Mohon tunggu...
Ainun Nabila
Ainun Nabila Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar SMA

saya hobi sekali memasak dan mengelilingi kota surabaya saya memang mudah emosional tetapi saya juga mudah bergaul

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Maaf dan Terimakasih Paman

27 November 2023   14:35 Diperbarui: 27 November 2023   14:40 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku adalah anak tunggal dari keluarga husodo, namaku sasa, alysa widya husodo, dulu hidupku bahagia seperti anak anak lainya, tetapi orang tuaku meninggalkanku saat aku duduk di bangku smp, hatiku hancur kala itu ketika kedua orangtuaku meninggal direntan waktu yang berdekatan, mereka hanya meninggalkan kenangan dan warisan, bisa dikatakan keluargaku cukup memiliki banyak harta, ayahku mempunyai perusahaan percetakan yang sudah cukup besar, saat ayah dan ibuku meninggal, adik dari ayahku atau biasa kupanggil om haris yang mengelola usaha percetakan itu, keluarga om haris yang merawatku saat orangtua ku meninggal, saat itu aku berpikir bahwa dia ingin merawatku hanya karena harta orang tuaku. sekarang aku tinggal bersama om haris, tante yuni, dan hana sepupu sebayaku. tetapi tetap saja hidupku terasa hampa, dulu aku gadis yang ceria, kini aku jadi lebih pendiam, teman temanku mulai lelah dengan sikapku, dan hubunganku dengan mereka mulai merenggang, tetapi entah mengapa beberapa saat berlalu mereka kembali padaku dan membantuku melupakan kenangan burukku sesaat. sepulang sekolah aku bergegas pergi ke kamarku, tetapi om haris menghentikanku "sa, sudah kamu jangan terus berlarut larut dalam kesedihan, ibu bapakmu pasti sedih disana"ucap om haris, aku hanya diam termenung dan bergegas ke kamarku. "Halah, Pencitraan saja itu." Ucapku dalam hati, istri om haris atau tante yuni datang kearah om haris dan menenangkan om haris "sudah pak, mungkin sasa masih butuh waktu lagi", "tapi ini sudah hampir 2 tahun buk, dan sebentar lagi dia 17 taun dan akan menerima warisan almarhum mas dika, bapaknya" gerutu om haris, "masih ada waktu pak sebentar lagi sasa dan hana masuk sma, sudah biar kita urus ini dulu." nasihat tante yuni, "yasudah kita urus itu dulu."

Aku dan Hana  kini telah masuk di bangku SMA, SMA nomer satu dikota surabaya, "Aku masuk disini juga pasti karena uang ayah dan ibuku, agar Hana juga masuk kesolah favorit ini." Begitu fikirku. Aku dari kecil memang sangat ingin menjadi dokter aku berusaha mati matian untuk belajar. Saat teman temanku mengikuti bimbingan belajar aku hanya belajar dirumah, tidak ada satupun yang tahu mengenai minat dan cita-citaku, karena memang aku hanya merasa sendiri disini dan aku berpikir Om Haris dan keluarganya adalah antagonis dalam hidupku. Saat Om Haris menawariku masuk bimbingan belajar, aku enggan menerimanya, dan sekali lagi aku berpikir itu hanyalah pencitraan mereka.

Besok adalah kegiatan tengah semester Disekolahku. Aku begitu gembira karena akan pergi keluar Kota bersama teman temanku. Aku duduk di bis bersama Ratna, Ratna adalah sahabatku sejak SMP, dulu hubungan kita pernah renggang tapi dia kembali dan mencoba memahamiku. Saat kami duduk di bis menempuh perjalanan, Aku banyak bercerita dengan Ratna mulai dari kita awal kenal hingga sampai hal hal yang terjadi sekarang. Saat itu terlintas di benakku untuk menanyakan mengapa ia memilih kembali padaku walaupun aku aku egois untuk tetap sendiri dan menyalahkan keadaan. "Pamanmu datang kepadaku dan teman teman lain, meminta maaf dan membujuk kami untuk menghiburmu, Pamanmulah yang memberikan kita pemahaman bahwa kamu masih terjebak dalam kenangan pahitmu itu. Itu yang membuat kita sadar untuk memilih tetap bersamamu." Ratna bercerita. Aku terkejut mendengar jawaban yang diberikan Ratna. Pikiranku mulai berkalut dengan hal itu, tapi tetap saja aku berpikir "bisa saja dia memang baik kepadaku tapi siapa juga yang tidak mau jika ketiban warisan mendadak."pikirku dalam hati.

Hari ini adalah ulang tahunku ke 17, Aku benar benar tidak ada harapan di ulang tahunku ini, aku merasa bahwa aku harus menjalani hidup seperti air mengalir mengikuti alurnya. Tante Yuni dan Hana lagi lagi berusaha merayakan ulang tahunku dengan kue coklat dan hiasan warna warni, Seperti taun taun sebelumnya aku hanya tersenyum dan pura pura bahagia. Entah mengapa pikirku masih menganggap mereka udang dibalik batu. Aku rasa semua ini hanya pura-pura. Om haris hanya mengucapkan selamat padaku, sudah itu saja. Tiba tiba ada seorang pria datang dengan membawa berkas berkas, aku kira itu tamu om Haris, aku memanggil om haris tapi entah kenapa om haris memintaku untuk duduk bersamanya, lalu tamu pria itu menyebut namaku dan bilang bahwa aku akan menerima warisanku karena umurku sudah 17 tahun, aku semakin bingung dengan apa yang terjadi. Ternyata tamu pria itu adalah seorang pengacara amanah Bapakku. Om Haris pergi untuk memberi aku dan pengacara itu tempat dan waktu untuk berbicara. Aku pun menanyakan semua yang ada dalam benakku pada pengacara itu, "Bukankan warisan itu sudah jatuh pada orang yang merawatku yaitu Om haris saat setelah Orang tua ku meninggal, lalu mengapa itu masih ada sampai sekarang, Apa itu memang warisan tersendirikan untukku, setahu saya itu akan jatuh kepada orang yang merawat saya"tanya hana. "Memang betul harusnya warisan ini jatuh pada Pak Haris orang yang merawat Anda, Tetapi saat itu Pak Haris menolak semua yang orang tua Anda berikan dan meminta saya untuk tetap memberikan pada Anda saat Anda sudah cukup umur untuk menerima, dan juga perusahaan percetakan juga tidak atas nama Pak Haris tapi atas nama Anda dan akan diberikan pada Anda saat sudah menyelesaikan semua sekolah Anda."ucap pengacara itu. Aku tersadar bahwa Om Haris sangat baik padaku dan tulus merawatku tanpa ingin mendapat apapun. Aku benar benar ingin berterimakasih pada Om Haris dan juga aku ingin meminta maaf karena telah berburuk sangka selama ini. Sekarang  aku menjalani hidup dengan penuh bahagia bersama Om Haris dan keluarganya, perusahaan percetakan bapak kuberikan pada Om Haris dan aku sudah menetapkan hatiku untuk menjadi dokter dan tidak menjalankan usaha percetakan bapak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun