Mohon tunggu...
Ainunnisa Nalini Wulandari
Ainunnisa Nalini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - Universitas Sebelas Maret

Pendidikan Biologi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Anorexia dan Bulimia, Sebuah Obsesi Memiliki Tubuh Ramping

25 Desember 2019   08:14 Diperbarui: 25 Desember 2019   08:13 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: freepik.com

Stereotype kurus itu cantik sudah lama berkembang di masyarakat  Memiliki tubuh  ramping dan ideal merupakan impian semua orang, khususnya pada kalangan perempuan.. Akibatnya banyak orang yang melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badannya. Fenomena tersebut banyak terjadi pada perempuan muda maupun dewasa. Obsesi yang tinggi terhadap tubuh yang ramping berpotensi menyebabkan penyakit gangguan makan yaitu anorexia nervosa dan bulimia nervosa.

Jumlah pasien penderita eating disorder rupanya telah mengalami peningkatan sejak 50 tahun lalu. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kesadaran akan penampilan dan berat badan, khususnya di kalangan anak muda. Berdasarkan hasil penelitian internasional  mengenai eating disorder menunjukkan bahwa 1% dari seluruh remaja perempuan di Amerika Serikat mengalami anorexia nervosa, dan 4% mengalami bulimia nervosa.

Sementara itu, di Indonesia belum diketahui secara pasti jumlah penderita eating disorder namun berdasarkan penelitian diperoleh data bahwa 12-22% perempuan dengan kisaran usia 15-29 tahun mengalami defisiensi energi kronis (Krisnani, dkk, 2017). Kemungkinan terjadinya anorexia pada perempuan 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, sementara kemungkinan terjadinya bulimia pada perempuan 10 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Nasution, dkk, 2017).

Jadi apakah yang dimasksud dengan anorexia dan bulimia itu?

Anorexia nervosa merupakan penyakit gangguan makan (eating disorder) yang berhubungan dengan kesehatan mental dimana penderitanya memiliki ketakutan berlebih terhadap berat badan yang tinggi. Akibatnya, penderita anorexia cenderung melakukan diet ketat hingga menahan lapar dan melakukan aktivitas fisik secara berlebihan (Zipfel, dkk, 2015).

Menurut Krisnani, dkk (2015), beberapa gejala anorexia yang perlu diwaspadai yaitu berat badan yang tidak sesuai dengan tinggi badan dan usia (15% di bawah berat normal), tidak mengalami menstruasi 3 bulan berturut-turut, lemah, kulit kusam, menolak makan di depan umum, khawatir terhadap asupan kalori, sering gelisah, napas pendek-pendek. Anorexia dapat menimbulkan dampak negatif bagi tubuh karena mengganggu keseimbangan metabolism.

Dampak negatif anorexia antara lain malnutrisi, penyusutan tulang, kekurangan mineral, suhu tubuh rendah (gangguan termoegulasi), pertumbuhan terhambat, meningkatkan resiko osteoporosis, hingga dapat mengakibatkan kematian. Sebanyak 15% penderita anorexia berakhir dengan kematian. Angka tersebut bahkan lebih tinggi dari angka kematian akibat depresi.

Bulimia nervosa juga merupakan salah satu penyakit gangguan makan. Berbeda dengan anorexia, penderita bulimia cenderung mengonsumsi makanan secara berlebihan yang terjadi terus-menerus, kemudian penderita akan memuntahkan kembali semua yang telah dimakan. Hal itu dilakukan oleh penderita bulimia untuk mencegah kenaikan berat badan.

Sebagian besar penderita melakukan "pembersihan" dengan memuntahkan makanan yang dikonsumsinya, namun ada juga yang melakukan puasa dan aktivitas fisik seperti olahraga secara berlebihan. Sama seperti anorexia, bulimia juga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh yaitu nyeri hingga bengkak pada kelenjar ludah, pengikisan email gigi, rendahnya kalium dalam darah, gigi sensitif, masalah pada kerongkongan karena paparan asam lambung akibat muntah, terganggunya proses pencernaan, dadn ketidakseimbangan cairan dalam tubuh.

Lalu bagaimana cara mencegah dan mengatasi anorexia dan bulimia?

Sebagian besar masalah anorexia dan bulimia disebabkan karena keinginan untuk memiliki tubuh ramping, sehingga solusi terbaik untuk masalah tersebut dimulai dengan mencintai diri sendiri. Istilah love yourself sudah banyak disuarakan akhir-akhir ini.

Apabila seseorang sudah mencintai dirinya sendiri maka akan timbul rasa percaya diri dan dapat menerima dirinya sendiri apa adanya, sehingga penderita anorexia dan bulimia perlu mendapat dukungan psikologis dari keluarga maupun lingkungan terdekatnya. Selain itu, bagi penderita perlu adanya terapi medis untuk memperbaiki status gizi dengan mengatur waktu, jumlah, dan jenis makanan yang harus dikonsumsi.

Sumber :

Krisnani, H., Santoso, M. B., dan Putri, D.(2017). Gangguan Makan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa pada Remaja. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3): 390-447

Nasution, S. W., Hasibuan, N. A., dan Ramadhani, P. (2017). Sistem Pakar Diagnosa Anoreksia Nervosa Menerapkan Metode Case Based Reasoning. Konferensi Nasional Teknologi Inormasi dan Komputer, 1(1): 52-56

Zipfel, S., Giel, K. E., Bulik, C. M., Hay, P., & Schmidt, U. (2015). Anorexia nervosa: aetiology, assessment, and treatment. The lancet psychiatry, 2(12), 1099-1111.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun