Apa itu Teori Keterikatan? Definisi & Latar Belakang
Teori keterikatan menjelaskan bagaimana ikatan emosional terbentuk antara individu, terutama antara seorang anak dan pengasuh utamanya (Salcuni, 2015).
Berasal dari karya psikolog Inggris John Bowlby (1969), hal ini didasarkan pada premis bahwa kualitas hubungan awal kita dengan pengasuh memiliki dampak signifikan pada perkembangan kita sebagai manusia.
Pemikirannya adalah bahwa manusia diprogram secara biologis untuk membentuk keterikatan untuk bertahan hidup, dan bahwa kualitas keterikatan ini memengaruhi perkembangan dan pengalaman hidup serta hubungan kita sepanjang hidup kita (Bowlby, 1979).
Inti dari teori keterikatan adalah gagasan bahwa anak-anak akan menghubungi pengasuh selama masa-masa sulit atau ketidakpastian (Bowlby, 1979; Harlow, 2019). Hubungan emosional yang dibangun selama interaksi ini membentuk dasar keterikatan yang aman atau tidak aman. Saat seorang anak tumbuh, ikatan ini memengaruhi cara mereka menjalani hubungan di masa depan dan mengatasi stres.
Keterikatan emosional
Keterikatan emosional mengacu pada ikatan emosional mendalam yang kita bentuk untuk memberikan rasa aman dan nyaman (Cooke et al., 2019). Hal ini memengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan kita sepanjang hidup (Consedine & Magai, 2003).
Keterikatan yang aman umumnya dikaitkan dengan kualitas hidup dan kesejahteraan yang lebih tinggi, sedangkan keterikatan yang tidak aman dikaitkan dengan kualitas hidup yang lebih buruk dan berbagai tantangan kesehatan mental (Mikulincer & Shaver, 2012).
Teori Keterikatan Bowlby
Bowlby (1979) mengembangkan gagasan ini untuk mengembangkan teorinya tentang keterikatan, dengan menyatakan bahwa anak-anak dilahirkan dengan dorongan bawaan untuk menjalin ikatan dengan pengasuh untuk memastikan kelangsungan hidup. Ia menyatakan bahwa perilaku keterikatan anak-anak — menangis, menempel, dan mengikuti — merupakan cara untuk menjaga kedekatan dengan pengasuh.
Bowlby (1969, 2018) memperkenalkan konsep “basis aman”, di mana seorang anak menggunakan pengasuhnya sebagai titik aman yang stabil untuk menjelajahi dunia. Anak tersebut memperoleh kepercayaan diri dalam menjelajahi lingkungannya saat mereka merasa aman dalam keterikatan dengan pengasuhnya.
Ia juga mengidentifikasi pentingnya hubungan di masa awal dan bagaimana gangguan dalam ikatan ini dapat menyebabkan masalah keterikatan di kemudian hari, seperti kecemasan atau ketidakamanan emosional. Temuan ini telah didukung dan masih dikembangkan (Connors, 2011).
Situasi Aneh (Teori Keterikatan Ainsworth)
Mary Ainsworth (1969), seorang kolega Bowlby, mengembangkan lebih lanjut teori keterikatan melalui eksperimennya “Situasi Aneh”. Dalam eksperimen ini, bayi diamati dalam serangkaian interaksi yang melibatkan pengasuh mereka, orang asing, dan periode perpisahan singkat.
Berdasarkan respons bayi terhadap situasi ini, tiga gaya keterikatan utama diidentifikasi:
Keterikatan aman
Anak merasa nyaman menjelajah saat pengasuhnya hadir dan menunjukkan rasa tertekan saat pengasuhnya pergi. Anak dengan keterikatan aman mudah merasa tenang saat pengasuhnya kembali.
Keterikatan tidak aman–menghindar
Anak bersikap acuh tak acuh terhadap kehadiran pengasuh dan menghindarinya saat kembali, yang menunjukkan adanya keterputusan emosional.
Keterikatan tidak aman–ambivalen/resisten
Anak merasa cemas sebelum berpisah dan menunjukkan ambivalensi atau resistensi terhadap pengasuhnya saat mereka kembali.
Kemudian, gaya keempat, yaitu keterikatan yang tidak teratur , ditambahkan oleh peneliti lain (Bartholomew & Horowitz, 1991). Anak-anak ini menunjukkan campuran perilaku yang menunjukkan kebingungan atau ketakutan terhadap pengasuh mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI