"Rugi berapa, Yang?", tanya suamiku. Aku hanya menunjukkan nominal dalam kalkulator smartphone. "Banyak ya ruginya.", komentarnya lagi.
"Bagaimana, Bu?", Nita kembali bertanya.
"Ya sudah, Mbak. Mau bagaimana lagi? Tetap dijual itu emasnya."
Nita segera membawa kalung liontin beserta suratnya ke bagian khusus karyawan. Terlihat di sana dia berikan kedua barang itu pada seorang wanita yang sepertinya manajer toko ini. Wanita itu memeriksa kembali emas yang diberikan padanya dan sesaat setelah itu Nita kembali sibuk dengan kalkulatornya. Aku menunggu dengan perasaan agak kecewa karena ternyata kerugian penjualan emas ini cukup banyak. Padahal aku sudah memprediksi akan mendapat keuntungan mesti tidak banyak karena harga emas yang naik.
Nita pun datang dengan membawa uang dalam genggamannya.
"Ini Bu, totalnya Rp. 2.940.000.", katanya sambil menyerahkan uang padaku.
"Loh, kok jadi segitu Mbak?", tanyaku.
"Iya saya tambahi sedikit.", jawabnya sambil tersenyum canggung.
Aku mulai tidak 'sreg' dengan jawaban Nita ini. Bagaimana mungkin seorang karyawan bisa menambahi harga beli emas seenaknya.
"Saya minta kwitansi, Mbak.", tagihku.
"Oh ya. Sebentar saya buatkan."