Siapa sih yang tidak suka kopi? Wanginya yang khas seakan membangkitkan semangat dan mengusir kantuk. Minuman hitam pekat ini sudah menjadi teman setia bagi banyak orang, termasuk saya. Sensasi hangat saat diminum seakan menyelimuti tubuh dari terpaan dinginnya angin pagi.
Namun, pernahkah kalian mendengar hadis yang mengatakan selama aroma kopi masih tercium di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat akan beristighfar untuknya? Hadis ini memang cukup populer di kalangan pencinta kopi, bahkan seringkali dijadikan motivasi untuk lebih sering menikmati minuman kesukaan.
Awalnya, saya merasa senang dan terhibur dengan hadis ini. Rasanya seperti mendapat bonus pahala hanya dengan menikmati secangkir kopi bahkan setiap kali menyeruput kopi, saya merasa ada ketenangan batin yang menyertai, seolah-olah malaikat sedang mendoakan saya seperti sedang mendapatkan berkah dari langit. Malaikat-malaikat sedang beristighfar untuk saya! Sungguh perasaan yang menenangkan.
Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai merasa ragu dan penasaran. Apakah hadis ini benar-benar sahih? Apakah kita bisa menggantungkan harapan pahala hanya pada satu hadis yang kebenarannya belum tentu?
Saya mencoba mencari sumber yang lebih terpercaya dan ternyata, hadis tentang kopi dan istighfar malaikat ini termasuk dalam kategori hadis lemah atau bahkan palsu. Hadis ini tidak ditemukan dalam sumber-sumber hadis yang sahih, seperti kitab Shahih Bukhari atau Shahih Muslim. Hadis-hadis semacam ini seringkali dibuat-buat untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menaikkan pamor suatu produk atau minuman tertentu, hadis ini dikategorikan sebagai hadis lemah atau bahkan palsu. Artinya, hadis ini tidak memiliki sanad yang kuat dan tidak dapat dijadikan hujjah/rujukan dalam beragama.
Meskipun terdengar menarik dan menghibur, namun hadis ini tidak memiliki dasar yang kuat. Jika kita terus mempercayai hadis-hadis semacam ini, maka kita bisa terjerumus dalam kesesatan dan merusak akidah kita.
Setelah mengetahui bahwa hadis tentang kopi dan istighfar itu lemah, lantas apakah kita harus berhenti minum kopi? Tentu saja tidak! Kopi tetap boleh kita nikmati sebagai minuman yang lezat. Namun, kita perlu mengubah niat kita.
Alih-alih berharap mendapatkan berkah dari malaikat, sebaiknya kita bersyukur atas nikmat Allah SWT yang telah memberikan kita kenikmatan kopi. Kita juga bisa menjadikan momen minum kopi sebagai sarana untuk berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah. Nikmatilah secangkir kopi dengan penuh syukur, tetapi jangan menggantungkan harapan pahala pada hadis yang belum tentu benar.
Bagi saya, meminum kopi telah menjadi semacam ritual spiritual. Dalam kesendirian, saya menikmati setiap tegukan sambil merenungkan berbagai hal. Kadang, saya teringat akan nikmat yang telah Allah berikan begitu melimpah, kadang pula saya merenungi kesalahan-kesalahan yang pernah saya perbuat. Dalam suasana yang tenang, hati saya seakan menjadi lebih terbuka untuk menerima hidayah.
Tentu saja, hadis di atas tidak serta-merta menjadikan kopi sebagai minuman ajaib yang dapat menghapus segala dosa. Namun, hadis tersebut mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan meminum kopi, kita diingatkan untuk selalu bersyukur dan senantiasa beristighfar atas segala dosa.
Selain sebagai ritual pribadi, kopi juga menjadi sarana untuk menjalin silaturahmi. Ngopi bersama teman atau keluarga seringkali menjadi momen yang menyenangkan untuk berbagi cerita dan mempererat tali persaudaraan. Dalam suasana keakraban, kita dapat saling mengingatkan untuk selalu berbuat baik dan menjaga hubungan yang harmonis.
Sebagai penutup, mari kita nikmati secangkir kopi dengan penuh syukur serta hati yang tenang dan pikiran yang jernih. Janganlah kita terjebak dalam perdebatan yang tidak bermanfaat. Yang terpenting adalah kita senantiasa berusaha untuk menjadi muslim yang baik, yang senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW yang sahih.
Artikel ini saya tulis berdasarkan pemahaman saya terhadap hadis dan tidak dimaksudkan untuk menghakimi atau meremehkan siapa pun dan juga Artikel ini bersifat opini pribadi dan tidak mewakili pandangan suatu lembaga atau organisasi tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H