Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pembuangan Air Limbah Nuklir Fukushima Jepang ke Laut, Apakah Aman?

28 Agustus 2023   18:41 Diperbarui: 30 Agustus 2023   09:46 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Makanan Laut. (Sumber: pexels.com/Giovana Spiller)

Kabar yang menggemparkan dunia baru saja muncul belakangan ini. Pada pemberitaan BBC News Indonesia (26/08/2023), Jepang mengambil langkah kontroversial yang membuat hampir seluruh masyarakat dunia dilanda kekhawatiran.

Jepang mengatakan bahwa pada tanggal 24 Agustus kemarin, mereka membuang air limbah nuklir Fukushima ke Samudera Pasifik.

Air limbah tersebut adalah air limbah nuklir yang berasal dari musibah tsunami 2011 yang merusak PLTN Fukushima. Informasinya, lebih dari satu juta ton air limbah berada di sana, dan air limbah tersebut telah diolah oleh Jepang.

Bagaimana respon masyarakat Jepang, dan negara tetangga mengenai tindakan kontroversi yang dilakukan oleh Jepang? Bagaimana penanganan yang dilakukan untuk mengolah air limbah nuklir di Jepang?

Respon beragam masyarakat Jepang dan negara tetangga

Respon beragam dari masyarakat Jepang, dan negara tetangga langsung berdatangan setelah mendengar pernyataan Jepang mengenai keputusan untuk membuang air limbah nuklir ke laut.

Masyarakat di Jepang sangat khawatir dengan kontaminasi yang terjadi jika air limbah tersebut dibuang ke laut lepas. Bahkan masyarakat yang bekerja di industri perikanan sangat mengkhawatirkan mata pencaharian mereka kemungkinan akan diragukan. Kemungkinan besar konsumen akan menghindari membeli makanan laut, apalagi yang berasal dari Fukushima.

Melalui surat kabar Asahi Shimbun, diketahui hasil survei yang kurang baik dari masyarakat terhadap keputusan yang diambil oleh Jepang. Dikatakan bahwa hanya 53% yang mendukung, dan 41% respon masyarakat tidak mendukung keputusan tersebut.

China menjadi negara yang paling menolak keputusan tersebut, sedangkan Korea Selatan menghormati keputusan yang dilakukan oleh Jepang. Namun, nyatanya masyarakat Korea Selatan juga melakukan demonstrasi terkait keputusan mengenai pembuangan air limbah dari Jepang ke laut karena meragukan keamanan dampak zat radioaktif yang telah diolah.

Sebenarnya, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sudah mendukung keputusan tersebut. Beberapa pendapat mengatakan melakukan pembuangan air limbah yang sudah diolah ke laut sudah biasa dilakukan oleh PLTN. Yang menjadi kekhawatiran karena jumlah limbah dari Fukushima tersebut jauh lebih besar.

Bagaimana dengan Indonesia? Dalam berita BBC News Indonesia (24/08/2023), ada dua pendapat berbeda dari dua tokoh. Pendapat berasal dari Peneliti Senior bidang nuklir di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yaitu Djarot Sulistio.

Djarot mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir, karena air limbah itu sudah diolah menjadi zat yang tidak berbahaya bagi manusia. Indonesia juga memiliki sistem untuk mengecek produk laut sebelum dikonsumsi, sehingga bisa diketahui apabila memang terkontaminasi sebelum diedarkan pada masyarakat.

Sedangkan Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Rignolda Djamaludin, berkata bahwa potensi risiko itu pasti ada, belum tentu air tersebut sepenuhnya bebas dari zat radioaktif.

Pengolahan air limbah nuklir di Jepang

Ada baiknya kita juga mengetahui proses pengolahan air limbah nuklir di Jepang, sehingga mereka bisa menyatakan keamanan dari zat radioaktif.

Masih dalam berita yang sama dari BBC News Indonesia (24/08/2023), air limbah nuklir yang terkontaminasi dari Fukushima disaring oleh Tepco melalui Sistem Pemrosesan Cairan Lanjutan (ALPS), yang bertujuan untuk mengurangi sebagian besar zat radioaktif. Jadi, zat tersebut sudah mencapai standar keamanan yang dapat diterima, selain tritium.

Air yang dimurnikan tersebut, disimpan dalam tangki. Lalu, diencerkan dengan air laut sebanyak 100 kali untuk meminimalisir kandungan tritium menjadi 1.500 Bq/L yang dianggap aman. Akhirnya, air yang sudah diolah tersebut dilepaskan ke laut dalam 30 tahun.

Jepang sendiri menjanjikan transparansi tingkat tinggi untuk proses pembuangan air limbah nuklir olahan tersebut. Juga turut mengundang delegasi dan media untuk tur pada proses pengolahan air limbah tersebut. 

Hal ini tentu bertujuan agar mereka bisa melihat langsung proses pengolahan, dan memastikan keamanan air limbah olahan sebelum dibuang ke laut.

Pernyataan berbeda dari kedua tokoh di Indonesia, membuat saya sebagai masyarakat Indonesia pun juga meragukan makanan yang berasal dari laut.

Menurut saya, respon negatif sangat wajar diberikan oleh masyarakat, karena kepercayaan para konsumen akan berkurang dengan keamanan makanan laut yang akan dikonsumsi. Padahal, Indonesia merupakan negara yang hampir seluruh masyarakatnya selalu mengkonsumsi ikan.

Kita sangat mengetahui, apabila air terkontaminasi, maka akan banyak habitat laut yang bisa saja mati, sehingga mengalami penurunan biota laut. Belum lagi, air dan makanan laut yang terkontaminasi jika dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan manusia.

Jika memang merupakan hal biasa melakukan pembuangan air limbah nuklir bekas PLTN ke laut, hal yang dilakukan oleh Jepang masih bisa dimaklumi. Namun, Jepang tetap harus bertanggungjawab memastikan keamanan laut dari kontaminasi zat radioaktif.

Pemerintah Indonesia harus ambil andil dalam pengecekan rutin mengenai keamanan makanan laut sebelum dikonsumsi masyarakat. 

Memastikan Indonesia aman dari risiko zat radioaktif yang akan membahayakan kesehatan seluruh masyarakat. Meningkatkan sistem pengecekan produk-produk laut lebih baik, agar terhindar dari penyakit yang tidak diinginkan.

Masyarakat juga harus segera melaporkan pada pemerintah jika ada kejadian yang dialami berkaitan dengan pengkonsumsian makanan laut yang dianggap terkontaminasi. 

Aman atau tidaknya, bukan hanya tanggungjawab Jepang, dan Indonesia, tetapi menjadi tanggungjawab bersama kita semua. Demi kesehatan seluruh manusia di dunia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun