Mohon tunggu...
Ainun Nisa
Ainun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biologi Universitas Pendidikan Indonesia

Manusia yang hobinya stargazing.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pencarian Jejak Genetik: cDNA-AFLP Mengungkap Pertahanan Gandum Melawan Mycosphaerella graminicola

23 Juni 2023   18:50 Diperbarui: 23 Juni 2023   18:54 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Gejala bercak Septoria tritici pada daun pada kondisi inokulasi buatan (A) dan di lapangan (B) (Orton dkk., 2011). 

Melalui analisis cDNA-AFLP, para peneliti dapat melihat perubahan dalam ekspresi gen tanaman gandum yang terjadi sebagai respons terhadap infeksi oleh M. graminicola

Hal ini merupakan langkah yang sangat penting untuk membantu pengembangan strategi pengendalian penyakit yang lebih efektif. Selain itu, gen-gen pertahanan yang telah diidentifikasi dapat digunakan sebagai target dalam pemuliaan tanaman untuk mengembangkan varietas gandum yang lebih tahan terhadap penyakit bercak Septoria tritici.

Oke, mari kita lanjutkan dengan membahas metode cDNA-AFLP yang digunakan untuk mengidentifikasi gen-gen penting dalam pertahanan gandum terhadap serangan jamur M. graminicola (Gambar 2A-G). Sampel yang digunakan berupa satu kultivar gandum yang resisten terhadap jamur patogen M. graminicola, dan dua kultivar gandum lainnya yang menjadi kontrol dengan sifat rentan terinfeksi oleh jamur patogen M. graminicola. Sampel tanaman gandum diambil pada enam waktu yang berbeda setelah diinokulasi, yaitu 0, 12, 24, 48, 72, dan 96 jam. Pada setiap waktu, diambil tiga tanaman gandum untuk setiap sampel (Gambar 2A, B). Tanaman sampel dipotong di pangkal batang, ditempatkan dalam kantong berlabel, dan dibekukan dalam nitrogen cair (-80°C).

Proses ekstraksi RNA (Gambar 2C) dimulai dengan menggiling daun gandum hingga menjadi bubuk halus. Langkah selanjutnya, mRNA diisolasi menggunakan kit ekstraksi mRNA (Gambar 2C dan D(1)). cDNA untai pertama dan kedua dibuat menggunakan kit dan enzim RNase H dan DNA polimerase I yang sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh produsen. Kualitas RNA dan DNA yang dihasilkan diukur menggunakan alat spektrofotometer untuk memastikan konsentrasi dan keutuhan sampel yang diperoleh. Setelah elektroforesis gel agarosa, pewarnaan dengan SafeStein juga dilakukan untuk memastikan kualitas dan kemurnian sampel.

Prosedur dalam reaksi cDNA-AFLP, langkah-langkah persiapan template harus mengikuti protokol yang telah ditetapkan (Gambar 2D). Pertama, DNA pelengkap tanaman (cDNA; complementary DNA) dipotong (digest) oleh enzim restriksi, seperti EcoRI dengan MseI, dan EcoRI dengan Tru9I produk dari Vivantis, Malaysia. Enzim restriksi ini berfungsi sebagai “gunting molekuler” untuk memotong cDNA menjadi fragmen yang lebih kecil. Fragmen cDNA diikat dengan adaptor beruntai ganda yang akan menghubungkan fragmen-fragmen cDNA yang telah dipotong oleh enzim restriksi. Penting untuk merancang urutan primer dan adaptor yang tepat dalam reaksi AFLP, agar mampu menangkap keragaman informasi genetik tanaman dengan fleksibilitas dalam mengakomodasi setiap nukleotida (N).

Dengan cetak biru (blue print) genetik yang sudah siap, saatnya untuk memperkuat fragmen DNA tertentu yang diinginkan. Proses amplifikasi melibatkan dua tahap, yaitu pra-amplifikasi dan amplifikasi selektif. Tahap pra-amplifikasi (Gambar 2D(4)) melibatkan proses amplifikasi fragmen DNA yang diinginkan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) terkontrol untuk mencapai hasil yang optimal. Siklus PCR pra-amplifikasi meliputi denaturasi DNA, annealing (penempelan) primer pada DNA target, dan elongasi (perpanjangan) DNA menggunakan enzim polimerase, semua proses dilakukan  pada suhu tertentu. Proses ini diulang selama 25 siklus untuk menghasilkan jumlah DNA yang cukup dan langkah elongasi akhir dilakukan untuk memastikan kelengkapan dan jumlah DNA yang diinginkan.

Hasil pra-amplifikasi dari produk PCR diencerkan dengan rasio 1 sampai 10 agar mendapatkan konsentrasi yang lebih mudah diatur. Amplifikasi selektif (Gambar 2D(5)) dilakukan menggunakan program khusus, meliputi siklus denaturasi, annealing, dan elongasi yang siklusnya diikuti oleh 13 siklus tambahan, dengan penurunan suhu annealing (0,7°C per siklus) untuk meningkatkan spesifisitas amplifikasi (Zhang dkk., 2003). Proses amplifikasi yang rumit ini ternyata dapat memperkuat fragmen DNA terkait dengan gen yang diekspresikan secara berbeda. Visualisasi hasil dan analisis fragmen DNA yang diamplifikasi, dilakukan melalui elektroforesis gel poliakrilamida dengan pewarna perak nitrat agar menghasilkan warna mencolok yang mampu memperlihatkan hasil fragmen DNA yang telah diamplifikasi (Gambar 2D(6)). Proses elektroforesis ini memastikan pemisahan dan pengurutan fragmen DNA yang diekspresikan secara berbeda-beda berdasarkan ukurannya, dan mengungkap variasi genetik yang unik, sehingga ekspresi gen dapat diidentifikasi.

Langkah selanjutnya adalah proses isolasi dan pengurutan fragmen DNA (Gambar 2E). Fragmen DNA yang didapat dilanjutkan ke proses amplifikasi berbasis PCR. Amplifikasi ini dilakukan dengan kondisi yang sama seperti amplifikasi selektif. Hasil amplifikasi PCR kemudian diperiksa menggunakan gel agarosa untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukurannya. Setelah memastikan bahwa amplifikasi berhasil, fragmen DNA yang diinginkan dimurnikan agar tidak ada kontaminan dan meningkatkan kemurnian fragmen DNA sebelum dianalisis lebih lanjut (Gambar 2E). Setelah proses pembersihan selesai, sampel DNA dikirim untuk proses sekuensing (Gambar 2F).

Setelah itu, para peneliti tentunya dapat menganalisis dan membandingkan fragmen DNA yang diperoleh dari hasil sekuensing tersebut dengan gen resisten jamur M. graminicola yang ada di database GenBank (Gambar 2G). Ternyata, setelah dibandingkan dengan database di GenBank melalui program BLASTx, hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar fragmen DNA memiliki kesamaan dengan gen resistensi jamur M. graminicola.

Gambar 2A-G. Metode analisis cDNA-AFLP pada gen pertahanan tanaman gandum Chamran yang terinfeksi oleh M. graminicola (Nisa dkk., 2023).
Gambar 2A-G. Metode analisis cDNA-AFLP pada gen pertahanan tanaman gandum Chamran yang terinfeksi oleh M. graminicola (Nisa dkk., 2023).
Prosedur cDNA-AFLP dalam bidang biologi tumbuhan tentunya sangat penting untuk memahami pola ekspresi gen, sehingga kita mampu mengungkap misteri perkembangan tumbuhan, respons terhadap rangsangan lingkungan, dan mekanisme pertahanannya. 

Dalam penelitian terbaru, metode analisis cDNA-AFLP digunakan untuk mengungkap pola ekspresi gen yang menarik pada gandum yang terinfeksi oleh Mycosphaerella graminicola, jamur penyebab penyakit karat daun (Septoria Tritici). Nah, menurut penelitian ini, ada fragmen DNA yang menunjukkan keterkaitan dengan pertahanan gandum terhadap serangan jamur M. graminicola. Jadi, fragmen DNA yang dihasilkan secara berbeda ini ternyata berperan dalam membantu gandum untuk melawan serangan jamur patogen tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun