Di abad 21 ini, siapa sih yang tidak punya akun media sosial? Bukan hanya kaum milenial saja, bahkan orangtua hingga anak-anak pun terkadang telah berlebihan menggunakannya.
Menurut Chris Garrett media sosial merupakan alat, jasa, dan komunikasi yang memfasilitasi hubungan antara orang dengan satu sama lain dan memiliki kepentingan atau kepentingan yang sama.
Media sosial bisa diumpamakan sebagai dua belah mata pisau yang pada akhirnya bisa membunuh. Anda barangkali pernah menonton Searching (2018) sebuah film yang menceritakan tentang seorang ayah (diperankan oleh Jhon Cho sebagai David Kim) yang menemukan kenyataan bahwa putrinya (diperankan oleh Michelle La sebagai Margot Kim) menghilang dari keberadaan. Bahkan di era modern dengan teknologi canggih, David harus menemukan jejak digital putrinya hingga akhirnya ia mengetahui bahwa putrinya sedang tidak baik-baik saja, seperti yang selama ini ia duga.
Media sosial bisa sangat bermanfaat ketika kita menggunakannya dengan baik. Dapat memperdekat jarak, memudahkan kita berinteraksi dengan keluarga dan orang-orang terdekat, sarana memperoleh informasi, sebagai ladang mencari tambahan penghasilan  dan masih banyak lagi manfaat lain dari media sosial.
Namun, di samping manfaat yang begitu banyak, ada banyak pula dampak negatif dari media sosial. Media sosial dapat melalaikan kita dari kewajiban yang seharusnya kita prioritaskan, bisa menjadi alat penyebar kejahatan seperti tindak penipuan dan cyberr bullying yang banyak menyerang anak-anak dan remaja, serta tak jarang juga menjadi alat provokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sebenarnya dampak negatif bisa terjadi tergantung pada cara kita mengggunakannya.
Berikut adalah beberapa tips yang mungkin bisa membantu kita dalam penggunaan media sosial.
Batasi Waktu
      Media sosial memang merupakan alat komunikasi yang sangat canggih. Cukup hanya dengan mengetik isi pikiran kita di sebuah layar bisa langsung sampai kepada si pembaca yang kita tuju.
Menjamurnya aplikasi media sosial di masyarakat ternyata dapat membuat candu. Sehingga dapat memengaruhi kehidupan nyata para penggunanya. Anak-anak sudah meninggalkan permainan tradisional yang dapat melatih komunikasi mereka secara langsung, pekerjaan rumah terkadang terbengkalai, kita semakin malas membaca buku. Dampak negatif seperti ini tentu dapat kita hindari jika kita membatasi waktu.
Contoh kecil pada anak-anak yakni hanya bisa diberikan gawai jika tugas sekolahnya telah selesai. Mereka juga dapat diberi kebiasaan membaca buku sebanyak lima halaman sebelum bermain gawai. Waktu bermain mereka dengan gawaipun tentu harus dibatasi. Akan tetapi, bukan hanya anak kecil yang perlu dibatasi. Orang dewasa pun mesti tegas dalam membatasi diri sendiri dalam menggunakan media sosial.
Bijak Bermedsos
Dalam menggunakan media sosial sebaiknya diisi dengan hal-hal yang berbau positif, bukan informasi yang menebar unsur SARA dan kebencian. Medsos sebetulnya bisa menjadi ladang bisnis, ajang silaturahmi, berbagi resep makanan, dan lebih baik lagi ketika membagikan konten yang berbau pendidikan untuk anak-anak.
Selain itu, hal yang juga sangat penting kita perhatikan adalah pemilihan pertemanan. Jangan asal menerima permintaan pertemanan begitu saja. Cobalah untuk berselancar ke kronologinya, memerhatikan status-statusnya. Jika yang dia bagikan merupakan hal-hal yang bermanfaat silakan konfirmasi, namun jika dari postinganya ada banyak konten-konten negatif sebaiknya kita menghindarinya.
Jangan Asal Share Â
Mudahnya kita mendapatkan informasi melalui medsos bukanlah hal yang perlu dibanggakan. Sebab, kebanyakan dari informasi itu bersifat hoaks atau bohong. Akhir-akhir ini semakin banyak media-media online yang bertebaran di beranda akun kita. Menyajikan berbagai informasi terkini namun belum tentu kevalidannya adalah 100%. Informasi yang be
lum valid ini tak jarang langsung dicerna mentah oleh warganet dan langsung membagikan ke akun pribadinya. Sehingga jadilah mata rantai yang terus dibagikan. Bagaimana jika yang kita share itu adalah informasi yang bersifat provokasi? Berita yang dapat memecah belah persatuan atau pun agama?
Seperti contoh yang paling trending tahun 2018 adalah berita hoaks Ratna Serumpaet. Akibat berita ini banyak warganet yang saling menghakimi antara kubu satu dengan kubu yang lain.Â
Untuk itu mulai 2019 ini sebelum jempol kita menekan tombol share/bagikan, sebaiknya kita memastikan kebenaran informasi dan berita itu melalui situs-situs resmi. Selain itu untuk bisa menyelamatkan diri dari gempa informasi di media sosial kita mesti membatasi waktu dan bijak dalam bermedia sosial. Sekian.
salam Jariah's
Note:Â
Tulisan Ini telah dimuat di koran cetak Tribun Timur edisi 3 Januari 2019 dalam rubrik Opini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H