Sejumlah media tak henti-hentinya memberitakan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Baik itu di televisi, koran maupun radio. Korupsi merupakan kata yang sudah sangat lazim mampir di telinga kita. Korupsi bukan lagi hal yang tabu di masyarakat Indonesia.Â
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan bahwa korupsi adalah setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Baru-baru ini Presiden Jokowi mengumumkan jumlah kasus korupsi yang berhasil diunggah di media. Dan rata-rata pelaku korupsi dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan. Sebagaimana berita yang dilansir oleh liputan6.com menyatakan bahwa:
"Hingga hari ini sudah 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga, empat duta besar, tujuh komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan wali kota, 130 pejabat eselon 1 sampai 3, dan 14 hakim sudah dipenjara karena korupsi, tapi jangan diberikan tepuk tangan untuk ini," kata Jokowi dalam Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (1/12/2016)." (news.liputan6.com, 1 Desember 2016).
Banyak hal yang dapat memengaruhi orang melakukan tindak pidana korupsi. Dan akan sulit sekali jika tak ada dasar untuk membentengi seseorang itu untuk melakukan korupsi. Beberapa hal yang dapat menjadi solusi dalam pencegahan perbuatan itu adalah iman yang kuat, membangun kesadaran, transparansi anggaran dan budaya malu.
Iman yang Kuat
Hal pertama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah iman yang kuat. Jika ingin hidup di dunia politik yang penuh dengan permainan minimal kita harus percaya bahwa ada Tuhan yang selalu mengawasi. Aturan hukum (the rule of law) akan berjalan dengan baik jika masyarakat sudah paham akan adanya sanksi jika melanggar aturan yang ditetapkan.Â
Akan tetapi, bagaimana jika masyarakat atau pejabat publik tak mengindahkan adanya sanksi, bahkan seolah berbuat sewenang-wenang terhadap aturan, maka hal yang seperti ini dibutuhkan adanya iman. Percaya bahwa bukan sanksi aturan negara yang berlaku, tetapi ada sanksi berupa rasa takut pada Tuhan untuk melakukan kesalahan.
Baharuddun Lopa (1935-2001) dalam bukunya berjudul kejahatan korupsi dan penegakan hokum, menjunjung tinggi pentingnya keimanan yang patut dimiliki oleh setiap pejabat. Pejabat yang sudah cukup hidupnya, asalkan tingkat keimanannya sudah memadai, tidak akan terlalu mudah lagi dipengaruhi oleh tawaran suap.
Mencegah suap-menyuap, di samping perlu melalui proses peningkatan iman, juga perlu melakukan perbaikan sistem. Namun, di antara keduanya ini, mempertebal keimanan yang paling utama. Orang yang tidak bermoral, meskipun berilmu, tidak mungkin terdorong untuk memperbaiki sistem karena kelemahan sistem itu sendiri diperlukan untuk melakukan penyelewengan (Lopa, 2001: 82).
Membangun Kesadaran