Saya termasuk mahasiswa yang beruntung, bisa lulus tepat waktu di semester delapan. Mendapatkan nilai yang baik pada skripsi, dan cukup lancar mengerjakan skripsi. Berbeda dengan beberapa teman, yang harus mati-matian mengerjakan skripsi sampai merelakan lulus kuliah di tahun kelima.
Tidak jarang mahasiswa yang menangis atau justru semakin malas karena skripsi tidak kunjung selesai. Banyak juga yang akhirnya mengabaikan skripsi, memilih berhenti kuliah, dan mulai bekerja atau berbisnis dengan ijazah SMA saja. Sia-sia semua perjuangan selama kuliah karena sudah putus asa dahulu.
Menurut saya, inilah yang membuat Menteri Pendidikan kita Pak Nadiem Makarim menghapus kewajiban skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa. Kebijakan ini sangat menguntungkan semua mahasiswa. Namun, bukan berarti perguruan tinggi bisa memberikan ijazah pada mahasiswa tanpa kompetensi.
Tugas perguruan tinggi adalah membuat sebuah gebrakan baru. Memastikan mahasiswa bisa membuat karya ilmiah tanpa harus membuat skripsi. Memastikan mahasiswa yang lulus memiliki kompetensi, dan kualitas yang baik sebelum menerima ijazah. Kampus harus selalu menjaga kualitas mahasiswa yang sudah lulus.
Realita dunia kerja di Indonesia
Realita dunia kerja di Indonesia tak seindah impian para fresh graduate. Nyatanya, IPK tinggi dan ijazah hanya sebagai syarat awal rekrutmen karyawan baru saja. Para pelamar kerja masih harus melalui tahap seleksi kerja yang mengabaikan ijazah.
Lalu, apa yang dicari perusahaan dari seorang calon karyawan baru? Tentu, seorang yang punya pengalaman organisasi, mempunyai pengalaman kerja atau magang, pandai bersosialisasi, pandai bernegosiasi.
Kemampuan berpikir kritis, jujur, dan punya attitude. Seorang pelamar kerja juga harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk bidang kerja yang dicari perusahaan. Jadi, apakah skripsi masih digunakan di sini?
Saya sangat setuju apabila skripsi tidak lagi wajib. Banyak cara selain skripsi untuk menguji kemampuan mahasiswa. Seperti melalui penelitian, menciptakan inovasi baru, atau hal lain yang jelas lebih realistis untuk mendapatkan mahasiswa berprestasi.
Yang masih menjadi pertanyaan, apakah benar cara baru nanti akan membuat mahasiswa lebih mudah lulus, atau justru lebih menyulitkan mahasiswa untuk menyandang gelar sarjana? Hanya waktu yang akan menjawab.
Kebijakan ini harus terus dievaluasi agar tidak ada kecurangan di dunia pendidikan seperti yang sudah terjadi sebelumnya!