Dalam perjalanan mudik saya dari Palembang menuju Padang, saya memperhatikan sesuatu, banyak masjid atau musala di pinggiran jalan yang pagarnya tertutup hampir rapat. Seakan-akan tak ada yang boleh memasuki tempat suci tersebut. Memang, saya melewati banyak masjid sepanjang perjalanan dan ditutupnya pagar atau pintu masjid bukan pada waktu salat.
Masjid adalah tempat ibadah. Tempat untuk berdakwah dengan modern karena kini jika ada ceramah atau tausiyah dari ustad terkenal, pengurus masjid dan tim bisa menyiarkan secara live di youtube dan merekamnya agar dakwah tidak hanya didapat orang yang datang saat itu. Ada pula pemerintah kota yang berani memasang wifi di masjid. Tentu ini untuk menunjang dakwah semakin meluas dan lebih gampang.
Pertanyaan muncul di benak saya, mengapa masjid banyak ditutup? Padahal, orang-orang bisa saja dalam perjalanan ingin melakukan salat Dhuha. Bisa saja, dalam perjalanan orang ingin beristirahat sejenak. Ya, saat ini masih banyak musafir atau orang-orang yang melakukan perjalanan antar kota dengan menggunakan kendaraan pribadi di jalur darat. Entah itu sepeda, motor, atau mobil yang bisa saja mengangkut rombongan.
Saya teringat mungkin baru sekitar 4 atau 5 tahun lalu, ketika saya masih suka berpergian dengan teman-teman backpacker, kadang ada yang nyeletuk, "udah kalau gak dapat tempat nginap, ngemper di teras masjid saja". Bisa jadi, memang banyak orang yang dalam perjalanan memilih masjid sebagai tempat beristirahat.
Memang ada masjid yang didesain dengan AC yang dingin sehingga membuat lantai masjid menjadi dingin. Walaupun ada larangan untuk tidak tidur-tiduran di dalam masjid karena memang itu tempat ibadah, dinginnya hawa terasa sampai luar, membuat kita duduk di terasnya saja sudah terasa adem. Mungkin, lebih baik ditutup, daripada orang menyalahgunakan, hanya ingin tidur-tiduran di masjid.Â
Saya mencoba menerka jawaban yang lain mengapa banyak masjid yang ditutup sekarang selain di jam salat. Bahkan masjid di pinggir jalan yang terbilang cukup besar dekat rumah saya. Mungkin, pengurusnya memang sedang tak ada di tempat, begitu pikir saya.
Ingatan kembali ketika masa kuliah dulu. Ketika diminta berhati-hati bila melihat ada kelompok-kelompok kecil yang berkerumun. Bisa jadi mereka sedang kajian aliran sesat. Duh, pesan seperti itu kadang membuat kita menjadi suudzon atau berburuk sangka. Padahal bisa saja mereka kajian yang benar.
Memang di masa kuliah, walau kampus saya bukan kampus islami, namun bisa dibilang banyak juga aktivis masjid yang membuat masjid tetap ramai. Namun, tetap saja, isu-isu tentang si ini aliran sesat, si itu pengajiannya beda, si anu salatnya aneh masih saja ada. Bahkan gossip tentang penculikan si A setelah ikut pengajian pun ada. Pesan untuk waspada dan berhati-hati selama di masjidpun selalu terpatri. Padahal, berprasangka buruk termasuk perilaku yang diminta dijauhi.
Mungkin ini salah satu alasan mengapa masjid lebih sering dibuka di waktu salat atau ketika ada kajian khusus dengan mendatangkan ustad/ustazah untuk berdakwah. Agar tak ada prasangka bahwa masjid atau musala menjadi tempat untuk ajaran yang tak tepat.
Beberapa waktu lalu, saya sempat salat di salah satu masjid di Palembang. Masjid ini kerap ramai di waktu salat bahkan sampai parkirannya penuh dan banyak mobil yang parkir di pinggir jalan. Selepas salat, suami bercerita tentang seseorang yang sedang beristirahat selepas salat duhur, lalu kehilangan laptop. Padahal, masjid ini dilengkapi CCTV atau kamera pengawas. Namun, sepertinya yang mengambil sudah tahu dan bertindak dengan gesit.
Walaupun masjid tempat ibadah, bukan berarti semua orang memiliki niatan yang baik. Bisa jadi masih ada godaan-godaan setan atau iblis yang masih muncul sehingga hati orang bisa menjadi tergoda untuk berlaku kurang terpuji. Kita tentu ingat, tak jarang orang mengeluh sandalnya hilang selepas jumatan. Saya pun teringat cerita beberapa teman bahwa ada yang kehilangan handphone, dompet, bahkan laptop saat di masjid. Namun, orang yang ibadah kepada Allah tentu paham bahwa semua harta adalah titipan. Walaupun kecewa, tetap ikhlas biasanya. Tapi, tetap saja pernah ada yang merasa sial.
Tentu ini bukan salah masjidnya. Karena bisa jadi setan-setan terlalu gencar menggoda manusia untuk berbuat buruk. Sementara hati manusia begitu lemah. Kini saya memahami, dimanapun kita berada, bahkan di tempat yang terbilang suci dan untuk ibadah seperti masjid, kita tetap harus waspada, karena masih saja ada orang yang berani mencuri atau bertindak tidak terpuji di sana.Â
Saya pun memahami, mengapa kini banyak masjid ditutup selain di waktu salat. Mungkin memang lebih baik mencegah daripada sebagai tempat ibadah justru masjid dirutuki membawa sial karena barang hilang atau menjadi tertuduh lokasi orang mulai berkelompok menyusun rencana kurang terpuji.
Tak semua masjid memang ditutup selain di waktu salat. Masih ada masjid atau musala yang membuka pintunya, menyediakan air minum gratis bagi yang berkunjung, memberi angin dingin dari kipas maupun AC, dan membuat hati semakin sejuk ketika datang. Apapun itu, jangan lupa ke masjid atau musala untuk salat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H