Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Mengajarkan Pengendalian Emosi pada Anak, Pentingkah?

3 Juni 2023   20:24 Diperbarui: 4 Juni 2023   02:01 2012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengajarkan anak pengendalian emosi I sumber : pexels.com/Alex Green

Kembali terjadi lagi, saya membaca sebuah berita dari kompas.com yang tayang pada 2 Juni 2023 mengenai peristiwa tidak enak yang terjadi pada anak. Kali ini, agak sedikit berbeda, anak bukan menjadi korban. Namun, anak menjadi pelaku kejahatan.

Lho, kok bisa? Bagaimana ceritanya?

ilustrasi kebakaran I sumber : pexels.com/Vladimir Shipitsin
ilustrasi kebakaran I sumber : pexels.com/Vladimir Shipitsin
Berdasarkan berita yang tayang dalam kompas.com, disebutkan bahwa seorang siswi telah membakar asrama di tempatnya bersekolah karena emosi hp miliknya disita oleh ibu asrama dan seorang guru.

Mengenaskannya, peristiwa itu menyebabkan 19 orang penghuni asrama tewas. Peristiwa itu terjadi pada salah satu asrama sekolah di kota Mahdia, Guyana, Amerika Selatan.

Kejadian yang menewaskan 18 siswi asrama dan seorang anak laki-laki berusia lima tahun dari administrator asrama tersebut, terjadi pada malam hari ketika asrama sudah dikunci oleh administrator.

Penguncian itu merupakan kebiasaan malam untuk menghindari siswi menyelinap keluar atau masuk ke asrama tanpa izin pada jam malam. Sehingga, banyak siswi yang terperangkap di dalam asrama.

Dari berita tersebut, tak hanya 19 orang meninggal, ada 25 siswi yang mengalami luka parah dan luka ringan. Yang paling tidak disangka, pelaku merupakan anak perempuan berusia 15 tahun.

Kini anak perempuan tersebut, sedang dalam masa tahanan, menunggu jadwal persidangan hukuman. Sejak berita itu terbit, banyak komentar dari warganet.

Ada yang menyalahkan guru, ada pula yang menyalahkan administrator. Nah, sebaiknya kita menelaah dahulu peristiwa tersebut tanpa menyalahkan satu pihak.

Pembatasan penggunaan hp di sekolah

ilustrasi anak memegang hp I sumber : pexels.com/RDNE Stock project
ilustrasi anak memegang hp I sumber : pexels.com/RDNE Stock project

Menurut saya, pembatasan penggunaan hp di sekolah sangat wajar. Sejak zaman dulu, tidak ada guru yang ingin jam pelajaran terganggu karena siswa dan siswinya menggunakan hp. Walaupun saat ini sudah berubah menjadi era digital, penggunaan hp juga harus tetap dibatasi dalam masa sekolah seorang anak.

Setiap lembaga sekolah, memiliki peraturan tersendiri mengenai penggunaan hp. Contoh saja, banyak pondok pesantren di Indonesia tidak mengizinkan siswa siswinya menggunakan perangkat digital di dalam sekolah. Hal ini agar anak bisa fokus belajar tanpa terganggu perangkat digital.

Kita belum mengetahui alasan jelas guru tersebut menyita hp pelaku pembakaran asrama. Bisa jadi, memang karena pelaku menggunakan hp di area sekolah atau saat dalam jam pelajaran.

Justru, ada baiknya pembatasan penggunaan hp. Anak jadi lebih fokus belajar dan tidak menyebabkan kecanduan perangkat digital. Kalian pasti sangat mengetahui, banyak hal negatif karena penggunaan hp dan media sosial berlebihan pada anak dalam masa sekolah.

Pentingnya mengajarkan pengendalian emosi sejak dini

ilustrasi anak emosi I sumber : pexels.com/Alexander Dummer
ilustrasi anak emosi I sumber : pexels.com/Alexander Dummer

Peristiwa pembakaran yang dilakukan oleh seorang siswi di atas, mengingatkan kita sebagai orangtua agar lebih perhatian pada anak. Pentingnya orangtua mengajarkan pengendalian emosi sejak dini pada seorang anak.

Pengendalian emosi bisa membantu anak memahami diri sendiri dan lingkungannya. Sehingga, terhindar dari keinginan di luar nalar seperti yang telah terjadi dalam pemberitaan tersebut.

Semua orang pasti pernah merasakan, bagaimana emosi memakan diri sendiri. Sehingga sulit untuk berpikir jernih saat sedang dalam kondisi emosi. Kita saja yang sudah dewasa, masih terus belajar mengendalikan emosi.

Apalagi seorang anak, yang tidak mengetahui apa itu emosi. Bagaimana bisa ia mengendalikan emosi yang sedang terjadi pada dirinya? Inilah alasan orangtua harus mengenalkan anak pada istilah emosi, dan mengajarkan pengendalian emosi sejak dini pada seorang anak.

Bagaimana cara mengajarkan anak mengendalikan emosi?

ilustrasi mengajarkan anak pengendalian emosi I sumber : pexels.com/Alex Green
ilustrasi mengajarkan anak pengendalian emosi I sumber : pexels.com/Alex Green

Pertama, kamu bisa mengajarkan pengendalian emosi pada anak dengan membiarkan anak mencoba menenangkan diri sendiri ketika sedang marah. Ingat, ini bisa dilakukan jika anak marah dalam batas wajar. Tidak membahayakan diri anak itu sendiri.

Kedua, kamu juga bisa mencoba mengajarkan anak meluapkan perasaannya. Agar emosi tidak menumpuk, sehingga suatu ketika akan meledak. Caranya bisa mengajak bicara anak, tanyakan apa yang terjadi, jika perlu suruh anak luapkan emosi sejenak saja.

Ketiga, menjadi teladan yang baik bagi anak. Kita sebagai orangtua, harus mencontohkan cara mengendalikan emosi. Seperti, tidak berkata kasar atau berteriak saat marah, atau menyampaikan perasaan tidak suka dengan cara yang baik.

Keempat, beritahu anak cara melampiaskan emosi dengan perantara baik. Contoh saja, dengan cara menulis, melukis, atau bermain kreatif.

Sehingga, emosi bisa dilampiaskan dengan cara yang benar dan bermanfaat. Tentu, cara pengendalian emosi bisa kamu ajarkan pada anak setelah usia anak sekitar dua atau tiga tahun ke atas.

Seperti yang saya sempat nyatakan pada artikel sebelumnya, bahwa anak peniru ulung terbaik. Jadi, semakin kamu sering mencontohkan cara mengendalikan emosi dengan baik, maka anak pun akan meniru cara pengendalian emosi baik itu.

Tidak semua hal yang diinginkan harus dimiliki

ilustrasi hadiah untuk anak I sumber : pexels.com/Yan Krukau
ilustrasi hadiah untuk anak I sumber : pexels.com/Yan Krukau

Nah, terakhir adalah mengajarkan anak mengenai tidak semua hal yang diinginkan harus dimiliki. Ini agar anak bisa belajar bersabar, belajar bersyukur, dan menyukai kesederhanaan. Sehingga, tidak mudah emosi ketika mengalami hal yang tidak ia suka.

Mengajarkan anak sejak dini tentang pengendalian emosi memang tidak mudah. Apalagi, mengajarkan pada anak yang usianya masih sangat muda atau balita. Harus memberitahu dengan cara unik yang mudah dimengerti anak.

Namun, lebih baik kesulitan di awal, daripada tidak memberitahukannya sama sekali. Setelah anak mulai masuk tahap remaja dan dewasa, anak lebih sulit diatur maupun diberikan pemahaman.

Setelah terlambat, tidak ada peristiwa yang bisa diubah atau dicegah lagi, yang ada tinggal penyesalan. Jangan tunggu sampai anak melakukan hal menyimpang di luar nalar kita!

Referensi : kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun