Bulan Desember tahun 2019 muncul pandemi yang merupakan virus baru berasal dari Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok. Virus ini dikenal dengan istilah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Tanda dan gejala umum yaitu gangguan pernafasan, sesak nafas, demam dan batuk. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah menetapkan kasus Pandemi  ini sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia / Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Pandemi yang menyebar di berbagai belahan dunia dengan pesat  termasuk penyebaran di Indonesia. Pandemi ini berdampak dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa terkecuali bidang pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nadiem Makarim pada Selasa, 24 Maret 2020, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam masa darurat penyebaran virus corona. Surat edaran ini antara lain berisi mengenai kebijakan Mendikbud mengenai peniadaan pelaksanaan Ujian Nasional khusus untuk tahun 2020 dikarenakan merebaknya virus Corona di Indonesia dan di dunia.
Kebijakan dengan  meliburkan sekolah dan mengganti proses belajar mengajar (KBM) dengan sistem daring (dalam jaringan). Tidak semua pembelajaran yang dilakukan dengan daring  dapat berjalan dengan efektif, karena tidak semua instansi pendidikan  dapat memfasilitasi serta dapat mengatasi kedaruratan yang sedang terjadi pada bidang pendidikan di Indonesia. Dalam proses pembelajaran daring dapat memicu permasalahan bagi siswa dan sistem pendidikan Indonesia.
Permasalahan yang sering terjadi pada siswa diantaraya mulai dari kesiapan siswa dalam menghadapi pembelajaran secara online masih rendah, karena pembelajaran daring sangat berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Pembelajaran daring cenderung memerlukan media elektronik yaitu handphone atau laptop serta paket data yang merupakan kebutuhan primer siswa menjadi salah satu permasalahan yang sering dikeluhkan. Permasalahan lainnya ancaman berhenti sekolah dikarenakan terdapat siswa yang  terpaksa  harus turun bekerja untuk membantu perekonomian dalam keluarganya,  kesenjangan pencapaian belajar, terjadi resiko kehilangan pembelajaran yang terjadi secara berkepanjangan, dan menghambat tumbuh kembang siswa secara optimal. Tekanan psikologis juga mempengaruhi karena siswa tidak dapat berinteraksi secara langsung dengan guru, teman dan lingkungan sekitar, serta tekanan akibat sulitnya pembelajaran daring yang menyebabkan stress pada siswa.
Sedangkan situasi sistem pendidikan di Indonesia pada pandemi seperti ini menunjukkan bahwa masih banyak kurangnya kesiapan dari institusi pendidikan terhadap perubahan yang tak terduga, masih kurangnya infrastruktur yang memadai untuk dapat menyeimbangkan keadaan yang terjadi ditengah kedaruratan pandemi dan sumber daya yang masih belum mumpuni  untuk menghadapi masalah demikian. Perlu adanya sinergi dan kontribusi dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah sistem pendidikan pada kedaruratan yang terjadi ditengah pandemi.
Pandemi yang sedang meluas rata merenggut kebebasan siswa, mulai dari  kebebasan keluar rumah untuk berangkat sekolah, bertemu teman sebaya, bertemu para pedagang yang siap menyambut mereka dikala waktu istirahat serta kebebasan bertatap muka sekedar sapa pelajaran di pagi hingga sore hari. Pandemi mengharuskan pembelajaran dilakukan secara virtual, sulitnya pembelajaran daring tidak hanya dikeluhkan pada siswa tetapi  banyak orang tua yang mengeluhkan pembelajaran yang dilaksanakan dengan jarak jauh. Minimnya interaksi siswa dengan guru menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua untuk dapat intens mengawasi dalam proses pembelajaran yang dilakukan dari rumah, materi yang harus benar-benar tersampaikan kepada siswa juga menjadi tugas baru untuk orang tua yang sebelumnya hanya menjadi tanggung jawab  dari guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H