Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Menanamkan Kebiasaan Bersyukur pada Anak, Jangan Tunda!

15 Juni 2023   17:05 Diperbarui: 17 Juni 2023   13:54 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bersyukur I sumber : pexels.com/Jill Wellington

Bersyukur, sesuatu yang sering kali diucapkan oleh semua orang. Setiap diberikan ujian, pasti kita disuruh mengingat untuk bersyukur. Saya paham, bersyukur bukanlah sesuatu yang mudah.

Saya yang sudah dewasa saja, masih sering mengeluh. Namun, kalau saya pikirkan kembali, mengeluh itu sesuatu yang tidak berguna. Tidak akan ada yang berubah setelah kita mengeluh.

Tidak ada salahnya mencoba menanamkan kebiasaan bersyukur pada anak sendiri, sembari terus belajar untuk bersyukur. Bagaimana caranya? Coba pelajari di sini!

Tidak menuntut anak perfeksionis

ilustrasi anak perfeksionis I sumber : pexels.com/cottonbro studio
ilustrasi anak perfeksionis I sumber : pexels.com/cottonbro studio

Namanya manusia, tidak akan pernah puas. Selalu punya keinginan, setiap melihat sesuatu yang baru. Ingin terlihat sempurna tanpa ada celah kekurangan, tetapi kita perlu menyadari bahwa hal ini tidak akan berdampak baik bagi kehidupan.

Sebelum menanamkan anak kebiasaan bersyukur, baiknya diri sendiri pun belajar bersyukur. Mencoba lebih bersabar, dan tidak terus menuntut. Utamanya, tidak menuntut anak perfeksionis.

Yang kadang tidak disadari kita para orangtua, ternyata selama ini menuntut anak terlalu perfeksionis. Anak yang merasa dituntut untuk perfeksionis, lama kelamaan akan haus dengan kesempurnaan.

Apa dampaknya? Bisa jadi anak melakukan hal negatif untuk terlihat sempurna. Yang paling parah, anak kehilangan jati diri. Apakah kamu mau anakmu kehilangan jati dirinya? Membiarkan anak menjadi diri sendiri akan lebih baik.

Berikan motivasi ketika anak dalam kesulitan

ilustrasi memberikan motivasi I sumber : pexels.com/Tatiana Syrikova
ilustrasi memberikan motivasi I sumber : pexels.com/Tatiana Syrikova

Tidak selamanya seorang anak akan riang gembira, ada kalanya anak menangis atau merasa kesulitan. Jika anak sedang dalam kesulitan, sebaiknya diberikan motivasi.

Misalnya, anak marah karena tidak bisa menyusun lego. Katakan padanya, tidak apa-apa. Temani anak perlahan belajar bermain lego, sampai berhasil menyusun bentuk lego yang ia inginkan.

Berikan semangat pada anak untuk menghadapi kesulitan yang sedang ia alami. Kata semangat begitu simpel, tetapi sangat berarti apabila diucapkan dengan sepenuh hati.

Dampak kata semangat, bisa membuat anak pantang menyerah. Anak akan merasa orangtua selalu berada di sampingnya, sehingga akan lebih tenang dan bersyukur.

Batasi permintaan anak yang harus dituruti

ilustrasi anak menangis I sumber : pexels.com/Yan Krukau
ilustrasi anak menangis I sumber : pexels.com/Yan Krukau

Ketika anak terus dituruti permintaannya, maka ia tidak akan pernah merasa puas. Contoh kecil, anak meminta mainan, tetapi ia terus meminta setiap hari. Anak akan merasa tidak tenang kalau tidak membeli mainan, walau hanya sehari.

Sedangkan orangtua selalu menurutinya, apalagi kamu mungkin tidak tahan melihat anak terus merengek meminta mainan. Sebenarnya, agar anak bisa bersyukur, harus sedikit tega membatasi permintaan anak yang harus dituruti.

Sangat sulit pasti untuk tega dengan anak sendiri. Namun, kalau selalu menurutinya, anak tidak akan bisa belajar bersyukur. Merasa semua bisa ia miliki dan ia dapatkan dengan menangis atau marah.

Berikan pujian pada hasil belajar anak

ilustrasi memberikan pujian I sumber : pexels.com/Vlada Karpovich
ilustrasi memberikan pujian I sumber : pexels.com/Vlada Karpovich

Nah, memberikan pujian pada hasil belajar anak, akan membuat anak belajar bersyukur, lho. Kok bisa? Coba saja, kalau kamu keluarkan kata andalan, "kamu hebat!", pasti anak akan sangat senang.

Terlepas dari hasil belajar anak itu mungkin tidak sesuai ekspektasimu. Menurunkan sedikit ekspektasi, akan lebih baik untuk orangtua.

Bukankah yang terpenting adalah anak sudah berusaha keras untuk mencapainya? Jadi, anak pun secara tidak sadar akan bersyukur dengan hasil belajarnya sendiri.

Biasakan anak mengucapkan terima kasih

ilustrasi anak mengucapkan terima kasih I sumber : pexels.com/Vlada Karpovich
ilustrasi anak mengucapkan terima kasih I sumber : pexels.com/Vlada Karpovich

Apakah kamu sering mengucapkan terima kasih setelah dibantu atau menerima sesuatu dari seseorang? Jika benar, maka kamu pasti sudah mengetahui dampak besar kedua suku kata singkat itu.

Ya, terima kasih adalah kata sederhana untuk mengungkapkan rasa syukur akan sesuatu yang didapatkan atau dialami. Baik itu berterima kasih pada sesama manusia, atau pada Sang Pencipta.

Membiasakan anak sering mengucapkan terima kasih saat menerima sesuatu dari orang lain, akan membuatnya terbiasa bersyukur. Misalnya, ketika ia diberi mainan, camilan, atau uang saku dari siapa pun itu, biasakan ucapkan terima kasih.

Jangan tunda lagi untuk menanamkan kebiasaan bersyukur pada anak! Bahagia akan muncul ketika rasa syukur itu memenuhi hati manusia. Ajarkan bersyukur dalam setiap perbuatan adalah kunci agar anak bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun