Kekerasan dan pelecehan seksual menjadi salah satu isu global yang semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO kekerasan seksual merupakan semua perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh tindakan seksual atau tindakan lain yang diarahkan pada seksualitas seseorang secara paksa tanpa memandang status hubungan dengan korban. Koran kekerasan seksual dapat berasal dari kalangan anak anak maupun dewasa. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. Dalam hal ini, individu yang duduk di bangku sekolah menengah pertama atau remaja awal masih termasuk dalam kategori anak-anak jika didasarkan pada Undang-Undang. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), pada tahun 2022 terdapat 21.241 orang anak yang menjadi korban kekerasan di Indonesia yang mana salah satunya korban kekerasan seksual dengan jumlah 9.588 korban.Â
Remaja awal, yang dalam hal ini masih diklasifikasikan sebagai anak-anak seringkali menjadi sasaran pelecehan atau kekerasan seksual karena kondisi yang dianggap masih rentan baik secara fisik maupun emosional. Remaja memiliki karakteristik tersendiri dalam proses perkembangannya. Masa ini merupakan fase yang krusial di mana remaja mulai membentuk identitas diri dan mempelajari bagaimana cara berinteraksi dengan dunia, sekitar. Lingkungan memiliki andil yang besar dalam perkembangan identitas remaja, oleh karena itu penting untuk remaja memiliki lingkungan yang positif serta memiliki akses dalam memahami bahaya kekerasan seksual. Tidak adanya pengetahuan mengenai hal ini akan membuat remaja menjadi sasaran empuk kekerasan dan pelecehan seksual. Apalagi dengan perkembangan digital yang masif, dapat membuat remaja tidak hanya menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual di dunia nyata namun juga di dunia digital. Seperti dua mata pisau, dunia digital tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga menghadirkan tantangan baru seperti pelecehan seksual berbasis siber.Â
Untuk menyikapi hal ini, upaya preventif menjadi penting untuk dilakukan agar dapat membangun kesadaran remaja terhadap bahaya kekerasan dan pelecehan seksual, salah satunya melalui psikoedukasi. Artikel ini akan menjelaskan pengalaman kegiatan Psikoedukasi yang dilakukan oleh mahasiswa Magang dan Studi Independen Bersertifikat di DP3APPKB Surabaya. Kegiatan ini mengusung tema "Jaga diri, Jaga Aman" sebagai upaya pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual baik di dunia nyata maupun dunia digital yang dilakukan di dua lembaga pendidikan di Surabaya, yakni MTsN 2 Kota Surabaya dan SMPN 40 Surabaya.Â
Kegiatan psikoedukasi dirancang untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada siswa dalam mencegah kekerasan dan pelecehan seksual. Peserta yang terlibat dalam ini berkisar antara 35-50 siswa. Untuk mendorong keterlibatan siswa, kegiatan dikemas secara interaktif. Kegiatan diawali dengan sesi penyampain materi dengan durasi kurang lebih 45 menit yang kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Materi psikoedukasi difokuskan membahas beberapa hal seperti pengertian kekerasan dan pelecehan seksual, jenis-jenis pelecehan seksual, OCSEA (Online Child Sexual Eksploitation and Abuse), potensi resiko dunia digital, serta tips pencegahan dan penanganan pelecehan seksual baik di dunia nyata maupun digital. beberapa tips tersebut diantaranya:
Di dunia nyataÂ
Menghindari tempat sepi dan rawan. Hal itu dilakukan sebagai upaya meminimalisir kejadian kekerasan dan pelecehan seksual yang bisa kapan saja kita alami
Set Boundaries. Dengan menetapkan batasan yang jelas, kita telah melindungi diri kita dengan membatasi hal-hal apa saja yang dapat dilakukan oleh orang lain serta hal yang tidak boleh dilakukan. Bersikap tegas menjadi penting untuk menjaga keamanan diri sendiri
Berani berkata tidak jika ada orang lain yang memberi perlakuan tidak menyenangkan serta membuat kita merasa tidak nyaman
Peduli dengan teman. Kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain disekitar kita memiliki dampak yang besar. Apalagi sebagai remaja peran teman sebaya sangatlah penting, kepedulian kecil seringkali dapat menyelamatkan orang lain dari bahaya kekerasan dan pelecehan seksual
Berani bercerita dan meminta bantuan kepada pihak pihak yang dipercaya ketika menerima pelecehan atau kekerasan seksual, bungkam hanya akan membuat pelaku semakin merasa memiliki kuasa atas diri korban