Mohon tunggu...
Faridilla Ainun
Faridilla Ainun Mohon Tunggu... Human Resources - Ibu-ibu kerja

Ibu yang suka ngaku Human Resources Generalist dan masih belajar menulis. https://fainun.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Keluarga Cemara", Kenapa Fokusnya Euis Terus?

7 Januari 2019   01:43 Diperbarui: 7 Januari 2019   08:05 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Spoiler Alert, kayaknya sih* 

Keluarga Cemara lekat dengan Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Tapi, trailer film Keluarga Cemara yang sudah beredar sejak tahun lalu tak menampilkan Agil, anak yang paling kecil yang dimiliki oleh Abah dan Emak. Sesuatu yang membuat saya bertanya-tanya dan merasa harus menonton film ini ketika tayang. 

Beruntung, Kompasianer Palembang mengadakan nonton bareng sekaligus kumpul perdana tahunan di awal tahun, agenda resmi tak tertulis dalam perjanjian apapun namun selalu ditunggu. Apalagi biasanya agenda awal tahun ini spesial, tak lain dan tak bukan karena Dokter Posma menraktir geng Kompal. Terima kasih dulu untuk Pak Dokter Posma. 

dokpri
dokpri
Film Keluarga Cemara dibuka dengan Euis (Zara JKT48) yang mengikuti lomba menari namun hanya ditonton oleh Emak (Nirina Zubir) dan Ara (Widuri Puteri). Tentu, anak yang mulai beranjak remaja ini kecewa, Abahnya tak hadir dan melihatnya menjadi juara. Ia mendengar pembicaraan Abah (Ringgo Agus) dan Emak dari tangga dalam remang kegelapan, ada urusan kerjaan yang tak bisa ditinggalkan.

 Esoknya (atau mungkin beberapa hari kemudian), Euis ulang tahun dan ada rencana perayaan di rumah. Abah berjanji akan datang tepat waktu, sesuai jadwal yang disusun Emak, seorang ibu dan istri yang memang 'dituntut' untuk jago manajemen uang, waktu, dan lainnya dalam keluarga. Sayang beribu sayang, di tempat kerja Abah terlihat ada masalah. Puluhan orang menuntut Abah bertanggung jawab karena belum mendapat upah. 

Sementara itu, pesta ulang tahun Euis mendapat gangguan. Rombongan preman besar bersama Kang Fajar (Ariyo Wahab) yang babak belur mendatangi rumah Abah dan Emak dan mengatakan bahwa rumahnya disita. Keluarga ini harus segera pergi dari rumah. Kang Fajar (yang dirasa-rasa adalah kakak Emak) ternyata mengalami satu masalah dalam bisnis pembangunan perumahan. Kurang ajar memang Kang Fajar, membuat sengsara keluarga orang. Diem aja lagi ga ngomong apa-apa. 

Keluarga Abah pun harus pergi dan memilih tinggal sementara di bangunan kantor kontraktor perumahan. Secercah harapan muncul saat konsultasi dengan pengacara, mungkin mereka bisa balik kaya kembali. Sembari menunggu kabar urusan hukum, Abah mengajak keluarga ke rumah Aki di daerah Cisarua, Bogor.

 Entah bagaimana nasib proyek pembangunan kantor Abah, tapi Abah sepertinya masih punya sisa uang dan bisa memberi pesangon pada pekerjanya yang sebelumnya menuntut.

 Aki yang baik hati di masa lalu membawa berkah untuk Abah. Banyak warga yang menolong memperbaiki rumah Aki. Euis yang terlihat sok cool dan mengumpulkan kesalnya kepada Abah dalam diam, masih tampak tak senang dengan kondisi barunya. Hal berbeda terlihat pada Ara, ia tetap ceria saja main di kampung yang jelas halaman rumahnya luas. 

Namun, kabar buruk harus dihadapi walau awalnya ditutupi. Keluarga ini bangkrut. Anak-anak harus sekolah di kampung. Abah harus mencari pekerjaan. Emak harus mencari tambahan uang untuk keluarga.

 Abah akhirnya mencari pekerjaan serabutan. Memulai dari tukang bangunan, Abah bekerja terlalu keras karena merasa bertanggung jawab mencari nafkah. Bekerja terlalu keras tentu tak selalu baik. Nyatanya, Abah terjatuh dan malah mengalami patah tulang. Untung tak dapat diraih, daftar sial bertambah panjang. 

Di sekolah, Ara harus menerima ketika drama sekolah tak memilihnya menjadi pohon walau sebenarnya ia mampu menjadi princess yang punya suara indah. Mau tak mau ia harus jadi pohon, karena kostumnya gratis. 

Euis kaget dengan kehidupan sekolah barunya. Ada si Ima yang dengan polos bertanya apakah keluarganya jatuh miskin. Belum lagi Euis yang mulai memasuki masa pubertas, tak merasa saat mensturasi datang, sialnya datang di sekolah dan roknya pun putih sehingga bercak darah tembus dan membuat teman sekelasnya mengejek ada 'Bendera Jepang'. PMS membuat Euis semakin marah kepada Abah. Menyalahkan Abah atas apa yang terjadi. Menganggap Abah tak mengerti Euis. Emang bener, lelaki selalu disalahkan, gak cuma status pacar atau suami, ketika ganti status menjadi ayah pun harus siap kena marah atau disalahkan anak. 

Momen Euis PMS menjadi pengingat Emak yang belum haid bulan ini. Benar saja, Emak hamil. Garis dua di testpack bisa menjadi berkah, namun bisa juga dianggap musibah awalnya. Tentu Abah dan Emak pusing, kondisi keuangan carut marut, tapi bakal ketambahan anak lagi. Kalau netijen nyinyir mungkin bakal komen, makanya jangan bikin anak, main aman dong. Tapi tenang, ada mantra ajaib, banyak anak banyak rejeki, tiap anak ada rejekinya masing-masing. Iya bah, tapi rejekinya juga dicari dan dikejar ya!

 Sakit kaki Abah akhirnya sembuh. Abah mulai bisa bekerja lagi. Mungkin sadar becak kini tak lagi menjanjikan, Abah mengikuti jejak Romli, teman kecilnya, untuk menjadi driver ojek online. Beruntung, hp canggih milik Abah dan Euis tak dijual ketika mereka bangkrut. Layaknya pengendara ojol, Abah pun meminta bintang lima kepada pelanggannya.

 Emak memang istri idaman, sudahlah tabah menghadapi cobaan, jago masak pula. Keahlian emak memasak membawanya menjadi sebuah ide usaha baru, jualan opak bersama seorang Loan Woman (Asri Welas). Bukan wanita pinjaman, tapi tukang kredit yang beralih menjadi partner bisnis. 

Euis pun terpaksa membantu Emak jualan opak di sekolah. Euis yang mengira teman-temannya tak asyik, rupanya menjadi sahabat baru yang membantu. Senasib sepenanggungan. Termasuk saat Euis mengacau, kangen sahabat lama di Jakarta, grup dancenya. Sayang beribu sayang, grup dance Euis yang diharap-harap justru secara tak disangka berubah. Anak SMP ini secara tak sadar sebenarnya sudah melupakan Euis. Posisi Euis saja sudah ada yang menggantikan, apalagi jaket seragam kebanggan mereka, pasti sudah berganti warna. Euis terpotek hatinya. Pulang ke rumah dengan lunglai, dimarahi Abah pula. 

Merasa Euis tak cocok hidup di kampung, Abah mencoba mencari rumah susun di Jakarta. Rumah Aki dicoba untuk dijual dengan bantuan sang Loan Woman. Walau tua begitu, peminat rumah Aki tenyata ada. Maudy Koenaedi yang punya suami bule dan anak kekinian yang mungkin punya profesi lain sebagai youtuber atau selebgram. 

Giliran sudah mau dijual, Euis dan Ara justru berat hati. Merasa lebih nyaman di kampung. Ingin di rumah ini saja. Sayang, tante Maudy sudah bayar DP. Abah pun berusaha membatalkan. Di saat yang sama, di momen ulang tahun Euis lagi, air ketuban Emak merembes. Emak akan lahiran. Panik, Euis minta bantuan Romli, mungkin tak mau menganggu Abah yang lagi punya bisnis penting. Becak Abah pun keluar untuk membantu Emak ke rumah sakit. Sedihnya, Romli tenaganya habis untuk mendorong becak.Untung, Euis tak hanya jago nari tapi juga jago lari. Bala bantuan datang. Abah pun dihubungi dan lahirlah si Agil, anak ketiga di keluarga ini.

*jreng jreng BCL nyanyi*

 Secara cerita tentu saja banyak pesan moral yang ingin disampaikan. Saya merasa jauh lebih banyak unsur menghibur dari beberapa dialognya dibanding yang mengharu biru. Terasa lebih menyenangkan daripada membuat trenyuh. 

Emak yang bisa bertahan walau awalnya bingung membuat saya yakin bahwa tak perlu ada sekolah khusus istri seperti yang diidekan oleh Wakil Bupati di Jawa Barat melalui instagramnya. Emak bisa menjadi role model istri dan ibu yang luar biasa bagi keluarga. Justru perlu sekolah untuk suami rasanya. Abah jauh terlihat lebih terpuruk dan penuh rasa penyesalan.

 Saya sempat merasa dibuat bingung, karena ini Keluarga Cemara, tapi rasanya titik berat ada di seputar Euis selalu. Mungkin memang Ara, walaupun sedikit tetapi menjadi penyemangat untuk keluarga ini tetap bisa bahagia di kondisi yang sedih. Mantra roda tak selamanya di bawah bisa jadi dianut juga. 

Aneka pertanyaan dan perasaan ganjil akan beberapa adegan tentu ada, seperti *

  •  Apakah semua debt collector semenyebalkan itu saat mengambil rumah karena hutang? Kalau nelpon di kantor sih iya, bentak-bentak. Siapa yang punya utang siapa yang dibentak. Nasib HRD mah gitu.
  • Berapa uang jajan Euis yang masih bisa nonton IG mantan grup dancenya di hp walau harus hidup pas-pasan.
  •  Uang dari mana Abah bisa beli motor 
  • Kenapa harus setahun nunggu pertunjukkan Ara 
  • Artinya Euis dan Agil punya tanggal lahir sama? Zodiak sama? Jangan-jangan shio juga sama *
  •  Dan masih ada beberapa pertanyaan lain yang mungkin gak penting

Urusan akting, Nirina Zubir tak perlu diragukan lagi kalau film keluarga seperti ini. Menjadi seorang Emak super tentu sudah dijiwai karena ia memang Emak-Emak eh ibu-ibu.

 Sementara itu, entah kenapa saya kurang sreg dengan akting Ringgo. Bisa jadi karena masih terlihat terlalu muda untuk punya anak usia SMP, atau bawaan melihat IG Ringgo yang menyenangkan dan doyan becanda, jadi peran sebagai ayah yang penuh pemikiran kurang kena aja buat saya. 

Scene Stealer tak hanya Asri Welas yang pastinya selalu lucu, kadang nyebelin, tapi bisa menyenangkan juga. Ada Maudy Kosnaedi yang kecantikannya awet banget. Juga Kafin Sulthan yang menjadi Deni, teman Euis. Kalau yang terakhir, mungkin saya masukkan scene stealer karena parasnya yang ganteng imut. Yahahaha. 

Adanya product placement berupa ojek online walau menghibur karena menunjukkan realita, tapi sempat membuat ada rasa terganggu juga. 

Walaupun begitu, saya jatuh cinta pada lagu yang ada di film ini. Bukan hanya karena ada suara BCL yang menyanyikan Harta Berharga dengan versi lebih masa kini. Tapi saya bisa bersenandung karena Dialog Dini Hari - Tentang Rumahku dan Banda Neira - Rindu, yang terselip di tengah film. 

Studio bioskop yang hampir penuh oleh keluarga membuat film ini menjadi film layak ditonton bersama keluarga. Apalagi di beberapa daerah mungkin masih ada yang libur sekolah. Tonton segera dan nikmati berbagai pesan yang disampaikan dari film ini. 

kompal-20180703-042708-5b3a9805dd0fa87dca5b7132-5c32a5fc677ffb29ea713cb4.jpg
kompal-20180703-042708-5b3a9805dd0fa87dca5b7132-5c32a5fc677ffb29ea713cb4.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun