Mohon tunggu...
Muhammad Ainurrohman
Muhammad Ainurrohman Mohon Tunggu... Lainnya - Ahli Pratama PKIP

Kepalangmerahan | Kesehatan | Habbit | Kebencanaan | Islamic Habbit

Selanjutnya

Tutup

Love

Menyikapi Lebaran? "Kapan Nikah?"

14 Maret 2024   14:31 Diperbarui: 16 Maret 2024   21:19 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini merupakan hasil pemikiran dan pandangan pribadi saya. Meskipun didasarkan pada opini saya sendiri, saya juga berusaha mencari dukungan dengan merujuk pada beberapa referensi terpercaya. Selain itu, untuk memberikan landasan yang lebih kuat, saya telah melakukan survei kecil melalui story Instagram saya, mengumpulkan sedikit data dari tanggapan dan pandangan followers saya. Semua informasi yang disajikan dalam artikel ini bersifat subjektif dan dapat dipertimbangkan sebagai sudut pandang pribadi yang didukung oleh beberapa referensi dan data survei yang telah saya lakukan.

Latar belakang pembuatan artikel ini berawal dari pengalaman saya kemarin ketika menemukan sebuah reel di Instagram. Dalam reel tersebut, terjadi perdebatan antara dua perempuan yang berpendapat mengenai posisi seorang perempuan dalam rumah tangga, apakah sebaiknya menjadi ibu rumah tangga (IRT) sepenuh waktu atau wanita karir. Menariknya, keduanya sepakat bahwa baik perempuan karir maupun ibu rumah tangga memiliki posisi yang setara dan seharusnya dihormati.

Namun, perdebatan kemudian berkembang menjadi dikotomi antara perempuan dan laki-laki. Muncul fenomena di masyarakat di mana jika seorang perempuan tidak menikah pada usia yang dianggap cukup tua, terutama setelah mencapai usia 25 atau 30 tahun ke atas, ia seringkali disebut sebagai "perawan tua". Perempuan tersebut juga sering mendapatkan tekanan dari lingkungannya dengan pertanyaan "kapan akan menikah?" terutama hal ini pas dengan datangnya menjelang Ramadhan dan lebaran, cukup sering juga melihat story seperti ini di status story Instagram teman-teman perempuan saya yang menyatakan ketidaknyamanan mereka saat ditanya seperti ini. Hal ini menciptakan sudut pandang atas ketidaksetaraan perlakuan antara perempuan dan laki-laki, di mana laki-laki dirasa tidak mengalami tekanan serupa meskipun tidak menikah pada usia tertentu.

Yuk kita lihat data nya bagaimana? Menurut data yang dipublikasikan oleh Narasi Newsroom pada tahun 2023, tercatat 1,53 juta pernikahan di Indonesia. Angka ini menunjukkan penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan sepuluh tahun sebelumnya, yang mencapai 2,21 juta pernikahan atau mengalami penurunan sebesar 28,63%. Dari informasi yang diperoleh dari Databoks juga, dapat diketahui bahwa mayoritas laki-laki menjalani pernikahan pertama pada rentang usia 22-24 tahun (35,21%) dan 25-30 tahun (30,52%). Sementara itu, perempuan cenderung menikah pada usia 19-21 tahun (37,27%), dan masih terdapat sejumlah perempuan yang menikah di bawah usia 19 tahun (29,78%). Persentase ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan pemuda laki-laki, di mana hanya 7,77% dari mereka menikah di bawah usia 19 tahun.

Meskipun demikian, Hasto Wardoyo dari BKKBN mengungkapkan bahwa ke depannya, rata-rata usia perempuan menikah cenderung semakin delay. Saat ini, rata-rata usia perempuan yang menikah sudah mencapai 22 tahun pada tahun 2023, menandakan adanya tren pergeseran usia pernikahan yang lebih lambat. Hal ini mencerminkan dinamika perubahan dalam pola pernikahan di masyarakat Indonesia.

Jadi menurut saya sendiri, dari masalah diatas kenapa ada perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan yang tidak menikah di usia tertentu dan cenderung tua?. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa akan lebih sulit 35% menemukan laki-laki lajang pada usia pada usia 22-24 tahun keatas karena mereka sudah menikah dan prosentase kesulitan bertambah 31% menemukan laki-laki lajang pada usia pada usia 25-30 tahun keatas. Sedangkan pada perempuan akan lebih sulit 30% menemukan wanita lajang pada usia pada usia 19 tahun kebawah karena mereka sudah menikah dan prosentase kesulitan bertambah 37% menemukan perempuan lajang pada usia pada usia 19-21 tahun keatas. Jadi memang secara garis besar sebanyak 66% laki-laki sudah "sold out" Ketika maksimal usia mereka 30 tahun, sedangkan pada perempuan 67% dari mereka sudah "sold out" Ketika usia maksimal 21 tahun untuk saat ini. Jadi prosentase menemukan jodoh dengan kriteria seseorang tersebut belum pernah menikah diatas usia tersebut akan lebih sulit sebesar kurang lebih 60%.

Walaupun begitu, perbedaan antara laki-laki dan perempuan juga dilandasi faktor lain, yaitu nilai sosial yang secara normatif melekat pada masing-masing gender di Indonesia terutama. Walaupun sama-sama kurang lebih 30% pada masing-masing gender yang belum menikah diatas usia rata-rata, namun laki-laki mempunyai yang faktor "menguntungkan" mereka karena nilai sosial yang dianut bahwasannya pada saat menikah laki-laki cenderung memilih pasangan yang lebih muda sedangkan perempuan masih cenderung memilih usia yang lebih tua. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian khususnya di Indonesia dan Malaysia yaitu penelitian dari Azmi (2019); Dahlan (2022); dan Nopela (2023) yang masing-masing sampel diambil dari kelompok mahasiswa; Guru Wanita Lajang; dan Remaja usia 18-24 tahun. Dari ketiga penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada laki-laki memilih pasangan berdasarkan daya tarik fisik dan yang berusia lebih muda dari mereka karena kriteria tersebut berkaitan dengan kesuburan yang berkaitan dengan tujuan laki-laki menikah untuk mendapatkan keturunan. Namun, perempuan memilih pasangan yang lebih tua dan mempunyai prospek keuangan yang baik seperti pekerjaan tetap, dan sikap yang dewasa.

Lantas mengapa laki-laki "lebih diuntungkan"? dengan usia yang lebih tua itu karena faktor-faktor yang disukai perempuan seperti kemapanan finansial, pribadi yang dewasa akan bisa dijawab seiring bertambahnya usia laki-laki tersebut, memang tidak mutlak namun hal ini dapat memperbesar peluang laki-laki tersebut lebih mapan dan dewasa karena sudah lama bekerja dan kenyang pengalaman. Namun usia yang lebih tua akan sangat "merugikan" perempuan secara umum, karena faktor yang disukai laki-laki akan lebih sulit ditemukan seperti paras yang menarik atau rupawan yang semuanya akan lebih mudah didapatkan saat wanita tersebut lebih muda karena belum terpengaruh oleh penuaan faktor biologis metabolisme, dan juga menurut hasil penelitian Nopela (2023) laki-laki cenderung mengabaikan faktor diluar paras dan usia lebih muda seperti: Tidak mempersoalkan pendidikan lebih tinggi, berpenghasilan sendiri, memiliki pekerjaan tetap, berpenghasilan lebih tinggi calon pasangan, dapat diartikan jika perempuannya memiliki hal tersebut akan dianggap sebagai "bonus" tambahan. Hal ini juga ditambah faktor lain dimana angka fertility rate Indonesia mencapai 2,1 per perempuan dan laju pertambahan penduduk mencapai 1,13% atau sebanyak 3,2 juta penduduk di Indonesia pada tahun 2023, dimana hal ini dapat memunculkan "saingan baru" yaitu manusia dengan gender perempuan dengan usia yang lebih muda bagi perempuan yang "sudah ada" sebelumnya.

Lantas bagaimana hasil survey yang saya dapatkan di story Instagram saya? Disclaimer dulu, bahwa survey ini dasarkan pada followers di Instagram pribadi saya, yang otomatis mereka adalah teman saya juga, saya akan sembunyikan identitas dan jumlah pasti dari sampel yang terkumpul, yang pasti tidak banyak yaitu sekitar 20 orang. Yang pasti mereka kebanyakan adalah anak yang pernah sekolah tinggi baik di universitas atau yang lain, karena teman saya kebanyakan seperti itu, jadi hal ini tidak serta merta menggambarkan keseluruhan populasi. Kemudian tidak semua yang mengisi adalah laki-laki, tapi mayoritas atau kebanyakan adalah laki-laki, karena saya awali dengan kata "IF" yang berarti "JIKA/SEANDAINYA" jadi sebenarnya pertanyaan ini setuju atau tidak dapat berkonotasi sebaliknya.

Dari hasil tersebut ternyata memang laki-laki akan lebih suka perempuan dengan usia yang lebih muda sebasar 50% ataupun sepantaran sebasar 36%. Dan memang usia yang lebih tua tidak menjadi idaman oleh laki-laki namun "ada" laki-laki yang mempunyai preferensi demikian sebesar 14%.

dokpri
dokpri

 

Walaupun begitu, laki-laki saat ini lebih suka kepada wanita karir dibandingkan dengan full ibu rumah tangga sebesar 75%. Jadi untuk kalian yang wanita karir mempunyai peluang lebih di mata seorang laki-laki.

dokpri
dokpri

Ternyata sebesar 85% laki-laki menginginkan calon pendampingnya memiliki Pendidikan yang setara, hanya sedikit yang menginginkan Pendidikan pasangannya diatas nya, dan bahkan yang memilih lebih rendah tidak ada.

dokpri
dokpri

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan ke khawatiran laki-laki, yang ternyata mereka lebih banyak keberatan jika Pendidikan mereka lebih rendah dibandingkan pasangan mereka, dan hanya sedikit atau sekitar 25% dari mereka yang khawatir atau keberatan jika Pendidikan mereka setara.

 

dokpri
dokpri

Lantas ini adalah harapan mereka saat pertama kali atau awal menikah, ternyata mereka menginginkan pekerjaan tetap, pekerjaan dimana mungkin peluang untuk switch karir lebih rendah sebanyak 57%. Dan ini mungkin faktor terbanyak dari mereka yang menjadi pilihan menunda pernikahan sebelum semuanya dirasa "aman".  Dan memang hampir tidak ada yang berani menikah saat mereka tidak mempunyai pekerjaan.

 

dokpri
dokpri

Pertanyaan ini saya ajukan karena saya ingin membuka mata terkait apa yang dirasakan oleh laki-laki dan posisi mereka saat ini. Saya juga ingin mematahkan anggapan saat ini bahwa yang harus bergerak itu laki-laki untuk "meminta" seorang perempuan. Saya juga ingin memotivasi perempuan-perempuan disekitar saya yang menyatakan bahwasannya mereka "tidak berdaya" dan hanya bisa menunggu seseorang laki-laki datang kepada mereka untuk melamarnya.

Namun diluar ekspektasi saya, bahwa saat ini nilai-nilai tradisional dimana laki-laki harus meminta dan perempuan hanya bisa menunggu, perlahan menjadi tidak terlalu relevan. Tenyata pada survey kali ini bahwa sebanyak 67% atau 2 dari 3 laki-laki menyatakan dirinya mau atau berkenan jika ada seorang perempuan yang lebih dulu melamar mereka.

Pleasure ini tentunya dapat menjadi Langkah strategis bagi seorang perempuan untuk maju lebih dulu dalam menemukan jodoh mereka. Jika memang seorang laki-laki tersebut sesuai dengan preferensi seorang perempuan tersebut maka bisa jadi seorang perempuan tersebut maju lebih dulu dan "menyatakan cinta nya" untuk maju ke jenjang yang lebih serius. Jadi bukan waktunya lagi untuk memendam rasa dan hanya bisa "menunggu" seseorang laki-laki datang untuk melamar.

Dalam riwayat dunia Islam juga dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa Khadijah (istri nabi) beliau yang melamar Nabi Muhammad SAW setelah mendengar Maisarah menuturkan kesaksiannya mengenai Muhammad SAW kepada majikannya itu. Khadijah sangat terkesan. Ia merasa, semua perilaku akhlak Muhammad SAW tidak hanya hebat sebagai seorang mitra dagang, tetapi bahkan sebagai pribadi manusia. Alhasil, Khadijah kian merasa tertarik kepada beliau.

Semoga juga pertanyaan saat lebaran seperti "kapan nikah?", "Kapan punya anak?" dan pertanyaan kapan-kapan yang lain menjadi sebuah angin lalu atau sekedar alarm sosial dan jangan telalu diambil hati, walaupun saya sendiri tidak membenarkan hal itu merupakan "hal baik" dan hal "lumrah", setidaknya kita menjadi pribadi yang baik untuk selalu menjaga perkataan dan perbuatan dan jangan sampai men-dzalimi orang lain melalui perkataan dan perbuatan kita. Menganggap sebagai alarm sosial karena pada dasarnya secara natural masyarakat mengetahui bahwa memang peluang untuk menikah di usia lebih tua akan lebih sulit atau mempunyai peluang yang lebih sedikit dibandingkan mereka yang lebih muda. Sebenarnya pertanyaan "kapan nikah?" bersifat general tidak memandang gender tertentu terlebih perempuan, namun mungkin karena perempuan memiliki kecenderungan sesitifitas kepada emosional hal ini menjadikan pertanyaan ini sebagai pemicu rasa tidak nyaman atas ucapan tersebut. Saya sendiri juga pernah mendapatkan pertanyaan yang serupa ketika tahun pertama lulus dari universitas dan memiliki pekerjaan walaupun pekerjaannya masih tergolong receh, namun hal itu saya tangkap atau saya dapat mewakili kebanyakan laki-laki bahwa hal tersebut pertanyaan angin lalu dan dijawab dengan asal "bercanda" sebagai angin lalu juga.

Sedikit pandangan dan opini saya dari beberapa paragraph diatas semoga kita dapat menarik kesimpulan dengan baik dan benar atas fenomena sosial yang terjadi. Sebenarnya saya secara pribadi pun tidak pernah mempersoalkan bahwa laki-laki dan perempuan harus menikah pada usia berapa, tidak ada patokan pasti. Namun semoga data-data diatas dapat menjadi pedoman kita dan menjabarkan data-data yang ada dan terkumpul atasa fenomena yang terjadi dalam mempersiapkan rumah tangga dengan lebih baik dan harmonis guna menciptakan generasi cerdas dan bertaqwa kepada Alloh SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun