelima.

Tidak jarang mahasiswa yang menangis atau justru semakin malas karena skripsi tidak kunjung selesai. Banyak juga yang akhirnya mengabaikan skripsi, memilih berhenti kuliah, dan mulai bekerja atau berbisnis dengan ijazah SMA saja. Sia-sia semua perjuangan selama kuliah karena sudah putus asa dahulu.

Menurut saya, inilah yang membuat Menteri Pendidikan kita Pak Nadiem Makarim menghapus kewajiban skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa. Kebijakan ini sangat menguntungkan semua mahasiswa. Namun, bukan berarti perguruan tinggi bisa memberikan ijazah pada mahasiswa tanpa kompetensi.

Tugas perguruan tinggi adalah membuat sebuah gebrakan baru. Memastikan mahasiswa bisa membuat karya ilmiah tanpa harus membuat skripsi. Memastikan mahasiswa yang lulus memiliki kompetensi, dan kualitas yang baik sebelum menerima ijazah. Kampus harus selalu menjaga kualitas mahasiswa yang sudah lulus.

Realita dunia kerja di Indonesia

Realita dunia kerja di Indonesia tak seindah impian para fresh graduate. Nyatanya, IPK tinggi dan ijazah hanya sebagai syarat awal rekrutmen karyawan baru saja. Para pelamar kerja masih harus melalui tahap seleksi kerja yang mengabaikan ijazah.

Lalu, apa yang dicari perusahaan dari seorang calon karyawan baru? Tentu, seorang yang punya pengalaman organisasi, mempunyai pengalaman kerja atau magang, pandai bersosialisasi, pandai bernegosiasi.

Kemampuan berpikir kritis, jujur, dan punya attitude. Seorang pelamar kerja juga harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk bidang kerja yang dicari perusahaan. Jadi, apakah skripsi masih digunakan di sini?

Saya sangat setuju apabila skripsi tidak lagi wajib. Banyak cara selain skripsi untuk menguji kemampuan mahasiswa. Seperti melalui penelitian, menciptakan inovasi baru, atau hal lain yang jelas lebih realistis untuk mendapatkan mahasiswa berprestasi.

Yang masih menjadi pertanyaan, apakah benar cara baru nanti akan membuat mahasiswa lebih mudah lulus, atau justru lebih menyulitkan mahasiswa untuk menyandang gelar sarjana? Hanya waktu yang akan menjawab.

Kebijakan ini harus terus dievaluasi agar tidak ada kecurangan di dunia pendidikan seperti yang sudah terjadi sebelumnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun