Pagi ini jalan raya Daendels menampilkan pesona gembira, cerah dan ceria dengan cahaya matahari yang melimpah, dua hari yang lalu hujan deras di sepanjang jalan membuat jalanan licin dan tanah yang miring membahayakan pengguna jalan di dusun Penanjan, desa Paciran. Kamis (01/11/2018).
Di seberang jalan tampak para kuli bangunan sedang duduk-duduk reruntuhan tembok, dengan sorot mata menatap bangunan yang baru selesai seperempat beban pekerjaan. Salah seorang kuli menyemburkan asap rokok dengan perasaan lega, seakan gumpalan asap itu menyapa dengan santun kepada tiap-tiap bahan bangunan--batu bata, besi, triplek, pasir, kayu dan kricak serta air juga semen.
Sepertinya si kuli bangunan yang perokok dengan kepulan asap rokok tadi benar-benar larut dalam perjalanan batin yang menentramkan kedalaman jiwanya, sampai dia tidak menyadari kalau sang mandor bangunan telah hadir persis di belakangnya, hanya berjarak dua deret sak semen.
Si pendatang, laki-laki setengah baya memakai topi dengan kaos biru polos, bersepatu olahraga dan alat pengukur jarak yang tergulung plastik tergenggam di tangan kirinya, laki-laki itu seakan sengaja tidak langsung menyatakan kehadirannya.
Ketika salah satu kuli mengetahui kemunculan sang mandor, alam bawah sadar para kuli bangunan itu menggerakan badan dan bergegas, lebih tepatnya salah tingkah dengan berbagai aktivitas yang seolah-olah fokus pada pekerjaan. (kipuawu)
***
Menyelami kehidupan keras dan sulit yang dijalani oleh pekerja kasar atau kuli bangunan, Himpunan orang-orang marjinal ini kebanyakan berasal dari lingkungan terdekat kita. Sehari-hari mereka bekerja dalam kepungan terik matahari tak jarang juga harus basah kuyup dan menahan dinginnya air hujan.
Bagi pekerja kuli bangunan kokohnya tembok bangunan dari peletakan batu pertama sebagai dasar bangunan sampai pada tahap akhir bentuk bangunan adalah saksi catatan hidup. Para pekerja kuli bangunan ini mencatat sejarahnya bukan dengan pena, tetapi dengan Sekop, Pecok, Palu dan Pacul.
Menyaksikan lebih dekat keseharian kelompok yang malang namun tegar ini. Para pekerja kuli bangunan ada masanya tak mengeja huruf, akan tetapi mereka menuliskan jejak langkahnya pada batu bata, pada butiran pasir dan pada batangan besi, pada semen dan batu kricak, dan pada tembok bangunan yang abadi ada sejarah tak tertulis mereka.
Apapun rancang bangunannya, para pekerja kuli bangunan selalu siap menggunakan tenaga dalamnya untuk mengerjakan tugas yang biasanya super berat. Membangun Rumah, Masjid, Sekolah, Rumah Sakit, Restoran, Gedung Bioskop, Gedung Olahraga, atau Kolam Renang hanyalah sebagian kecil dari catatan peristiwa.
Pada tiap jengkal tembok bangunan yang kokoh ada catatan harapan yang ditulis dengan keringat. Di tiap tiang-tiang bangunan yang tegak ada tangan-tangan kasar yang menuliskan doa-doa keselamatan dalam hati, pada teduhnya atap bangunan ada kenyaman yang ditulis dengan kelamnya warna kulit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H