Mohon tunggu...
Aira Raniah
Aira Raniah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hanya seorang remaja yang suka menulis dan ingin tulisannya dapat perhatian :0

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Manusia

4 Mei 2024   21:07 Diperbarui: 4 Mei 2024   21:11 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Sekarang, apakah Anda setuju jika saya mengatakan bahwa manusia lebih kejam daripada hewan?"
Jadi itulah poinnya. Dia mengetuk ujung atas rokoknya, puing kehitaman jatuh dari ujung satunya.

"Aku tidak akan menyangkalnya, meskipun aku berasumsi mayoritas manusia telah setuju tindakan kejam tertentu tidak sesuai dengan jenisnya."
Aku menyandarkan kepalaku diatas tangan yang bertumpu pada sandaran lengan sofa.

"Ya, tapi kekejaman itu bukan milik hewan, itu milik manusia. Manusia yang melanggar persetujuan mayoritas."

Tanpa menyadari waktu berlalu, baru sekarang dia menyadari rokoknya tinggal setengah dari ukuran aslinya.

"Jadi kau mengatakan tindakan kejam ini pantas untuk manusia? Bahwa apa yang telah kau lakukan kepada mereka itu adalah sesuatu yang manusiawi!?"
Frustrasi muncul dalam intonasiku. Masih begitu jelas ingatan dikepalaku. Ketika mereka dilahap api tepat didepanku, dan dia, penyebab dari api itu, menarikku paksa keluar.

Ia menertawakanku.
"Lalu perbuatan kejam itu mirip apa menurmu?"

"Apa? Monster? Tapi mereka tidak nyata, kau tahu itu lebih baik dariku."
Ia mendengus seolah menahan tawa.

"Tidak, monster itu nyata. Mereka adalah manusia sepertimu"
Suaraku pelan, namun tegas. Seperti seruan yang tertahan. Aku berusaha kembali ke lagak tenang ku yang sebelumnya.

"Hah! Kau terdengar seperti anak kecil. Apakah aku mengingatkanmu tentang monster dari dongeng kesukaanmu? Dongeng yang selalu ibumu bacakan sebelum tidur?"
Ia menelengkan kepalanya ke arahku. Tatapannya sinis bercampur seringai menyebalkannya itu. Aku tidak menggubris dan hanya menatap datar ke arah telivisi.  Tidak ada jawaban lain untuk itu selain mengajaknya bertengkar.

"Aku sudah mendapatkan kesimpulan yang kuinginkan. Manusia bisa menjadi apa yang sebagian orang anggap sebagai monster. Namun, menjadi monster ini bukan hal diluar kebiasaan mereka. Jadi jangan bilang aku tidak seperti manusia lagi atau kau bodoh. Bilang saja aku manusia yang bandel, cukup sudah."

Dia menekan rokok yang tersisa pada asbak lalu membiarkannya di sana. Dia berdiri lalu pergi begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun