Dewasa adalah hal yang seringkali ditunggu dan juga dibenci, mungkin bagi setiap orang. Jalan yang cukup panjang sedari menginjak sekolah dasar dan siapa sangka kini telah memasuki dunia perkuliahan semester 5. Perjalanan panjang yang kini tidak terasa jika fase remaja telah tinggal di tubuh ini. Aku yang masih merasa anak kecil yang dulu apa – apa selalu membutuhkan sosok seorang ibu kini harus melakukannya sendiri. Merasakan tinggal sendiri dengan jarak yang lumayan jauh dan hanya bertemu saat satu minggu sekali, itupun jika aku tidak memiliki banyak tugas kuliah yang menumpuk.
Sejak akhir 2021 aku memutuskan untuk memilih pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, aku memilih untuk menjadi seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi di Unikom. Aku adalah seorang gadis yang berdarah asli Sunda dan bagi kebanyakan sangat sulit untuk melakukan perantauan yang jauh. Maka ku putuskan untuk memilih Bandung sebagai kota pilihan ku menuntut ilmu. Jarak dari Bandung ke Subang bisa diperkirakan 1 – 2 jam perjalanan, ya lumayan jauh jika aku harus melakukan pulang pergi disetiap harinya. Aku memilih untuk menyewa kos-kosan yang berada tak jauh dari kampus agar bisa menghemat waktu perjalanan dan menjaga keselamatan. Kos – kosan ku juga kadang menjadi asrama putri untuk tempat istirahat teman kampus ku ketika ada break kelas 1 – 2 jam karena sangat tanggung jika mereka harus pulang kerumah. Jadwal pulang setiap weekend adalah hari – hari yang aku tunggu disetiap minggunya, karena banyak sekali hal yang aku rindukan dari sebuah rumah yang membesarkan aku hingga saat ini apalagi orang – orang di dalamnya. Masakan ibu dan kumpul keluarga adalah salah satu vitamin yang aku butuhkan disetiap harinya.
Semakin ke sini semakin ku sadari bahwa dewasa itu sakit dan melelahkan. Kadang ingin sesekali aku mengulang waktu kecilku, melakukan kesalahan tanpa harus dimarahi, belajar berbagi tanpa harus dimintai, aku tumbuh menjadi seorang gadis yang rapuh jika tanpa sosok kedua orangtua. Jalan kehidupan yang aku tidak pernah tahu akan bagaimana ujungnya sangatlah membutuhkan seseorang yang mampu membantu saat aku mulai goyah bahkan terjatuh. Mental ini kadang terkikis meratapi semua kehidupan, entah kenapa kadang aku bisa saja menangis tanpa tahu penyebabnya. Kadang aku hanya diam menyendiri di sebuah kamar petak ku selama kuliah. Sendiri membuat aku sepi dan sedih, perasaan yang disebabkan karena berada jauh dari rumah apalagi jika merasa banyaknya orang – orang jahat dilingkungan perkuliahan ini. Kadang tak bisa aku bayangkan bagaimana dengan teman – teman ku yang jarak pulangnya harus ditempuh dengan puluhan jam atau bahkan harus menyebrangi lautan.
Kadang ekspetasi tidak berjalan sesuai realita, namun telah ku pastikan semua itu ku terima dengan ikhlas. Perjalanan menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi sangat membutuhkan energi yang cukup besar, energi yang positif agar mental tetap baik – baik saja. Apalagi jika dicerca dengan berbagai macam tugas yang mungkin aku saja bingung dengan pelajaran yang aku dapatkan. Aku sudah berusaha menjadi mahasiswa yang rajin namun entah kenapa tugas selalu datang bersamaan hingga aku sendiri tak memiliki waktu untuk menenangkakn pikiran. Deadline yang selalu mengejar disetiap minggunya, kadang membuat aku ingin mengakhiri ini semua. Mengakhiri semua tugas dengan berhenti melangkah. Namun selalu ku ingat,keluarga yang hangat dirumah itu. Keluarga yang selalu mengharapkan kepulangan ku, keluarga yang selalu menanyakan bagaimana kabar ku hari ini esok bahkan nanti.
Dari matahari terbit hingga terbenamnya yang menjadi sebuah senja dikota kembang ini, waktu yang aku pastikan bahwa energiku sudah habis. Kadang aku memilih untuk beristirahat dari semua ini, aku membutuhkan waktu sendiri untuk membersihkan semua kotoran tugas yang menumpuk dikepala ini. Hal ini sering aku lakukan setiap liburan panjang. Aku memilih untuk berlibur ke kota pelajar yang katanya menyimpan banyak cerita. Disana aku menemukan teman – teman lama ku hanya untuk berbagi cerita selama menjalani hidup menjadi mahasiswa. Perbedaan dan persamaan seringkali ditemukan dan inilah cara andalanku untuk menjaga kesehatan mental menjadi tetap baik. Kadang kita didewasakan oleh waktu, perjalanan dan pengalaman.
Cinta juga bagian dari pengelolaan kesehatan mental, cinta itu datang dimanapun aku berada. Cinta bukan hanya tentang perasaan bersama lawan jenis, namun cinta yang aku cari adalah hal yang membuatku Bahagia. Bahagia itu sangatlah mudah dicari dengan kita bisa selalu melakukan hal – hal positif terhadap orang terdekat ataupun orang lain. Cinta dari keluarga adalah hal yang paling aku butuhkan dalam pendewasaan ini. Tidak ada terlintas dipikiran untuk mencari penjaga hati yang sesungguhnya karena aku tahu itu semua bisa merusak semua perjalanan yang telah ku tata rapih. Aku tahu semua itu tidak akan menjadi realita namun ekspetasi yang telah ku rancang tak ingin aku hancurkan dengan sebatas nafsu sesaat.
Perkuliahan yang berat ini membawa aku ketempat yang mungkin aku tidak akan memilih untuk berada diposisi itu, namun inilah hidup. Hidup yang berat dan susah akan selalu berbuah manis. Aku yakin dan pastikan bahwa menjadi gagal adalah pelajaran yang tidak semua orang bisa dapatkan. Hanya orang – orang berani yang bisa bertemu dengan kegagalan yang sesungguhnya. Karena dibalik kegagalan itu pasti ada makna yang membuat aku bisa sekuat dan sehebat ini menjalankan kehidupan di dunia perkuliahan.
Bangga menjadi diri sendiri dan juga bangga melihat aku yang hebat berjuang hingga sekarang, walaupun sedih sesekali menghampiri namun semua itu adalah hal yang sangat wajar. Diri ini sudah memaklumi semua kesalahan dan kegegalan yang ditemui, dan tersenyum adalah obat penyembuh disetiap kegagalan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H